Senin, 25 November 2024

Kemarahan Jokowi, antara syok dan cek ombak

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Presiden Jokowi memimpin ratas melalui sambungan video di Istana Negara, Jakarta. (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)

Jakarta (Riaunews.com) – Kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada para menterinya dianggap bukan cuma sekadar gimmick. Tapi kondisi realitas kabinet yang ikut terimbas pandemi Covid-19.

Pengamat Politik Lembaga Penelitian Ilmu Pengetahuan (LIPI), Moch Nurhasim menilai, kabinet Jokowi-Ma’ruf sedang mengalami syok. Selama pandemi, koordinasi dan kinerja menjadi tidak maksimal. Jokowi pun dibikin jengkel.

Baca: Jokowi tiba-tiba emosi saat pimpin sidang, ancam reshuffle menteri yang hanya kerja standar

“Apa yang terjadi juga bisa ditafsir bahwa Istana sedang mengalami situasi syok akibat Covid-19. Sehingga ada kendala dalam meningkatkan kinerja kabinet akibat Covid-19, meskipun koordinasi dapat dilakukan melalui virtual, tetapi tetap ada batasan,” kata Pengamat Politik Lembaga Penelitian Ilmu Pengetahuan (LIPI), Moch Nurhasim, dilansir merdeka.com, Kamis (2/7/2020).

Jokowi marah di hadapan para menterinya saat sidang kabinet 18 Juni lalu. Politikus PDIP itu sampai mengancam membubarkan lembaga negara dan melakukan reshuffle kabinet demi menyelamatkan 267 juta rakyatnya.

Kinerja menteri dianggap biasa saja dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19. Beberapa kementerian menjadi catatan Jokowi di rapat itu. Bidang kesehatan, sosial dan ekonomi, yang disorot Jokowi.

Guru Besar Politik & Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi punya pandangan lain. Dia melihat, Jokowi tengah mencari dukungan publik dalam wacana reshuffle.

Muradi menyoroti alasan Istana unggah video rapat kemarahan Jokowi 10 hari setelah peristiwa itu berlangsung. Tepatnya, 28 Juni, Sekretariat Kepresidenan baru memunculkan video tersebut di akun Youtube-nya.

Baca: Jokowi ancam reshuffle, Rizal Ramli: Wong posisi kabinet cuma hadiah

“Kita ambil positifnya saja. Kita lihat presiden cek ombak juga. Misalnya yang presiden rasakan tidak sama dengan publik rasakan, ternyata sama. Ketiga, saya kira dalam sistem presidensial ini, ada kewenangan hak presiden. Hanya presiden butuh input (dari publik),” katanya.***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *