Jakarta (Riaunews.com) – Rektorat Universitas Riau (Unri) menyebut tidak dapat menonktifkan Dekan FISIP Unri Syafri Harto karena terbentur aturan dan regulasi aparatur sipil negara (ASN). Syafri diketahui ditetapkan sebagai tersangka kasus pelecehan terhadap seorang mahasiswi.
Hingga kini, Syafri Harto masih dosen aktif meski sudah berstatus tersangka.
“Rektor berpedoman pada peraturan yang ada. Rektor tidak boleh sewenang-wenang juga,” kata Wakil Rektor II Unri, Sutjianto, usai memberikan keterangan pers, di Gedung Rektorat Unri, Selasa (23/11/2021).
Adapun aturan yang dimaksud yakni PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Kemudian PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang manajemen pegawai negeri sipil serta Permenristekdikti Nomor 81 Tahun 2017 tentang statuta universitas Riau.
Dalam aturan, kata Sutjianto, Syafri Harto dapat dinonaktifkan apabila sudah ditahan oleh kepolisian.
“Kalau belum ditahan kita tidak bisa menonaktifkan jadi itu peraturannya sudah ada,” katanya.
Sutjianto menambahkan, Rektorat Unri menghormati proses penegakan hukum di Polda Riau. Pihaknya juga menjamin pelayanan terhadap mahasiswa berjalan seperti biasa.
“Khususnya kepada korban dan mahasiswa HI pada umumnya. Jika ada kendala dalam proses pelayanan akademik dan lainnya silahkan sampaikan kepada wakil rektor atau langsung kepada rektor sehubungan dengan penetapan tersangka SH oleh Polda Riau,” ujarnya.
Sementara itu, Polda Riau tidak melakukan penahanan terhadap Syafri Harto usai diperiksa sebagai tersangka dugaan pelecehan seksual. Polisi beralasan Syafri Harto dinilai kooperatif selama menjalani proses pemeriksaan.
“Tidak dilakukan penahanan terhadap tersangka SH. Berdasar pertimbangan penyidik bahwa yang bersangkutan dianggap cukup kooperatif,” kata Kepala Bidang Humas Polda Riau Kombes Pol Sunarto.
Polda Riau sebelumnya menetapkan status tersangka terhadap Syafri Harto usai gelar perkara atas penyelidikan dan penyidikan aduan korban.
Polisi setidaknya memeriksa delapan belas saksi, baik dari korban, terlapor, keluarga korban, pihak kampus hingga melibatkan tim ahli psikologi dan poligraf untuk uji kebohongan.***