Jakarta (Riaunews.com)- Kejaksaan Agung bakal memeriksa mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian izin ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) hari ini.
Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan bahwa penyidik menunggu kehadiran mantan menteri tersebut untuk dimintai keterangannya.
“Panggilannya untuk hari Rabu (hari ini). Kita tunggu lah kedatangannya,” kata Febrie kepada wartawan, Selasa (21/6/2022).
Belum diketahui lebih lanjut mengenai materi pemeriksaan yang akan didalami oleh penyidik kejaksaan kepada Lutfi dalam pemeriksaan itu.
Hanya saja, Direktur Penyidikan pada Jampidsus Supardi mengatakan bahwa pihaknya memanggil Lutfi untuk diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.
“Diperiksa sebagai saksi,” ucap dia.
Muhammad Lutfi mulai menjabat sebagai Menteri Perdagangan terhitung sejak 23 Desember 2020. Namun beberapa waktu lalu Lutfi terkena reshuffle atau kocok ulang kabinet yang dilakukan oleh Jokowi. Posisinya digantikan oleh Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.
Dalam kasus korupsi ini penyidik menduga pemberian izin ekspor minyak sawit mentah ke beberapa perusahaan yang dilakukan oleh Kemendag melawan hukum.
Total ada lima tersangka yang telah dijerat Jaksa. Salah satunya ialah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana.
Kemudian, penyidik juga menetapkan pihak swasta yang berperan sebagai penasehat yang membantu pengambilan keputusan penerbitan persetujuan ekspor bernama Lin Che Wei.
Kemudian, terdapat tiga bos perusahaan sawit yang turut terseret. Mereka ialah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor. Kemudian, Senior Manager Corporate Affairs PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group, Stanley MA; dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas, Picare Tagore Sitanggang sebagai tersangka.
Sebagai informasi, kasus ini mulai diselisik oleh Jaksa sejak Januari 2021 hingga Maret 2022. Kala itu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengambil kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) agar perusahaan yang mengekspor minyak dapat diregulasikan.
Namun kebijakan itu nyatanya tak membuat minyak dan bahan turunannya melimpah di Indonesia. Ternyata, ada beberapa perusahaan yang diduga terlibat dalam skandal korupsi untuk mengurus penerbitan izin ekspor yang melanggar aturan itu.***