Jakarta (Riaunews.com) – Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menilai pemerintahan Jokowi kelabakan selama pandemi virus corona (Covid-19).
“Mereka ini agak kelabakan, memang kelabakan,” kata Fahri dalam diskusi yang diusung oleh Monitor melalui daring, Kamis (25/6/2020).
Fahri mengkritik dua persoalan di pemerintahan saat ini, yakni dapur dan operator yang digunakan Jokowi kurang maksimal. Hal ini menurutnya mengacaukan beberapa kebijakan yang diambil Jokowi.
“Jadi pemerintah ini dapur dan operatornya enggak mantap,” kata dia.
Baca: Jokowi disarankan libatkan Ma’ruf Amin, Fahri Hamzah: Galang persatuan, jangan berantem
Dapur yang dia maksud adalah orang paling dekat dengan presiden, setingkat menteri sekretaris negara, menseskab, hingga KSP sebagai lini pertama. Sementara lini kedua adalah kepala badan siber, badan intelijen, hingga TNI dan Polri.
“Ini dapur kalau bekerja dengan baik pasti akan bagus. Pasti apalagi kalau dicicipi pasti akan mengeluarkan kebijakan oke. Apalagi ini periode kedua,” kata dia.
Selain dapur, operator juga berpengaruh, yakni mereka yang menduduki menteri koordinator.
“Menko ini satu jabatan yang tidak ada di dalam Undang-undang. Tapi jabatan ini sebenarnya diberikan presiden melalui Kepres dia mau dipakai apa tidak dipakai itu terserah presiden. Nah, ada menko yang relevan ada yang tidak relevan,” kata Fahri.
Menurutnya, menteri-menteri Jokowi saat ini tak mampu mengatasi pandemi Covid-19 di Indonesia.
“Kalau kita lihat menteri-menteri yang di atas kertas memang agak menyedihkan. Bahkan ketika diserang oleh Covid kalau mereka itu jenderal, jenderal yang lari tunggang langgang. Yang tidak tampak di medan pertarungan,” kata dia.
Saat ini Jokowi memiliki empat menko. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Baca: MK tolak gugatan Din Syamsuddin dkk soal Uji Materi Perppu Corona Jokowi
Fahri juga menyoroti dua Menteri lain, yakni Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim.
Fahri menilai para pembantu Jokowi dalam kabinet tak suka banyak bicara. Bahkan orang yang tadinya senang bicara pun jadi irit bicara setelah menjadi menteri.
Salah satunya, Menko Polhukam Mahfud MD. Menurut Fahri, Mahfud termasuk orang yang banyak omong dan suka berdiskusi. Namun belakangan dia irit bicara.
“Kemarin itu kita masih agak segar karena ada Pak Mahfud MD yang suka ngomong, sekarang Pak Mahfud MD juga sudah jadi pendiam sepertinya,” kata dia.
Selain Mahfud, dia juga mengkritisi gaya bekerja Menko PMK Muhadjir Effendy yang dinilai kurang inisiatif. Padahal di masa pandemi Covid-19, Muhadjir seharusnya menjadi tameng utama dalam memerangi persoalan wabah.
“Harusnya isu Covid ini ada di tangan Menko Kesra (Menko PMK). Dia bertanggung jawab terhadap sektor kesehatan, kemiskinan, dia bertanggung jawab terhadap pendidikan dan semua sektor yang paling berat efeknya diterima oleh negara pasca Covid ini ada di sektor Menko Kesra,” kata dia.
“Tapi kita tidak terlalu lihat ada inisiatif yang kuat dari Menko Kesra untuk mengkoordinir ya,” lanjutnya.
Pada akhirnya karena tak ada inisiatif untuk mengkoordinasikan dengan baik, Menkes tampak kelabakan menghadapi Covid-19.
“Menteri-menteri yang seharusnya banyak ngomong itu pendiam. Menteri pendidikan itu saja sekarang jadi pendiam. Menkesnya saja sudah kabur,” katanya.
Baca: Sindir Luhut, Fahri: Kata Pak Jokowi bangsa kita bermental baja, jangan gampang tersinggung
Sementara Menko Maritim Luhut Pandjaitan justru sebaliknya. Hampir semua pekerjaan dikerjakan oleh Luhut meski hal itu bukan sektor yang harus dia urus.
“Padahal semuanya harus kerja dalam keadaan ini lebih dari 30 menteri itu harusnya punya kerjaan, kesibukan semua harus kerja siang malam tidak henti untuk situasi ini,” kata dia.
Sebelumnya, Jokowi mengingatkan bahwa ancaman virus corona di Indonesia belum berakhir. Ia pun meminta masyarakat disiplin menjalankan protokol kesehatan.
“Kita harus menyadari ancaman Covid-19 ini belum berakhir. Bahkan beberapa hari terakhir penambahan kasus positif Covid masih meningkat di beberapa daerah dan satu, dua, tiga provinsi masih tinggi angka positifnya,” ujar dia, dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Rabu (24/6).***