Oleh : Alfiah, S.Si
Utang luar negeri Indonesia pada tri wulan terakhir dikabarkan menunjukkan tren penurunan. Perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan Utang Luar Negeri sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) maupun sektor swasta. Secara tahunan, posisi ULN Oktober 2022 mengalami kontraksi sebesar 7,6 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 6,8 persen (yoy).
ULN Pemerintah pada Oktober 2022 masih melanjutkan tren penurunan. Sejak bulan Maret 2022, posisi dan pertumbuhan ULN Pemerintah konsisten mengalami penurunan. Posisi ULN Pemerintah pada Oktober 2022 sebesar USD 179,7 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar USD 182,3 miliar. Secara tahunan, ULN Pemerintah mengalami kontraksi sebesar 12,3 persen (yoy), lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 11,3 persen (yoy) (luputan6.com, 15/12/2022)
Dukungan Utang Luar Negeri Pemerintah dalam memenuhi pembiayaan sektor produktif dan kebutuhan belanja prioritas antara lain mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,5 persen dari total ULN Pemerintah), sektor jasa pendidikan (16,6 persen), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,3 persen), sektor konstruksi (14,2 persen), dan sektor jasa keuangan dan asuransi (11,6 persen).
Seperti dilansir dalam laman resmi Bank Indonesia, www.bi.go.id, disebutkan bahwa struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
ULN Indonesia pada triwulan III 2022 tetap terkendali, tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 30,1%, menurun dibandingkan dengan rasio pada triwulan sebelumnya sebesar 31,8%. Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap sehat, ditunjukkan oleh ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 87,4% dari total ULN.
Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.
Meski menunjukkan tren penurunan, kita tidak bisa lantas menganggap ini sebagai sebuah prestasi. Karena utang tetaplah utang, apalagi berbasis ribawi. Dalam sistem kapitalisme, utang luar negeri dianggap sebagai satu hal yang wajar dalam untuk pembangunan. Padahal pembangunan berbasis utang ribawi sangatlah berbahaya dan bisa menjadi jebakan negara pengutang terhadap negara yang diberi utang. Utang dapat menjadi alat pengendali negara pemberi utang.
Kita bisa menyaksikan banyaknya negara-negara akhirnya menggadaikan sumber daya alamnya atau aset strategisnya gegara tak mampu membayar utang. Sebut saja Uganda. Diketahui bahwa Uganda terlibat utang dengan China sebesar USD200 juta untuk pelunasan Bandara Internasional Entebbe. Utang ini memiliki tenor 20 tahun. Sayangnya, Uganda tidak bisa membayar utang tersebut. Kasus ini berakhir dengan penyerahan infrastruktur Uganda, yaitu Bandara Internasional Entebbe kepada China.
Selain Uganda, ada Sri Lanka, Zimbabwe, Nigeria dan Laos yang terkena jebakan utang Cina. Belum lagi negara-negara lain bahkan bisa jadi Indonesia sudah terkena jebakan utang lewat perundang-undangan yang pro-kapitalis.
Padahal kalau saja negara ini mampu mengelola sumber daya alam dengan baik dan benar, niscaya pembangunan yang ada tidak akan bertumpu pada utang. Berarti selama ini ada salah kelola sumber daya alam yang ada. Padahal potensi SDA kita sangat melimpah. Ironisnya banyak pengelolaan SDA kita justru dikendalikan oleh asing..Namun sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan negeri ini menjadikan negara tunduk terhadap korporat.
Semestinya para penguasa muslim memahami bahwa berutang pada negara-negara asing dan lembaga-lembaga keuangan internasional hukumnya haram menurut syariat. Karena utang ribawi jelas keharamannya dalam Al Qur’an. Allah SWT berfirman :
” … Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (Q.S. al-Baqarah: 275)
Pemberian utang yang merupakan alat jebakan bagi negara pengutang sering menghantarkan pada dikuasainya negeri-negeri kaum muslim. Hal ini juga diharamkan di dalam Islam. Allah SWT berfirman :
“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS. Al-Nisâ’ [4]: 141)
Ayat yang agung ini ialah dalil larangan memberikan jalan apapun bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman, huruf lan berfaidah li al-ta’bîd (untuk menunjukkan selama-lamanya) dalam ilmu ushul merupakan penguat indikasi atas larangan yang tegas (qarînah jâzimah); menjadikan kaum kafir menguasai orang-orang beriman secara mutlak.
Sesungguhnya Indonesia bisa terbebas dari utang jika pemerintah melepaskan ketundukannya pada kepentingan asing dan korporat. IMF, Bank Dunia, ADB dan utang dati negara-negara kreditor terbukti menyengsarakan rakyat.
Potensi sumberdaya alam Indonesia merupakan sumber penerimaan negara sangat besar. Namun justru hasil-hasil SDA jatuh ke tangan swasta dan asing. Dalam Islam, kekayaan SDA yang jumlahnya melimpah termasuk ke dalam harta milik umum sehingga negara tidak boleh menyerahkan kepemilikan SDA kepada swasta dan asing. Kekayaan SDA harus dikelola oleh negara dan hasilnya dimasukkan ke dalam pos harta milik umum untuk membiayai pembangunan infrastruktur.
Demikianlah sempurnanya Islam dalam menjaga kemandirian negara sehingga tidak terjebak oleh perangkap utang yang berbahaya. Wallahu a’lam bi ash shawab.***
Penulis pegiat literasi Islam