Jakarta (Riaunews.com) – Stepanus Robin Pattuju mengklaim akan membongkar peran Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Mantan penyidik KPK itu bahkan berjanji akan membuat Lili dipenjara.
Robin merupakan polisi berpangkat AKP yang dipekerjakan di KPK sebagai penyidik. Ulahnya terbongkar karena ‘bermain’ dengan seorang pengacara bernama Maskur Husain terkait sejumlah perkara di KPK.
Dilansir Detikcom, salah satu perkara yang coba dimainkan Robin yaitu terkait M Syahrial yang kala itu aktif sebagai Wali Kota Tanjungbalai. Di sinilah kemudian muncul nama Lili Pintauli Siregar.
Ambil contoh dalam persidangan pada Senin, 22 November 2021. Saat itu Robin duduk sebagai saksi untuk terdakwa Maskur.
“Saya dihubungi lagi oleh Syahrial. Pada saat itu jam kantor, saya ingat, Syahrial telepon saya siang, dia mengatakan bahwa ‘Bang, ini udah dapat informasi belum, soalnya saya barusan dihubungi sama Bu Lili (Pimpinan KPK) yang menyatakan bahwa ‘Rial, ini gimana berkasmu ada di meja saya? Terus dijawab sama Syahrial ‘Terus gimana, Bu? Dibantulah, Bu’. Terus Bu Lili menyampaikan ‘Ya sudah kalau mau dibantu kamu ke Medan ketemu dengan pengacara namanya Arif Aceh’,” beber Robin.
“Atas hal itu, Syahrial menyampaikan ke saya ‘Ini saya sudah dapat konfirmasi betul. Terus saya tanya itu Ibu Lili yang dimaksud siapa? ‘Ibu Lili Wakil Ketua KPK’ ‘Oh berarti Abang ini ada komunikasi dengan Ibu Lili?’ ‘Ada, saya disuruh untuk menghubungi yang namanya Arif Aceh’,” imbuh Robin.
Robin mengaku tidak kenal dengan Arief Aceh itu. Menurut Robin, tidak ada orang KPK yang bernama itu.
“Saudara menyebutkan ke Syahrial, ‘Oh ini ada pemain?” tanya jaksa KPK.
“Itu saya bilang, saya cari informasi dulu, saya konfirmasi ke Pak Masku. Betul (pemain) setelah saya tanyakan ke Pak Maskur, Pak Maskur menyampaikan ‘wah itu pemain di KPK’,” jawab Robin.
Robin mengatakan saat itu Syahrial sempat ragu, saat Lili Pintauli menginformasikan perkara ke Syahrial. Namun, pada akhirnya Syahrial memilih bekerja sama dengan Robin dibanding Lili untuk memantau perkaranya agar tidak dinaikan menjadi tersangka.
“Betul. Pada saat itu saudara Syahrial menanyakan ‘wah kalau begitu lewat jalur siapa ya? Jalur Abang atau jalur Ibu Lili. Saya bilang ‘terserah pilih yang mana’. Kami juga tidak memaksa. Atas hal itu, Syahrial jawab pikir-pikir dulu. Kemudian, beberapa hari kemudian, Syahrial menelepon ya sudah saya minta bantuan Abang aja,” jelas Robin.
Setelah Syahrial memilih Robin, keduanya pun menyepakati fee untuk memantau perkara Syahrial. Dia mengaku total menerima fee dari Syahrial Rp 1,695 miliar dan dibagi dua dengan Maskur Husain.
“Yang diberikan Syahrial sesuai BAP Rp 1,695 miliar. Pak Maskur Rp 1,205 miliar, saya Rp 490 juta,” ungkap Robin.
Terbaru pada Senin, 20 Desember 2021, Robin yang baru menjalani sidang tiba-tiba berbicara soal Lili Pintauli. Bahkan, Robin menyebut Lili harus masuk penjara.
“Ada, ada (peran Lili Pintauli), dan saya akan bongkar, saya akan bongkar beberapa kasus yang melibatkan dia. Saya akan bongkar, dia harus masuk penjara,” kata Robin dengan suara meninggi seusai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Diketahui dalam sidang perkara kasus suapnya, Robin selalu menyebut Lili Pintauli dengan seorang pengacara Arief Aceh. Robin menyebut Arief itu kerap menangani kasus di KPK semenjak Lili menjabat Wakil Ketua KPK.
“Yang saya tahu Arief Aceh itu ya pengacara. Pengacara yang beracara di KPK semenjak Bu Lili Pintauli menjabat sebagai wakil ketua KPK, sebelumnya (Lili menjabat) setahu saya belum ada,” ujar Robin.
Serangan Robin itu kemudian ditepis KPK. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri awalnya menegaskan bila seluruh fakta di dalam persidangan akan ditindaklanjuti. Namun, menurutnya, ‘nyanyian’ Robin itu merupakan keterangan yang hanya didengar dari saksi lain.
“Sejauh ini keterangan dan fakta-fakta berdasarkan persidangan yang digelar terbuka untuk umum dimaksud, terdakwa Stepanus Robin Pattuju tersebut merupakan testimonium de auditu yang artinya terdakwa hanya mendengar dari pihak lain dalam hal ini saksi M Syahrial. Sedangkan M Syahrial juga mendengar dari saksi Yusmada sehingga keterangan terdakwa dan para saksi dimaksud masing-masing berdiri sendiri dan tidak tentu bisa dijadikan sebagai alat bukti yang sah,” ucap Ali kepada wartawan, Senin (20/12/2021).
Ali mengatakan Robin malah tidak mengakui perbuatan. Selain itu Robin disebut Ali juga menutupi peran Azis Syamsuddin.
“Fakta lain, bahwa benar ada komunikasi antara Lili Pintauli Siregar dengan M Syahrial dan ada penyebutan nama Arief Aceh, namun demikian fakta di persidangan justru terdakwa Stepanus Robin Pattuju tidak mengakomodir keinginan M Syahrial untuk memakai jasa Arief Aceh dimaksud sebagai kuasa hukum,” ucap Ali.
“Sedangkan Stepanus Robin Pattuju selama di persidangan tidak mengakui perbuatannya menerima sejumlah uang dan diduga justru sengaja menutupi peran dari Azis Syamsuddin,” imbuhnya.
Mengenai nyanyian Robin itu, Ali meminta agar Robin tidak berkoar-koar di luar sidang. Sebab, menurutnya, tidak ada nilai pembuktian.
“Stepanus Robin Pattuju hendaknya tidak hanya disampaikan di luar sidang, karena tentu hal tersebut tidak memiliki nilai pembuktian. KPK sangat yakin dengan alat bukti terkait adanya kerja sama erat antara Stepanus Robin Pattuju, Azis Syamsuddin, M. Syahrial dan Maskur Husein dan hal tersebut tim Jaksa KPK akan buktikan di depan persidangan,” ucapnya.
Lili divonis melakukan pelanggaran kode etik berat oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada Senin, 30 Agustus 2021. Lili terbukti bertemu secara langsung dengan Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial, yang berstatus terperiksa, tapi Dewas hanya menjatuhi hukuman pemotongan gaji pokok.
Disebutkan pada periode Februari hingga Maret 2020 Lili berkenalan dengan Syahrial, di pesawat dalam perjalanan dari Kualanamu ke Jakarta. Padahal saat itu Syahrial sudah berstatus terperiksa dalam kasus dugaan korupsi di Pemko Tanjung Balai.
“Setelah mendarat mereka lakukan swafoto,” kata Albertina Ho selaku Anggota Dewas KPK, dalam sidang etik yang disiarkan virtual, Senin (30/8/2021).
Lili dan Syahrial komunikasi intens seusai berkenalan, sebab Lili memberikan nomor ponselnya. Awalnya, komunikasi Lili dengan Syarial berkaitan dengan pembayaran uang jasa pengabdian Direktur PDAM Tirta Kualo, Ruri Prihartini Lubis.
Tapi kemudian, Lili memberitahu bahwa ke Syahrial bahwa namanya ‘harum’ dalam penyidikan kasus dugaan suap Pemko Tanjung Balai. Ada dugaan aliran uang Rp 200 juta.
Albertina Ho juga membacakan percakapan Lili dengan Syahrial. Berikut percakapannya:
“Ini namamu ada di meja, Rp 200 juta bikin malu, masih kau ambil,” ucap Lili yang disebut oleh Albertina.
“Itu perkara lama, Bu. Tolong dibantu,” jawab Syahrial.
“Terperiksa jawab: Berdoalah kau,” kata Lili.
Tidak hanya itu pelanggaran etiknya. Mantan anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu juga terbukti ‘menjual’ nama KPK. Lili membawa embel-embel pimpinan KPK untuk pengurusan penyelesaian di PDAM Tirta Kualo Tanjung Balai, atas nama Ruri Prihartini.
“Terperiksa memberikan pengaruh yang kuat kepada Syahrial dan Direktur PDAM Tirta Kualo Tanjungbalai Zuhdi Gobel untuk membayar uang jasa saudaranya. Surat Ruri ke Direktur PDAM yang ada tembusan ke KPK diterima Zuhdi Gobel. Maka, Zuhdi membuat surat ke Dewas, yaitu Yusmada untuk menyetujui pembayaran jasa pengabdian,” kata Albertina Ho.
“Total Rp 53.334.640,00,” lanjutnya.
Lili melakukan 2 pelanggaran etik, yang kemudian dinyatakan oleh Dewas KPK sebagai pelanggaran etik berat. Tapi Lili cuma dijatuhi sanksi pemotongan gaji pokok.
Lili dinyatakan melanggar Pasal 4 ayat 2 huruf a dan b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Sanksinya, gaji pokok Lili dipotong sebesar 40 persen selama beberapa bulan.
“Menghukum terperiksa dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan,” terang Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat konferensi pers, Senin (30/8/2021).
Perbuatan Lili bertemu dengan pihak berstatus terperiksa mencederai integritas KPK. Sebab KPK dikenal sebagai lembaga berintegritas tinggi.
“Perlu kami sampaikan kepada rekan-rekan pers bahwa perbuatan berhubungan dengan seseorang yang sedang diperiksa perkaranya oleh KPK itu adalah nilai-nilai integritas yang betul-betul esensial bagi KPK sejak KPK berdiri dulu,” tegas Tumpak.
“Oleh karena itu, itu tetap harus kita pertahankan dalam rangka menjaga marwah KPK yang selama ini dikenal punya integritas yang tinggi,” imbuhnya.
Satu harapan Dewas, jangan ada lagi ‘Lili-Lili’ lainnya. ‘Haram’ bagi seluruh insan KPK melakukan perbuatan seperti yang dilakukan Lili.
“Jadi harapan kami tentunya setelah ada putusan-putusan seperti begini, teman-teman, rekan-rekan insan KPK, baik pimpinan maupun Dewas, maupun seluruh insan KPK, ini jangan melakukan perbuatan seperti ini lagi,” harap Tumpak.
Keputusan Dewas KPK hanya menjatuhi hukuman potong gaji untuk Lili menuai kritik. Bahkan ada yang mendesak Lili agar mengundurkan diri dari KPK.
Lili menyatakan menerima keputusan Dewas KPK. Tidak ada upaya lain yang akan dia tempuh untuk menanggapi keputusan tersebut.
“Ya, terima. Tidak ada upaya-upaya lain, terima kasih,” ucap Lili kepada wartawan di gedung KPK C1 Jakarta, Senin (30/8/2021).***