Jakarta (Riaunews.com) – Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen. Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak seharusnya berdasarkan presentase jumlah kursi di DPR.
Hal tersebut tertuang dalam amar putusan yang mengabulkan gugatan uji materi dalam sidang perkara Nomor 87/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Dian Fitri Sabrina, Muhammad, Muchtadin Alatas dan Muhammad Saad yang digelar di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan.
Dia mengatakan, norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45).
Adapun bunyi Pasal 222 UU Pemilu yaitu:
“Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”
Dalam poin pertimbangan, hakim MK Saldi Isra memberikan pedoman bagi pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering) agar tidak banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden yang muncul saat Pemilihan Presiden (Pilpres).
Pertama, seluruh partai politik memiliki hak untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
“Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” ujar Saldi.
Dia mengatakan, pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik maupun gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada presentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.
Partai politik peserta pemilu dapat bergabung untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, namun dengan syarat tidak menyebabkan dominasi. Hal ini untuk menghindari terbatasnya pasangan calon bagi pemilih.
“Dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih,” ucap Saldi.
Selanjutnya, partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.
Terakhir, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU Pemilu melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian (concern) terhadap penyelenggaran pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).***
Eksplorasi konten lain dari Riaunews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.