(Menanti Final Leg 2 AFF)
Oleh Helfizon Assyafei
Saya memilih tidak menononton langsung partai final leg 1 sepakbola piala AFF Indonesia Vs Thailand. Sebabnya cuma ini; tak rela Indonesia kalah. Di bulutangkis juga begitu. Pada partai puncak yang saya lihat fifty-fity kekuatannya saya memilih tidak menonton live. Untuk menghindari ketegangan mental. Jadi saya memilih menunggu beritanya. Kalau menang ikut gembira. Kalau kalah tak sedih-sedih amat. Konsepnya; seperti siaran tunda di televisi.
Tak jadi soal menunda sejenak kegembiraan atau kesedihan. Sebab beda sensasinya kalau langsung (live). Gondok dan kesalnya bisa agak lama kalau kalah. Sebenarnya keinginan penonton dan pemain sama saja yakni menang. Tapi bedanya pemain harus menghadapi beban psikologis tambahan. Apalagi bagi tim yang masuk katagori non unggulan. Menghadapi tim unggulan di partai final lagi. Itu beban yang tidak ringan. Ada rasa grogi/minder yang berusaha ditekan saat menghadapi tim dengan reputasi juara.
Entah itu dibulutangkis atau di sepakbola sama saja. Perasaan ini sering mengganggu para pemain. Apalagi terbebani harapan publik pecinta bola misalnya. Tapi begitulah sifatnya permainan. Ada kalah ada menang. Seperti halnya hidup ada kalah ada menang. Ada gembira ada duka. Ada senang ada susah. Ada sehat ada sakit. Ada hidup dan ada mati. Semua berpasangan seperti dua sisi mata koin.
Bagaimanapun tim Indonesia sudah berupaya semampu mereka. Pelatih pasti juga sudah berupaya meramu strategi paling jitu. Tapi bola itu bulat. Dia bisa masuk ke gawang mana saja yang tak terkawal dengan skill terbaik. Saya suka optimisme Shin Tae-yong. Katanya bola itu masih bulat. Artinya Timnas masih punya peluang di Final Leg 2 Piala AFF ini.
Pelajarannya jadi pencinta itu menderita. Mencintai sesuatu apapun itu harus siap risikonya; menderita. Termasuk mencintai tim sepakbola. Menang gembira kalah kecewa. Itu aturannya.Lalu bisakah kita menerapkan konsep ‘siaran tunda’ dalam soal cinta? Seorang Arifbillah bilang bisa. Caranya; tahu mana yang layak dicintai dan mana yang tidak.
Jika kita mencintai dunia ini dengan segala pernak-perniknya boleh saja. Tapi semua kan hilang dan berlalu. Kalau tidak kita yang meninggalkan dunia, maka dunia yang meninggalkan kita. Itu hukum kehidupan. Jadi mencintai dunia siap-siap kecewa karena tidak semua yang kita inginkan sesuai dengan kenyataan.
Hidup adalah permainan dan senda gurau. Begitu kata Alquran. Jadi jangan serius-serius amat. Tapi hidup juga adalah kesempatan untuk berbekal dengan kebaikan dan taqwa. Jadi tinggal memilih prioritas yang mana. Hanyut dalam senda gurau atau sibuk berbekal. Semua terserah pilihan kita.
Pekanbaru, 30 Desember 2021
Sumber Foto: Bola.net