Jakarta (Riaunews.com) – Anggota Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade membongkar modal produksi minyak goreng kemasan yang kini beredar di masyarakat oleh perusahaan-perusahaan kelapa sawit. Menurut dia, perusahaan kelapa sawit dan produsen mengeluarkan modal itu tidak lebih dari Rp10.000 per liter untuk minyak goreng kemasan.
Hal tersebut diungkapkan Andre saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VI DPR RI dengan Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara (PTPN) di Gedung DPR RI Senayan pada Selasa, 24 Mei 2022.
“Tadi keterangan bapak (Dirut PTPN III Mohammad Abdul Ghani) jelas, bahwa kalau bicara oligarki, karena oligarki yang punya kebun sendiri, kelapa sawit sendiri, pabrik minyak goreng sendiri, termasuk distributor D1 dan D2 itu kan oligarki. Sedangkan, untuk modal produksi minyak goreng itu sendiri kan dibawah Rp 10 ribu per liter dan itu untuk minyak goreng kemasan,” kata Andre melalui keterangan tertulisnya pada Rabu (25/5/2022).
Oleh karena itu, Andre yang merupakan Anggota Fraksi Partai Gerindra meminta Direktur Utama Holding PTPN harus bisa meningkatkan kemampuan produksi CPO (crude palm oil). Saat ini, kata dia, PTPN baru mampu melakukan produksi minyak goreng sebesar 4 juta liter perbulan, atau 480 juta liter pertahun.
“Jadi, PTPN harus mampu memproduksi minyak goreng yang banyak. Tidak seperti sekarang, produksi minyak goreng PTPN hanya 4 juta liter perbulan, atau 480 juta liter pertahun. Jadi harus ditingkatkan lagi minimal 2 miliar liter pertahun,” ujarnya.
Harapannya, kata Andre, jika PTPN memproduksi 2 miliar liter minyak goreng per tahun, maka negara dirasakan hadir dalam pemenuhan kebutuhan dalam negeri, baik untuk kebutuhan industri maupun rumah tangga yang saat ini kebutuhan domestik hanya 5,7 miliar liter per tahun.
“Negara tidak kalah dengan oligarki yang sengaja cari untung. Jadi kalau pemerintah punya pengelolaan minyak goreng sendiri, maka pemenuhan minyak goreng curah sesuai harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter seharusnya bisa terpenuhi. Bahkan, PTPN bisa mendapat untung banyak, dan tentunya negara juga diuntungkan,” jelas dia.
Menurut dia, kebiajakan pemerintah menetapkan HET minyak goreng curah sebesar Rp14.000 per liter sudah sangat tepat dan tidak merugikan siapa pun termasuk produsen-produsen minyak goreng. Akan tetapi, kebijakan tersebut mendapatkan perlawanan dari para oligarki untuk mendapatkan untung yang banyak dari penjualan minyak goreng ini.
“Jadi ini perlu dicatat oleh seluruh rakyat Indonesia bahwa oligarki-oligarki itu untung banyak. Jadi kebijakan pemerintah Presiden Joko Widodo yang menetapkan harga HET untuk minyak goreng curah sebesar Rp14.000 sebenarnya tidak salah dan sudah tepat. Hanya memang ini ada perlawanan dari oligarki,” ucapnya.***