Pekanbaru (Riaunews.com) – Berbagai langkah telah dilakukan DPRD Riau melalui komisi I, untuk mengakhiri konflik lahan antara PT Nusa Wana Raya (NWR), dengan masyarakat, namun setakat ini belum didapat titik temu untuk mengakhiri konflik tersebut.
Bahkan undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilayangkan ke PT NWR, Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan Provinsi (DLHK) Provinsi Riau, dua kali tak digubris PT NWR.
“Atas acuhnya PT NWR dan DLHK terhadap niat kita untuk menuntaskan persoalan ini, bisa saja persoalan ini berujung ke Pansus,” kata Ketua Komisi 1 DPRD Riau, Ade Agus Hartanto, Kamis (13/2/2020) ditemui di ruang kerjanya.
Dirinya, lanjut Ade, akan membahas niat untuk membentuk Pansus tersebut di internal komisi I, “Sebelumnya kita bahas dulu di internal komisi,” kata Ade.
Menurutnya, Komisi I juga menyoroti kinerja DLHK Provinsi Riau yang begitu bernafsu dalam melakukan eksekusi lahan PT PSJ, seolah-olah DLHK bagian dari perusahaan.
“DLHK selalu berlindung di balik putusan MA, tapi asetnya (lahan-red) kan milik negara. DLHK jangan bicara aturan yang mengenakan perusahaan saja, kalau saya gubernur sudah saya ganti kepala dinas DLHK.” Tegas ia.
Terkait putusan Mahkamah Agung RI tentang diserahkannya hak pengelolaan lahan PT Peputra Supra Jaya seluas 3.323 hektar kepada PT NWR, komisi I DPRD Riau menghormati putusan tersebut namun pihaknya mengingatkan ada lahan masyarakat didalamnya, yang wakilnya ada di DPRD Riau.
Komisi I tegas politisi PKB ini juga akan menelusuri luas izin lahan yang dikuasai PT NWR serta kewajiban perusahaan terhadap masyarakat tempatan ataupun kewajiban lainnya yang harus dijalankan PT NWR.
“Berapa sebenarnya lahan yang mereka kuasai? Apa benar sesuai dengan HGU yang mereka miliki? Kemudian apakah 20 persen dari lahan mereka sudah dialokasikan untuk hutan penghidupan, ini akan akan kita telusuri,” terangnya. ***
Pewarta: Edi Gustien