Oleh : Alfiah, S.Si
Pemerintah tampaknya tetap keukeh untuk mengimpor beras setelah adanya polemik soal data ketersediaan beras nasional. Pemerintah beralasan bahwa pasokan beras di gudang Bulog memang sangat diperlukan lantaran tugas Bulog menjaga stabilitas harga dan pasokan. Apalagi, kenaikan harga beras sangat besar pengaruhnya pada peningkatan inflasi.
Padahal Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah menyatakan siap memenuhi permintaan beras untuk pasokan di Perum Bulog sehingga tidak diperlukan importasi (kompas.com, 1/12/2022).
Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat Dadang Hidayat mengatakan, angka sementara BPS tahun 2022, produksi padi Jawa Barat bulan September-Desember 2022 sebanyak 2,7 juta ton gabah kering giling (GKG) dan produksi ini setara dengan 1,56 juta ton beras. Selain itu ada juga stok sebanyak kurang lebih 10 persen dari surplus yairu berupa stok beras di penggilingan dan di gudang sebanyak 15.968 ton.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Oangan Jawa Timur Hadi Sulistyo menyampaikan stok beras Jatim dalam kondisi aman bahkan masih surplus. Pada November 2022, Provinsi Jatim juga panen beras dengan luas panen mencapai 105.000 hektar, setara beras 389.000 ton.
BPS sendiri memastikan bahwa stok beras surplus dan cukup memenuhi kebutuhan nasional. Deputi Bidang Statistik Produksi BPS Muhammad Habibullah mengatakan, terdapat perbedaan penghitungan stok beras antara BPS-Kemenran dan Bulog-Bapanas. BPS menghitung berdasarkan data dari produksi gabah atau beras secara nasional.
Berdasarkan penghitungan BPS, dengan konsumsi beras nasional sekitar 2,5 juta ton per bulan, maka produksi beras dalam negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional, bahkan surplus. Kalau dilihat stok beras akumulasi se-Indonesia, kurang lebih akan ada sekitar 1,7 juta ton surplusnya.
Sikap ‘ngotot’ pemerintah untuk impor beras dikritisi oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Indef menilai impor beras hanya akan membuat harga padi di tingkat petani rendah, karena pada Januari 2023 sejumlah daerah di Indonesia akan memasuki panen raya besar.
Direktur Eksekutif Indef Ahmad Tauhid mengatakan apabila impor dilakukan maka harga padi di tingkat petani akan jatuh sehingga petani banyak merugi. Di satu sisi, rata-rata serapan Bulog selama ini juga terbilang rendah.
Politik Pertanian Islam
Kebijakan impor beras saat ini, tentu kontraproduktif untuk mewujudkan kemandirian pangan. Dalam Islam, politik pertanian dijalankan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di bidang pertanian. Kebijakan pertanian mencakup sektor produksi primer, pengolahan hasil pertanian maupun perdagangan dan jasa pertanian.
Kebijakan di sektor produksi primer ditujukan untuk menjamin ketersediaan pangan termasuk beras melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi.
Intensifikasi ditempuh dengan menggunakan sarana produksi pertanian yang lebih baik, seperti bibit unggul, pupuk dan obat-obatan serta menyebarluaskan teknik-teknik modern yang lebih efisien di kalangan petani.
Untuk menjamin hal itu, negara harus menyediakan modal secara gratis bagi masyarakat yang tidak mampu agar mereka dapat mengolah lahan yang dimilikinya. Dengan cara ini petani-petani yang tidak mampu tidak akan terbebani untuk mengembalikan utang. Dengan demikian, produksi pertanian mereka benar-benar dapat digunakan untuk keperluan pemenuhan kebutuhan pokok mereka.
Adapun ekstensifikasi dilakukan untuk mendukung perluasan lahan pertanian. Negara akan mendorong masyarakat untuk menghidupkan tanah mati dengan jalan mengolahnya. Rasulullah SAW bersabda :
“Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya” (HR. AL-Bukhari)
Negara juga harus melakukan berbagai kebijakan yang dapat menjamin terciptanya distribusi pangan terutama beras yang adil melalui mekanisme pasar yang transparan, tidak ada manipulasi, tidak ada intervensi yang dapat menyebabkan distorsi ekonomi serta tidak ada penimbunan yang dapat menyebabkan kesusahan masyarakat.
Pemerintah harus membuat kebijakan yang dapat menjamin terciptanya harga yang wajar berdasarkan mekanisme pasar yang berlaku. Negara akan mengawasi mekanisme penawaran dan permintaan untuk mencapai tingkat harga yang didasari rasa keridhaan. Islam bahkan melarang negara mempergunakan otoritasnya untuk menetapkan harga, baik harga maksimum maupun harga dasar.
Rasulullah SAW bersabda :
“Allahlah Penentu harga, Penahan, Pembentang dan Pemberi rezeki. Aku berharap agar bertemu dengan Allah dan tidak ada seorangpun yang meminta kepadaku tentang adanya kezaliman dalam urusan darah dan harta”. (HR. Ashabus Sunan)
Demikianlah sempurnanya Islam dalam mewujudkan kemandirian pangan tanpa harus bergantung pada impor yang sering merugikan petani. Sesungguhnya langkah pemerintah hari ini dalam melakukan privatisasi, liberalisasi, deregulasi terhadap produk-produk pertanian dan pangan berakibat pada dikuasainya sektor pertanian dan pangan nasional oleh swasta dan asing.
Sudah saatnya kita ganti sistem pertanian berbasis kapitalis saat ini dengan sistem politik pertanian Islam.
Wallahu a’lam bi ash shawab.
Penulis pegiat literasi Islam