
Jakarta (Riaunews.com) – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyamakan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat pegawai KPK untuk dilantik sebagai aparatur sipil negara (ASN) dengan penelitian khusus (litsus) di era Orde Baru.
Sekedar pengingat, Litsus merupakan metode penyaringan Pegawai Negeri Sipil (PNS) era orde baru yang digunakan untuk menyelidiki apakah seseorang memiliki paham komunisme atau tidak.
[box type=”shadow” align=”” class=”” width=””]
Baca Juga:
- Kritik TWK KPK, PKS: Teriak Saya Pancasila tapi Korupsi
- Ribut-ribut TWK KPK, Demokrat Sindir Moeldoko yang Anak Buahnya Bobol Jiwasraya Rp30 Triliun
- Blak-blakan Novel Baswedan Tentang Pertanyaan TWK KPK dengan Karni Ilyas: Kitab Suci atau Pancasila, Mana Lebih Baik?
[/box]
“Sebetulnya TWK itu adalah Litsus model pemerintahan saat ini. Litsus model baru itu,” kata Ketua YLBHI Asfinawati dalam webinar yang digelar secara daring, Ahad (13/6/2021).
Asfin menganggap TWK yang diberikan kepada pegawai KPK berkaitan dengan cara pemerintahan yang otoriter. Pasalnya, kata dia, bentuk pemerintahan itu memiliki tujuan untuk meraup keuntungan bagi kelompoknya sendiri.
Belum lagi, kata dia, pertanyaan yang dilontarkan selama tes juga janggal dan berorientasi pada suatu kelompok tertentu. Padahal, menurut dia, persoalan korupsi tak terlepas dari demokrasi dan hak asasi masyarakat sipil.
“Jadi pertanyaan yang diterima oleh 75 pegawai KPK itu erat kaitannya nalar berpikir pemerintahan yang otoriter. Orang tidak boleh terlalu ke kiri, tidak boleh terlalu ke kanan dalam terminologi mereka, agar menurut kepada pemerintah yang korup,” ucap Asfin.
TWK menjadi salah satu syarat bagi pegawai KPK untuk lanjut berkarir di lembaga antirasuah itu sebagai ASN. Terdapat 75 orang yang dinyatakan tak lolos.
Dalam prosesnya, peralihan status pegawai KPK menjadi ASN melewati pembahasan panjang. Rapat pembahasan dan penyusunan draf alih status pegawai dilakukan pertama kali pada bulan Agustus 2020. Pembahasan melibatkan sejumlah pihak terkait seperti akademisi.
Pada 16-18 November 2020, dilakukan pembahasan draf alih status dengan tim penyusun Perkom alih status di Hotel Westin, Jakarta Selatan. Dalam pembahasan itu turut mengundang beberapa narasumber.
Mereka antara lain, Kepala Divisi SDM Perum Bulog, Mochamad Yusuf Salahuddin; Pensiunan Kemenpan-RB, Bambang Dayanto Sumarsono; dan Kepala Biro Kepegawaian Kejaksaan Agung RI, Katraina Endang Saraswati.
Dalam rapat ini tidak membahas TWK. Tetapi, rapat lebih banyak membahas mekanisme alih status agar lebih mudah, tidak menyulitkan pegawai KPK karena amanat UU dan PP adalah alih status menjadi ASN.
Penambahan Pasal terkait TWK terjadi pada rapat pimpinan 25 Januari 2021***