Jakarta (Riaunews.com)- Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait kasus kudeta Partai Demokrat.
AHY pun menyatakan siap menghadapi PK tersebut dan tidak akan gentar. Ia mengatakan Demokrat menyerahkan kontra memori ke PTUN pada hari ini melalui penasihat hukum Hamdan Zoelva.
“Secara resmi, hari ini, tim hukum kami akan mengajukan kontra memori atau jawaban atas pengajuan PK tersebut. Kita yakin, Demokrat berada pada posisi yang benar,” kata AHY di Kantor DPP Partai Demokrat Posko Perubahan dan Perbaikan, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (3/4).
Menurutnya, Moeldoko Cs masih mencoba-coba untuk mengambil alih Partai Demokrat pasca Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang pada 2021 lalu.
AHY menjelaskan PK yang diajukan Moeldoko Cs dilakukan di MA untuk menguji putusan lasasi MA dengan Nomor Perkara No 487 K/TUN/2022, yang telah diputus pada tanggal 29 September 2022.
“KSP Moeldoko mengajukan PK pada tanggal 3 Maret 2023. Tepat satu hari setelah Partai Demokrat secara resmi mengusung saudara Anies Baswedan sebagai Bacapres,” kata dia.
Alasan KSP Moeldoko mengajukan PK, lanjut AHY, karena Moeldoko mengklaim telah menemukan empat Novum atau bukti baru. Namun, menurutnya bukti yang diklaim KSP Moeldoko itu bukanlah bukti baru.
Keempat Novum itu menurut AHY telah menjadi bukti persidangan di PTUN Jakarta, khususnya dalam perkara No.150/G/2021/PTUN.JKT, yang telah diputus, tanggal 23 November 2021 lalu.
“Pengalaman empirik menunjukkan, sudah 16 kali pengadilan memenangkan Partai Demokrat; atas gugatan hukum KSP Moeldoko dan kawan-kawannya. Saya ulangi, sudah 16 kali, Partai Demokrat menang atas gugatan hukum KSP Moeldoko dan kawan-kawan,” ujar AHY.
“Dengan demikian, dilihat dari kaca mata hukum dan akal sehat, tidak ada satu pun celah atau jalan bagi KSP Moeldoko untuk memenangkan PK ini,” imbuhnya.
Namun, AHY juga mengaku khawatir lantaran situasi hukum di negeri ini sedang mengalami ‘pancaroba’. Ia kemudian mengungkit kejadian baru-baru ini seperti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutuskan agar Pemilu 2024 ditunda.
Situasi hukum yang tidak menentu itu menurutnya berpotensi terjadi karena tekanan dan kepentingan politik pihak tertentu atau bagian dari elite dan penguasa di Indonesia.
“Tekanan dan kepentingan politik ini, bahkan bukan hanya masuk dalam ranah hukum. Dunia olahraga kita pun kena imbasnya,” ujarnya.
MA sebelumnya telah menolak kasasi Moeldoko melawan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly dan Ketua Umum Partai Demokrat AHY terkait KLB Partai Demokrat Deli Serdang.
Moeldoko awalnya menggugat Menkumham ke PTUN DKI Jakarta terkait penolakan pengesahan perubahan susunan kepengurusan DPP Partai Demokrat masa bakti 2020-2025 dan pengesahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat. Namun, gugatan itu kandas.
PTUN beralasan tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili perkara yang menyangkut internal partai politik.
Upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat yang melibatkan Moeldoko diawali konferensi pers yang digelar AHY pada 1 Februari 2021.
Setelah itu, KLB digelar di Deli Serdang dan menetapkan Moeldoko sebagai Ketua Umum pada 5 Maret 2021.
Merespons hasil KLB itu, Menkumham Yasonna Laoly mengumumkan bahwa pemerintah menolak permohonan pengesahan kepengurusan Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang pada akhir Maret 2021.
Yasonna mengatakan, dari hasil verifikasi, terdapat beberapa dokumen yang belum dilengkapi, antara lain dari perwakilan DPD, DPC, serta tidak adanya mandat dari Ketua DPD dan DPC.
Setelah itu, berbagai gugatan dan upaya hukum pun dilayangkan oleh kubu Moeldoko untuk mendapatkan legalitas. Namun, berulang kali ditolak pengadilan.***