Pekanbaru (Riaunews.com) – Hashtag #BOYCOTT_NationalGeographic saat ini sedang trending di media sosial.
Belum jelas apa yang melatarbelakangi trendingnya hashtag tersebut, namun diperkirakan ada kaitannya dengan perlakuan tidak manusiawi terhadap artis-artis yang berada di bawah manajemen SM Entertainment, sebuah perusahaan hiburan terkenal asal Korea Selatan.
Menurut beberapa unggahan di platform X, para penggemar meminta agar Seunghan kembali bergabung dengan grup musik RIIZE.
Banyak penggemar yang merasa frustrasi dengan tindakan SM Entertainment dan menunjukkan rasa kecewa mereka.
Dilansir dari laman Propaganda.id, meskipun demikian, hubungan langsung antara National Geographic dan SM Entertainment, atau alasan spesifik mengapa National Geographic menjadi sasaran kritik ini, belum sepenuhnya jelas.
Di media sosial, banyak pengguna menyatakan perasaan pengkhianatan dan kekecewaan. Mereka menyoroti perlakuan buruk terhadap artis dan mendesak agar ada tanggung jawab dari SM Entertainment dan National Geographic.
Rasa solidaritas terhadap Seunghan semakin kuat, disertai kritik terhadap cara manajemen artis yang dianggap tidak adil.
Fenomena ini juga mencerminkan tren yang lebih luas, di mana konsumen menggunakan kekuatan pembelian dan opini publik untuk memengaruhi perilaku perusahaan. Masyarakat kini lebih peka terhadap isu-isu lingkungan, hak tenaga kerja, dan masalah sosial lainnya. Ini menunjukkan bahwa perusahaan sering kali dimintai pertanggungjawaban, tidak hanya atas tindakan langsung mereka, tetapi juga atas asosiasi atau dukungan yang mereka berikan.
Jika boikot ini semakin berkembang, ada kemungkinan citra merek National Geographic akan terpengaruh. Hal ini dapat mendorong mereka untuk mengevaluasi kembali kemitraan atau kebijakan mereka, terutama yang berkaitan dengan kolaborasi yang dianggap melibatkan isu etika atau moral. Namun, tanpa informasi lebih lanjut tentang alasan spesifik mengapa National Geographic menjadi target dalam konteks ini, sulit untuk sepenuhnya memahami implikasinya.
Gerakan boikot ini menunjukkan bagaimana media sosial dapat menjadi alat yang kuat untuk menyuarakan ketidakpuasan. Namun, dampak dan cakupan dari gerakan tersebut dapat sangat kompleks, melibatkan berbagai pihak dengan tingkat pengaruh dan komitmen yang berbeda.***