Jakarta (Riaunews.com) – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kejanggalan pada manajemen Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Ditemukan lebih dari 124 ribu PNS tak bisa cairkan Rp.567,45 miliar uang yang sudah mereka tabung saat masih mengabdi.
Dikutip dari CNN Indonesia, kejanggalan itu terlihat dari pengumpulan uang tersebut, baik yang ada di DKI Jakarta, Sumatra Utara, Lampung, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, hingga Bali pada 2021-2022.
BPK menyatakan bahwa Peserta sebanyak 124.960 orang belum menerima pengembalian sebesar Rp567,45 miliar dan peserta pensiun ganda sebanyak 40.266 orang sebesar Rp130,25 miliar.
“Hal tersebut mengakibatkan pensiunan PNS/ahli warisnya tidak dapat memanfaatkan pengembalian tabungan yang menjadi haknya sebesar Rp567,45 miliar,” ungkap BPK.
Masalah lain yang ditemukan BPK adalah BP Tapera saat itu belum beroperasi sepenuhnya dalam kegiatan pendaftaran sera pengumpulan dana. Tak hanya itu, BPK juga menemukan badan tersebut tidak intensif dalam kegiatan pemupukan atau kontrak investasi kolektif dalam penerapan hukum syariah.
“Hal tersebut mengakibatkan BP Tapera berpotensi tidak dapat mencapai target dan tujuan strategisnya, belum dapat melakukan pemungutan simpanan dan menambah peserta baru, serta peserta belum dapat memanfaatkan fasilitas pembiayaan perumahan secara optimal,” tulis temuan tersebut.
Temuan lainnya, ada kesalahan data peserta aktif BP Tapera saat itu yang mencapai 247.246 orang. BPK mencatat ada peserta dengan kepangkatan anomali sebanyak 176.743 orang. Selain itu, ada 70.513 peserta tanpa Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Akibatnya, saldo dana Tapera belum dapat dikelola dalam kontrak pengelolaan dana tapera (KPDT) dan dimanfaatkan secara optimal sebesar Rp754,59 miliar.
Karena itu, BPK merekomendasikan BP Tapera agar melakukan kerja sama pemutakhiran data. Ini dilakukan kepada para peserta, yakni pegawai negeri sipil (PNS) aktif dan/atau yang sudah tidak aktif.
Selain itu, BPK juga merekomendasikan komisioner BP Tapera untuk melakukan pemutakhiran data PNS yang masih aktif atau sudah pensiun agar tak terjadi data ganda. Barulah saldo peserta ganda itu dikoreksi, kemudian didistribusikan nilai hasil koreksinya kepada peserta lain sesuai ketentuan.