Jakarta (Riaunews.com) – Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mempertanyakan tindak lanjut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88 dalam mengusut tuntas kasus penistaan agama yang dilakukan pendeta Saifudin Ibrahim.
Sebab, sampai saat ini Saifuddin Ibrahim masih aktif mengeluarkan pernyataan-pernyataan kontroversi yang selalu mengganggu ketentraman umat muslim di Tanah Air.
Pernyataan itu kerap kali dilontarkan dalam channel YouTube dan Pendeta Saifuddin masih belum bisa ditangkap oleh pihak kepolisian karena diduga berada di luar batas wilayah Indonesia.
Bukan hanya Saifuddin, Reza juga turut menyoroti kasus serupa yang dilakukan oleh Jozeph Paul Zhang.
Youtuber yang berlagak layaknya penceramah ini masih tidak jelas dimana keberadaan pastinya. Ia pesimis melihat kasus ini, karena terkesan jalan di tempat.
“Sebelumnya juga ada Jozeph Paul Zhang yang kabarnya keluar dari Jerman dan terus dilacak keberadaannya. Bagaimana hasil pelacakannya, entahlah. Juga, jadikah Polri bekerjasama dengan Imigrasi mencabut paspor Jozeph, entahlah,” kata Reza dalam keterangan resminya, Ahad (27/3/2022).
Dari pemantauannya selama ini, Jozeph Paul Zhang terlihat bebas beraktifitas di dunia maya. Reza pun menanti-nantikan gambar atau rekaman yang menunjukkan Jozeph Paul Zhang sedang berada dibalik jeruji besi.
“Yang jelas, YouTube Channel Jozeph Paul Zhang masih aktif sampai sekarang. Dan tidak ada tanda-tanda dia bersiaran dari dalam ruang tahanan, misalnya,” tuturnya.
Sementara itu, Reza khawatir karena sosok-sosok dengan model yang sama mulai bertambah, saat ini sosok bernama Yusuf Manubulu menjadi viral karena pernyataan-pernyataannya yang mengerikan.
Reza mempertanyakan mengapa BNPT tidak mengklaim segera Jozeph Paul Zhang dan Saifudin Ibrahim untuk dimasukkan dalam daftar penceramah radikal.
Menurutnya, cap penceramah radikal tidak bisa ditujukan untuk satu agama saja.
“Kira-kira nama-nama di atas sesuai dengan daftar kriteria penceramah radikal ala BNPT itu? Apakah mereka layak disebut sebagai penceramah radikal dari komunitas non muslim? Ini perlu dipastikan agar daftar BNPT tersebut tidak menjadi acuan untuk menilai penceramah dari agama tertentu saja,” ucapnya
Ia juga khawatir penceramah-pnceramah tersebut menjadi rujukan dari para aparatur sipil negara (ASN) untuk menimba pengetahuan.
Sehingga perlu dipastikan bahwa alat penilaian yang dipunyai Densus 88 dapat mengukur secara spesifik tingkat radikalisme seseorang dengan latar belakang agama apapun.
“Apakah assesment tool yang dibangun Densus 88 akan bisa diterapkan untuk menakar tingkat radikalisme ASN dengan latar agama apa pun? Ataukah tool itu spesifik untuk meng-assess ASN yang beragama tertentu saja?,” ungkap Reza.
Kata dia, lembaga BNPT dan Densus 88 yang memiliki hubungan langsung dalam mengatasi persoalan terorisme ini perlu ditakar objektivitasnya.
Sebab akan menjadi bahaya apabila pemikiran yang bias diadopsi ke dalam instrumen alat-alat negara.
“Sembari menantikan hasil kerja Polri mengamankan nama-nama di atas, mari kita takar objektivitas daftar BNPT dan tool Densus 88. Lewat uji publik, semoga daftar dan tool itu benar-benar bisa dipastikan bermanfaat bagi Indonesia,” jelasnya.***