Purworejo (Riaunews.com) – Kedamaian di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah pada Selasa (8/2/2022) pagi dirusak oleh rombongan pasukan kepolisian dengan peralatan lengkap.
Desa dikepung, spanduk bertuliskan protes penolakan dicopot, aparat menyisir setiap sudut desa. Telepon genggam warga diperiksa tanpa meminta izin. Kegiatan canda gurau warga di warung kopi berubah menjadi mencekam.
Warga memilih masuk ke rumah dan mengunci pintu rapat-rapat. Hanya bisa mengintip dari balik tirai rumah mencari tau apa yang tengah terjadi. 60 warga dicokok oleh aparat tanpa pandang usia. Mencoba membela diri namun sia-sia.
Warga berteriak, alerta menggema, alarm tanda genting dibunyikan di media sosial. Langkah yang masih tersisa agar suara warga di dengar.
Perlawanan itu bukan tanpa alasan, warga desa tak setuju tanah tercintanya diobrak-abrik untuk proyek penambangan batu andesit yang rupanya terkubur di desa itu. Belum ada kata sepakat, namun pengukuran tanah telah dilakukan. Pemerintah mengklaim sepihak pengukuran tersebut berdasarkan keinginan warga.
Semua soal proyek pembangunan Bendungan Bener. Salah satu proyek strategis nasional (PSN) di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan total investasinya mencapai Rp2,06 triliun dan didanai dari APBN-APBD.
Penanggungjawab proyek tersebut dipegang oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pimpinan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Rencana konstruksi proyek bendungan telah dimulai sejak 2018 dan direncanakan selesai pada 2023 mendatang.
Pembangunan Bendungan Bener diklaim memberikan berbagai manfaat bagi masyarakat. Manfaat yang dimaksud adalah suplai air untuk lahan sawah beririgasi untuk 13.589 Ha daerah irigasi eksisting dan 1.110 Ha daerah irigasi baru. Kemudian, sumber pemenuhan air baku untuk masyarakat sekitar 1.500 liter/detik.
Manfaat lain yakni sebagai pembangkit listrik di Kabupaten Purworejo sekitar 6 Mega Watt, serta mengurangi potensi banjir untuk Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Kulonprogo dengan nilai reduksi banjir 8,73 juta m3.
Di balik itu, deretan penyimpangan terpampang jelas. Tak hanya berkonflik pada pembebasan lahan, beberapa akademisi mengkritisi analisis dampak lingkungan (ANDAL) Bendungan Bener yang dianggap mengandung sejumlah masalah.
Pakar ekologi politik IPB Soeryo Adiwibowo menyebut Andal Bendungan Bener punya banyak kelemahan. Salah satu temuan masalah yang paling disoroti adalah penggabungan Andal pembangunan Bendungan Bener dengan kegiatan penambangan batu andesit yang akan dijadikan sebagai bahan material bendungan.
Seharusnya kedua aspek tersebut dipisah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020.
“Penggabungan dua kegiatan dalam satu Amdal bisa dilakukan, tapi harus memisahkan dampak dari dua kegiatan ini secara berbeda,” kata dia.
Dua kegiatan itu adalah penambangan batu andesit di Wadas untuk memasok material bendungan dan proyek bendungan itu sendiri. Menurutnya, metode penelitian proyek ini juga tidak valid.
Akibatnya, dokumen Amdal ini tidak dapat dijadikan acuan pengambilan keputusan. “Dengan demikian, izin lingkungan yang dikeluarkan Gubernur Jawa Tengah tidak valid secara akademik,” jelasnya.
Analisis risiko juga dianggap tidak dilakukan komprehensif, sehingga berpotensi menimbulkan dampak serius secara fisik dan psikis warga serta memicu bencana alam.
“Analisis risiko dilakukan tidak komprehensif, berpotensi menimbulkan dampak serius secara fisik, psikis, dan memicu bencana alam lain tanpa proses tanggung jawab yang jelas,” kesimpulan para akademisi.
Soeryo menyebut ada metode penelitian yang tidak tepat digunakan, yakni purposive sampling. Dia menganggap metode itu cenderung mengatur skala ordinal yang menghitung selisih antara dampak jika pembangunan dilakukan dan tidak dilakukan.
“Meski model ini tidak bermasalah, tetapi jika model ini digunakan untuk mencari bilangan penjumlah, hasil penjumlahan menjadi tidak valid dan tidak logis” kata dia.
Para akademisi meminta Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mencabut izin lingkungan Andal dan menghentikan penambangan di Wadas.
“Mengubah watak pembangunan pemerintah yang cenderung mengejar pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan manusia dan lingkungan, sehingga proyek serupa harus ditinjau ulang,” tulis kesimpulan para akademisi.
Sejauh ini Gubernur Ganjar Pranowo belum menyikapi temuan ganjal dari Andal Bendungan Bener yang ditemukan para akademisi.
Akan tetapi, Ganjar sudah menggelar rapat untuk melakukan evaluasi terkait proyek pembangunan Bendungan Bener. Rapat dilakukan beberapa hari setelah aparat dalam jumlah besar dikerahkan ke Desa Wadas.
“Setelah kemarin saya menemui warga Wadas, hari ini saya mengumpulkan dinas-dinas serta BBWS Serayu Opak dan BPN Jateng. Kita evaluasi semuanya. Dan saya ingatkan, jangan ada yang main-main di proyek Bendungan Bener ini,” cuit Ganjar melalui akun twitternya @ganjarpranowo dikutip Selasa, (15/2).
Ancaman bagi pihak yang tak sejalan dengan proyek Jokowi ini nyata adanya. Seperti yang diketahui, puluhan warga ditangkap saat mencoba menghadang kedatangan polisi di Desa Wadas. Padahal kedatangan polisi diakui untuk pengawalan pengukuran tanah oleh BPN.
Puluhan warga yang terdapat anak di bawah umur pun sempat ditahan sehari dan diintrogasi. Namun setelah desakan dari berbagai kalangan warga akhirnya dibebaskan.
Sementara gelombang penolakan di media sosial pun dibatasi. LBH Yogyakarta mengatakan ada delapan akun twitter milik warga Wadas yang terkena suspend selain @Wadas_Melawan. Akun tersebut dalam beberapa waktu terakhir gencar membagikan kegiatan-kegiatan di wilayah Desa Wadas, Kabupaten Purworejo yang sempat memanas akibat penolakan aparat di sana.
“Akun Wadas kena suspend. Selebihnya ada delapan akun pribadi warga Wadas yang juga kena suspend,” kata Kepala Divisi Penelitian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta Era Hareva Pasarua saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (16/2).
Twitter mengklarifikasi kejadian suspend yang dialami akun @Wadas_Melawan merupakan kesalahan.
“Terkait akun @Wadas_Melawan, ada kesalahan dalam penangguhan akun dan saat ini akses ke akun tersebut sudah dipulihkan,” jelas perwakilan Twitter.
Warga juga mengaku ada drone atau pesawat tanpa awak diakui kerap melintas di atas Desa Wadas. Tak diketahui siapa pemilik dari drone yang kerap terbang di atas desa mereka itu. Menurut warga, drone itu terbang dengan durasi yang cukup lama setiap kali melintas di atas desa mereka meski tak setiap hari.
“Tiap kali ada drone sudah membuat kita resah lah, seakan-akan kita itu dimata-matai, dipantau terus,” ucap Ngabdul Mukti, warga Wadas.
Penolakan terhadap penambangan batu andesit di Wadas dan pembangunan Bendungan Bener tidak datang hanya dari warga desa saja. Berbagai elemen masyarakat menyoroti kasus ini.
Politikus Partai Demokrat, Andi Arief turut mengomentari masalah di Desa Wadas. Melalui media sosial Twitter @Andiarief_, Andi bercuit menyinggung secara gamblang nama Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
“Setelah PD difitnah atas kasus Wadas, kini tak terbukti. Bolehkah kami bertanya apa benar Hasto Sekjen PDIP berada di balik penambang andesit?,” demikian cuitan tersebut.
Petinggi DPP Partai Demokrat itu akhirnya dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Pusat. Laporan terhadap Andi tersebut dilayangkan oleh Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) DPC PDIP Jakarta Pusat.
Namun Andi menanggapi laporan itu dengan santai. “Rakyat bertanya itu dijawab, bukan dipolisikan,” kata Andi kepada CNNIndonesia.com
Saat ini warga masih dibayang-bayangi ketakutan serta trauma. Saat menyampaikan aspirasi kepada Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Joanes Joko, warga Desa Wadas Marsono memohon agar Presiden Joko Widodo menolong para petani di Wadas.
Marsono tak bisa menahan tangis saat mengingat kekerasan aparat polisi kepada warga Wadas. Dia meminta pertolongan kepada negara agar warga Wadas bisa hidup aman.
“Ya Allah. Desa Wadas ini mau diapakan negara, kok seperti ini? Masyarakat di Wadas di negeri sendiri, kok dijajah sama teman-teman sendiri? Bagaimana, saya minta tolong kepada Bapak Presiden diamankan petani di Wadas bisa makmur, Pak,” kata Marsono dalam pertemuan yang digelar pada Sabtu (12/2).
Marsono menyampaikan warga Wadas juga manusia dan bagian dari Indonesia. Dia meminta negara untuk tidak memperlakukan mereka dengan kekerasan.
Deretan penyimpangan tersebut, proyek Bendungan Bener dianggap mengabaikan manusia dan lingkungan. Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Abdul Mughis mempertanyakan pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah selama ini. Semuanya dikerjakan untuk tujuan apa, siapa dan menguntungkan bagi siapa.
“Pembangunan Bendungan Bener tidak memiliki kejelasan tujuan. Jika bertujuan untuk membangun saluran irigasi, akan tetapi pembangunan ini justru menghancurkan ruang hidup dan penghidupan masyarakat khususnya di Desa Wadas,” kata Abdul.
Lantas siapa yang diuntungkan dari Bendungan Bener?***(CNN)