Oleh Sitti Kamariah, Pemerhati Masalah Sosial dari Samarinda
Dikutip dari Akurasi Kaltim, beberapa sekolah di Bontang mengeluhkan kekurangan guru dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di sekolahnya seperti dikabarkan dalam media.
Beberapa diantaranya yaitu, SMPN 09 saat ini hanya memiliki 19 guru yang menangani 342 siswa. Jumlah ini, menurut Data Pokok Pendidikan (Dapodik), dianggap mencukupi. Namun, secara operasional, kondisi ini menuntut pengorbanan besar dari para guru.
Masih dikutip dari Akurasi Kaltim, banyak guru harus mengajar hingga 36 jam per minggu sehingga kelelahan. Sekolah lainnya yaitu SMPN 02 juga mengalami kekurangan guru. Enam guru dari sekolah tersebut akan pensiun pada tahun ini, sementara satu guru lainnya akan dimutasi ke daerah lain. Guru yang biasanya mengajar 24 jam kini ada yang mengajar hingga 30 bahkan 36 jam per minggu.
Kualitas Pendidikan Dipandang Sebelah Mata oleh Pemerintah
Permasalahan kekurangan tenaga guru dalam institusi pendidikan terjadi hampir di seluruh daerah terutama daerah pelosok. Tak hanya masalah kekurangan guru, bahkan kondisi sarana dan prasarana pendidikannya pun sangat memprihatinkan. Maka, dengan kondisi semacam ini tentu akan sulit apabila kita mengharapkan hasil pendidikan yang berkualitas.
Disaat ratusan sekolah mengalami kondisi kekurangan guru, pada saat yang sama terdapat ribuan lulusan sarjana termasuk sarjana pendidikan yang menganggur. Kedua hal ini harusnya bisa menjadi solusi satu sama lain, namun ternyata tidak memiliki titik temu dan menjadi masalah masing-masing sampai saat ini.
Kondisi ini menunjukkan ada pengaturan yang salah dari penguasa dalam membuat kebijakan sehingga terjadi masalah keterbatasan anggaran dalam penggajian guru.
Gaji guru di negara kita khususnya dengan status honorer sangatlah minim. Anggaran yang diberikan pada setiap sekolah juga terbatas, sehingga pihak sekolah pun tidak berkutik untuk membebani anggaran lagi demi merekrut tenaga guru tambahan.
Anggaran yang ada dan sudah diplot untuk kebutuhan penunjang pendidikan lain yang jumlahnya juga kurang. Akhirnya para guru dan tenaga lain dalam institusi pendidikan dipaksa untuk pasrah dengan keterbatasan tersebut akibat stigma bahwa “guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”.
Stigma ini membuat posisi guru kurang dihargai, nuraninya sebagai guru akan dipertanyakan apabila menjadi orang yang pamrih dalam meminta haknya. Alasan inilah yang membuat guru terus diberi beban tambahan melebihi standar, salah satunya dengan penambahan jam mengajar dengan jumlah murid yang banyak pula. Maka, apakah pantas kita menginginkan hasil pendidikan berkualitas dengan semua keterbatasan bahkan kekurangan ini?
Kapitalisasi Pendidikan yang Makin Merajalela
Sumber masalah dari semua ini adalah sistem kapitalisme yang diterapkan dalam kehidupan saat ini oleh negara. Kapitalisme membuat semua orang berhitung dengan materi, begitupun dengan penguasa yang memandang rakyat sebagai komoditas bukan untuk diurus dan disejahterakan. Penguasa justru bekerjasama dengan para oligarki kapitalis dalam memprivatisasi dan mengeksploitasi sumber daya alam.
Padahal, apabila sumber daya alam tersebut dikelola sendiri oleh negara akan menjadi sumber pendapatan yang sangat besar untuk menyejahterakan rakyatnya. Hasil pengelolaan sumber daya alam tersebut seharusnya sudah cukup untuk memenuhi anggaran kelengkapan institusi pendidikan dan penggajian guru yang layak sehingga mampu memberikan output pendidikan berkualitas.
Kapitalisme terbukti tidak pernah menyejahterakan guru dan tenaga pendidik lainnya. Gaji yang diterima guru belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Seharusnya guru mendapat kenaikan gaji yang layak, bukan menambah beban kerjanya sehingga guru tidak mampu melaksanakan tugasnya sebagai pendidik generasi secara optimal.
Sejatinya guru merupakan aktor penting dalam membentuk masa depan generasi. Mereka memainkan peran penting dalam membentuk masyarakat, membina generasi muda, menginspirasi ke arah perubahan positif dan membangun peradaban gemilang. Sayangnya tugas mulia ini telah tergerus oleh sistem kapitalis sekuler dengan berbagai kebijakan yang materialistik, sehingga kualitas generasi pun ikut tergerus.
Hal ini sangat berbeda ketika sistem Islam yang diterapkan dalam kehidupan. Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan mendasar dan wajib bagi masyarakat. Dalam hadits disebutkan bahwa, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Baihaqi).
Kewajiban ini menuntut negara wajib menyelenggarakan pendidikan secara gratis serta memberikan fasilitas, sarana dan prasarana terbaik mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga tinggi. Negara akan memastikan seluruh rakyat mendapatkan pelayanan tersebut, baik miskin atau kaya, pintar atau tidak, muslim atau non-muslim. Semuanya dilayani dan diberi kemudahan akses.
Para guru pun akan dijamin kesejahteraannya sehingga bisa fokus mengerjakan tugasnya. Sebab, pendidikan adalah salah satu di antara banyak perkara yang wajib diurus oleh negara. Rasulullah saw. bersabda:
الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Islam Agama yang Paling Peduli Dengan Pendidikan
Islam pun memandang pendidikan sebagai salah satu jawaban bagi pembentukan dan perbaikan generasi. Desain sistem pendidikan Islam adalah membentuk generasi gemilang pembangun peradaban emas. Sistem pendidikan Islam secara khas disusun dari kumpulan hukum syara’ yang berkaitan dengan pendidikan.
Berkaitan dengan kewajiban negara dalam mengurus pendidikan sesuai dengan sistem Islam, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan demi mencetak generasi gemilang diantaranya:
Pertama, tata kelola pendidikan atau kurikulum dalam sistem Islam dibangun atas dasar akidah Islam, hal ini merupakan kunci keberhasilan sistem pendidikan Islam. Seluruh materi pelajaran dan metode pengajaran dalam pendidikan disusun sesuai landasan akidah Islam. Output sistem pendidikan Islam menghasilkan para ahli sekaligus ulama. Maka, mewujudkan sumber daya manusia dan generasi berkualitas pun tidak perlu diragukan lagi.
Kedua, membangun infrastruktur pendidikan yang memadai di seluruh wilayah. Negara wajib menyediakan fasilitas yang mendukung kegiatan belajar mengajar, seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, teknologi yang mendukung kegiatan belajar mengajar, dan lain sebagainya.
Jika sarana dan prasarana pendidikan menunjang dan tersebar merata di seluruh wilayah hingga pelosok desa, maka lulusan sarjana pendidikan sebagai tenaga pendidik akan tersebar merata pula. Jadi, semua guru akan berdaya di negara dengan sistem Islam.
Ketiga, status guru dalam negara bersistem Islam adalah pegawai negara yang digaji secara layak. Semua guru berstatus sama, tidak ada istilah guru honorer, ASN, atau PPPK. Negara akan memberikan gaji yang sangat layak kepada para pengajar ilmu.
Sebagai contoh, di masa Kekhalifahan Abbasiyah, gaji para pengajar di masa itu adalah seribu dinar per tahun. Jika dikonversi 1 dinar setara 4,25 gram emas dan diasumsikan 1 gram emas seharga Rp900.000, maka 1.000 dinar setara dengan Rp 3,9 miliar/tahun atau Rp 325 juta/bulan.
Pemberian jaminan pendidikan gratis dan berkualitas serta penggajian tenaga pendidik tentu membutuhkan dana sangat besar. Pembiayaannya bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariat.
Di antaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum seperti hasil hutan, berbagai macam tambang, minyak, gas, dan sebagainya, juga dari sumber-sumber lain seperti kharaj, jizyah, ghanîmah, fa’i, ‘usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya.
Semua itu lebih dari cukup untuk bisa menggaji tenaga pendidik serta memberikan jaminan pendidikan secara memadai, berkualitas dan gratis untuk seluruh rakyat.
Kecemerlangan pendidikan dalam sistem Islam ini telah terbukti pada masa pemerintahan Islam dahulu. Ini ditandai dengan tumbuhnya lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis ilmu pengetahuan serta lahirnya ulama dan ilmuwan yang pakar dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Ulama dan guru yang mumpuni akan membawa negara Islam dan umat Islam berada di puncak keemasan dan kejayaannya. Tidak akan ada negara yang berani untuk menjarah apalagi menjajah. Hanya akan ada negara-negara yang ingin ikut tunduk di bawah naungan negara Islam.
Bukti kualitas output dari sistem pendidikan Islam yaitu banyaknya lahir para ulama dan ilmuwan Muslim. Sebut saja Ibnu Sina (pakar kedokteran), al-Khawarizmi (pakar matematika), al-Idrisi (pakar geografi), az-Zarqali (pakar astronomi), Ibnu al-Haitsam (pakar fisika), Jabir Ibn Hayyan (pakar kimia), dll. Mereka adalah para perintis yang telah meyumbangkan ilmu pengetahuan dan juga produk-produk industri yang kita nikmati saat ini.
Demikianlah, betapa luar biasa kualitas pendidikan dalam sistem Islam. Hal ini telah terjadi di masa kejayaan Islam. Tak ada kebangkitan yang hakiki tanpa Islam sebagai pondasinya. Tak ada kejayaan tanpa penerapan hukum Allah secara menyeluruh.
Tak akan terjawab permasalahan generasi jika tak mau mengambil syariat Islam sebagai solusi. Dan tak akan terjamin kesejahteraan para tenaga pendidik bahkan seluruh makhluk di alam semesta ini apabila tidak mengikuti syariat dari Sang Pencipta, yakni Allah Subhanahu wa ta’ala.
Wallahu a’lam bishshowab
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.