Jumat, 29 November 2024

DO-kan Mahasiswa yang Mendemonya, Rektor Unilak Dinilai Lakukan Kekerasan Akademik

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Rektor Unilak, Junaidi
Rektor Unilak, Junaidi

Pekanbaru (Riaunews.com) – Kekerasan akademik berupa Drop Out (DO) yang menimpa 3 Mahasiswa Universitas Lancang Kuning (Unilak) Pekanbaru (UNILAK) merupakan tindakan arogan, tidak populis dan sewenang-wenang.

“Ini tidak mencerminkan nilai-nilai demokrasi dan HAM, terlebih lagi apabila tindakan itu dilakukan untuk membungkam atau memberangus kebebasan berpendapat dan berekspresi,” kata Yayasan LBH Indonesia-LBH Pekanbaru kepada Riaunews.com melalui siaran pers yang diterima, Rabu (24/2/2021).

Dijelaskan, pada Kamis (18/2/2021), tiga mahasiswa Unilak, Cep Permana Galih, George Tirta Prasetyo dan Cornelius Laia diundang audiensi yang difasilitasi oleh Wakil Rektor II, akan tetapi Rektor Unilak, Junaidi, tidak hadir.

Saat itu sehingga Cep Permana Galih, dkk bersama mahasiswa Unilak lainnya melakukan protes dengan berunjuk rasa.

Adapun yang kritik yang disampaikan saat aksi tersebut adalah adalah penjualan skripsi dan penebangan pohon secara illegal yang diduga dilakukan sang rektor.

Pihak Unilak melibatkan sekitar 80 personil kepolisian untuk melakukan pembubaran aksi tersebut hingga pada akhirnya Cep Permana Galih, George Tirta Prasetyo dan Cornelius Laia dibawa ke Kantor Kepolisian Resort Kota Pekanbaru.

Di hari yang sama Rektor Unilak ternyata mengeluarkan 3 Surat Keputusan Melalui 028/Unilak/Km/2021, 029/Unilak/Km/2021, dan 030/Unilak/Km/2021 yang menjelaskan bahwa Cep Permana Galih, George Tirta Prasetyo dan Cornelius Laia diberhentikan sebagai mahasiswa dari Universitas Lancang Kuning.

Tindakan sewenang-wenang Rektor tersebut patut diduga adalah upaya untuk membungkam aspirasi dan suara kritis mahasiswa.

“Ketiga mahasiswa tersebut bersama mahasiswa lainnya mengkritisi pembuangan karya intelektual mahasiswa berupa skripsi dan melakukan penebangan pohon di areal kampus secara ilegal, serta melaporkan Rektor atas tindakan tersebut kepada Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah X,” kata LBH Pekanbaru.

Bahwa tindakan kampus yang arogan dan otoriter mengancam kebebasan mengeluarkan pendapat serta menjadi preseden buruk bagi tegaknya demokrasi yang seharusnya lahir dari kampus, hal ini juga mencerminkan bahwa Rektor UNILAK anti terhadap kritikan.

Menyikapi hal tersebut YLBHI LBH Pekanbaru selaku Lembaga yang konsen pada Penegakan Hukum, HAM dan Demokrasi menemukan beberapa dugaan pelanggaran yang dilakukan Kampus UNILAK, antara lain:

1. Bahwa terbitnya Surat Keputusan Drop Out, dan melibatkan anggota kepolisian untuk melakukan pembubaran merupakan tindakan arogan, otoriter, tidak populis dan sewenang-wenang, serta tidak mencerminkan nilai-nilai Demokrasi dan HAM dan tidak mencerminkan prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berbunyi “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa”;

2. Bahwa tindakan Kampus mengeluarkan Surat Keputusan Pemberhentian Sebagai Mahasiswa adalah tindakan yang tidak demokratis, tindakan Cep Permana Galih, George Tirta Prasetyo dan Cornelius Laia yang kritis terhadap penjualan Skripsi dan Pohon di lingkungan kampus telah tegas dijamin baik oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maupun oleh Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik). Pada Pasal 19 Ayat 2 Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil Politik telah tegas diatur bahwa: “Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya”. Namun tindakan tersebut kemudian dibalas oleh Kampus dengan SK Drop Out pada mahasiswa Cep Permana Galih, George Tirta Prasetyo dan Cornelius Laia;

3. Bahwa Kampus juga telah melanggar hak konstitusional Cep Permana Galih, George Tirta Prasetyo dan Cornelius Laia untuk mengeluarkan pendapat dan berekspresi sebagaimana telah diatur dalam Pasal 28 C Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia” dan Pasal 28 E Ayat 3 yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”;

4. Bahwa tindakan Kampus UNILAK dengan memberhentikan Cep Permana Galih, George Tirta Prasetyo dan Cornelius Laia serta membekukan organisasi mahasiswa adalah sebuah bentuk pelanggaran HAM. Karena di dalam Pasal 12 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dijelaskan “Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan probadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab, berahlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia”. Sementara pada Kovenan Hak Ekonomi Sosial Budaya yang telah di Rativikasi oleh Pemerintah Indonesia lewat UU Nomor 11 Tahun 2005 Pasal 13 di jelaskan “Negara-negara pihak Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan. Mereka menyetujui bahwa pendidikan harus di arahkan pada perkembangan kepribadian manusia seutuhnya dan kesadaran akan harga dirinya, serta memperkuat penghormatan atas hak-hak asasi dan kebebasan manusia yang mendasar. Mereka berpartisipasi secara efektif dalam suatu masyarakat yang bebas, meningkatkan rasa pengertian, toleransi serta persahabatan antar semua bangsa dan semua kelompok, ras etnis atau agama, dan lebih memajukan kegiatan-kegiatan perserikatan bangsa-bangsa untuk memelihara perdamaian”;

5. Bahwa tindakan Kampus tersebut adalah bentuk dari pembungkaman suara mahasiswa dan pemberangusan demokrasi;

Berdasarkan hal tersebut, YLBHI – LBH Pekanbaru menyatakan;

1. Mengecam tindakan Kampus Universitas Lancang Kuning Pekanbaru merupakan tindakan melanggar HAM dan Hak Konstitusi Cep Permana Galih, George Tirta Prasetyo dan Cornelius Laia serta mahasiswa lainnya;

2. Mendesak Rektor Universitas Lancang Kuning untuk mencabut Surat Keputusan Nomor 028/Unilak/Km/2021, 029/Unilak/Km/2021, dan 030/Unilak/Km/2021 tentang Pemberhentian Sebagai Mahasiswa Universitas Lancang Kuning Pekambaru atas nama George Tirta Prasetyo, Cep Permana Galih dan Cornelius Laia;

3. Meminta kepada seluruh pihak terkait baik Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) maupun Dirjen Dikti untuk melakukan Evaluasi atas tindakan terhadap kesewenang-wenangan Rektor Universitas Lancang Kuning Pekanbaru;

4. Meminta KOMNAS HAM untuk melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Kampus Universitas Lancang Kuning Pekanbaru.***


Eksplorasi konten lain dari Riaunews

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

 

Tinggalkan Balasan