Jakarta (Riaunews.com) – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kembali mendapatkan tugas khusus dari Presiden Joko Widodo.
Kali ini Presiden Jokowi memerintahkan Luhut untuk mengurus minyak goreng di Jawa-Bali.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan keterlibatan Menko Marves dalam penanganan minyak goreng sebenarnya terlalu jauh, karena masih banyak urusan yang jauh lebih relevan seperti memastikan Tesla membangun pabrik di Batang di Jawa Tengah atau mendorong target realisasi investasi Rp1.200 T tahun 2022.
“Dua tugas itu sudah sangat berat, jadi tidak perlu ikut campur soal minyak goreng yang menjadi ranah Menko Perekonomian dan Kementerian Perdagangan, Perindustrian,” kata Bhima saat dihubungi suara.com, Rabu (25/5/2022).
Penunjukan Luhut pun kata Bhima menunjukkan bahwa kementerian teknis yang ditugaskan untuk mengatasi masalah ini tekah gagal menyelesaikan tugasnya.
“Ini berarti kementerian teknis gagal setelah uji coba berbagai kebijakan termasuk pelarangan ekspor CPO, kenapa menteri teknis nya tidak diganti?” Tanya Bhima.
Kondisi ini pun makin meyakinkan bahwa kredibilitas menteri teknis tidak becus dalam mengatasi masalah ini.
“Kredibilitas menteri teknis juga tercoreng karena kasus korupsi minyak goreng, sehingga pengusaha takut, pedagang juga tidak mau ikuti arahan mendag. Sebelum memberi penugasan ke Menko Marves, harusnya Presiden evaluasi dulu mendag dan menperin,” katanya.
Bhima menyebut, masuknya Menko Marves ada masalah serius bahkan sudah masuk lampu kuning di persoalan minyak goreng.
Padahal menurut Bhima, masalah distribusi minyak goreng curah cukup di atur oleh Perum Bulog saja, sehingga rantai pasok bisa dipangkas, dan harga bisa lebih wajar di level konsumen akhir.
“Tidak perlu berlebihan gunakan KTP untuk syarat pembelian minyak goreng, lagi pula yang jadi sasaran kan masyarakat berpendapatan rendah,” katanya.
“Ini bukan Pemilu atau kemarin karena terpaksa saat pandemi masyarakat harus download Peduli Lindungi. Konyol beli minyak goreng dengan KTP di negara produsen minyak goreng sawit terbesar didunia,” tambahnya.
Sehingga kata dia ide-ide liar semacam ini tidak menyelesaikan masalah mahalnya harga minyak goreng. Belum persoalan minyak goreng kemasan yang harganya masih diatas Rp26.000 per liter rata-rata nasional, karena acuan yang digunakan adalah mekanisme pasar.
“Paska regulasi pembukaan kran ekspor, harga CPO dipasar internasional naik 1,5 persen ke level 6.207 ringgit per ton bukan malah turun, yang jadi persoalan harga minyak kemasan akan semakin mahal kalau acuan pasar naik,” ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan diminta Presiden Jokowi untuk mengurus masalah minyak goreng di wilayah Jawa dan Bali.
“Pak Menko Maritim dan Investasi diminta Presiden untuk membantu memastikan ketersediaan dan distribusi minyak goreng sesuai dengan target di Pulau Jawa dan Bali,” kata Juru Bicara Menko Marves dan Investasi Jodi Mahardi.***