Selasa, 26 November 2024

Korupsi itu Kejahatan Luar Biasa, Tolak Istilah Baru KPK

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Nelly, M.Pd
Khadijah Nelly, M.Pd

Oleh: Khadijah Nelly, M.Pd.

Sangat disayangkan, kebijakan perlakuan terhadap garong uang rakyat terlihat mulai lunak dan kerap mendapat perlakuan istimewa di mata hukum. Bahkan, label Koruptor terlihat mulai ada upaya dikikis atau dikaburkan dengan pilihan sebutan lain.

Baru-baru ini istilah Penyintas Korupsi, dimunculkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengganti kata korupsi. Penggunaan istilah ini tentu banyak mengundang reaksi keras dan membuat kesal publik. Bahkan, istilah “penyintas korupsi” dituding jelas-jelas ingin mengaburkan makna kejahatan di dalam istilah tersebut.

Wacana KPK tersebutpun mendapat reaksi keras dan penolakan dari Forum Pimred Pikiran Rakyat Media Network (PRMN). Bahkan Forum Pimred PRMN ini menyepakati jika mulai hari ini, 170 media yang berada di bawah naungan PRMN resmi mengganti diksi atau kata koruptor dengan penggunaan kata yang semestinya yakni menjadi maling, rampok atau garong uang rakyat. Kesepakatan penggunaan kata maling, rampok atau garong uang rakyat dilingkungan forum Pimred ini disampaikan oleh Ketua Forum Pimred PRMN, Dadang Hermawan Ahad, 29 Agustus 2021.

“Sikap ini didasari karena  Forum Pimred PRMN menganggap diksi korupsi tidak mempermalukan atau membuat pelaku merasa malu,” kata Dadang Hermawan (31/8/2021).

Hal senada juga disampaikan oleh Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman. Menurut Zaenur, KPK sudah sangat keliru jika mengganti eks koruptor sebagai penyintas karena istilah penyintas artinya adalah orang yang mampu bertahan hidup. Dalam konteks ini maka yang pantas disebut penyintas adalah masyarakat, karena mampu tetap bertahan hidup setelah menjadi korban kejahatan korupsi, ujar Zaenur saat on air di Radio 107,5 PRFM News Channel, Senin 30 Agustus 2021.

Ya, memang sudah seharusnya istilah korupsi yang diwacanakan KPK akan diganti dengan sebutan penyintas korupsi ini harus ditolak dan dikritisi. Sebab istilah penyintas korupsi itu jadinya mengaburkan makna sebenarnya dari para koruptor yang jelas-jelas sebagai seorang penjahat yang mengambil bukan haknya, merugikan rakyat dan negara. Dan dalam Islam sendiri perbuatan mencuri adalah bentuk kejahatan yang dilarang dan pelaku akan mendapatkan dosa.

Maka, tak pantas jika kemudian KPK yang dijadikan negara sebagai sebuah lembaga pemberantas korupsi namun justru membuat wacana yang pengaburan dan terkesan ingin mengikis kejinya koruptor itu menjadi sesuatu yang biasa dan bukan tindakan pidana berat.

Pertanyaannya, bagaimana mungkin korupsi akan bisa diberantas di negeri ini jika perbuatan itu diangggap hal yang biasa. Sangat sulit ke depan dalam memberantas korupsi jika tak ada keseriusan dari KPK dalam pemberantasannya. Padahal semakin ke sini kasus korupsi di negeri ini kian marak dari level atas hingga sampai level bawah.

Jika ditelisik, permasalahan korupsi di negeri ini memang sudah saatnya untuk dihentikan, perlu peran semua pihak dalam pemberantasannya. Pertama, negara harus betul-betul menunjukkan keseriusan dalam mencegah tindak korupsi. Baik dalam pemilihan para kepala daerah, pemilihan Menteri dan para pegawai negara harus dengan seleksi ketat dan syarat juga diutamakan yang memiliki kesholehan pribadi, taat dan negarawan.

Kemudian perlu untuk segera memecat dan menghukum setiap apatur negara yang terlihat dan terbukti korupsi, untuk membuat efek jera terhadap para pelaku korupsi tersebut, harus ada hukum sosial yang disematkan bagi para pelaku korupsi dengan perubahan diksi kata menjadi maling, garong uang rakyat seperti kesepakatan para Pimred media.

Tentu ini akan membuat rasa malu bagi para pelaku. Tak cukup sampai disitu, baik para hakim harus betul-betul menjalankan amanah, jangan sampai hukum kemudian dibuat berat sebelah, kadang tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Hukuman sanksi negara terhadap pelaku korupsi ini harus tegas dan berat agar memberikan efek  jera bagi pelaku kejahatan luar biasa ini, dan ini diharapkan memberikan pelajaran bagi masyarakat untuk menjauhi praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Kemudian juga sangat diperlukan peran dari negara untuk terus melakukan edukasi bagi semua pihak untuk memetik pelajaran dari kejahatan korupsi tersebut. Diharapkan agar ke depan negara ini dapat bersih dari para garong uang rakyat yang merugikan negara.

Berbagai langkah pemberantasan korupsi tersebut, tentu saja sejalan dengan cara Islam dalam mencegah dan memberantas tindak korupsi yang telah teruji dan terbukti sepanjang masa peradaban Islam memimpin dunia.***

 

Penulis Merupakan Akademisi dan Pemerhati Sosial Masyarakat

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *