Jakarta (Riaunews.com) – Forum Komunikasi Aktivis Masjid (FKAM) membantah tudingan yang menganggap lembaga tersebut mengumpulkan dana untuk pembiayaan terorisme.
Lewat keterangan tertulis yang ditandatangani Ketua Umum Rahmat Wahyudi beserta pengurus lainnya pada Sabtu (19/12/2020), FKAM menyatakan jika semua dana yang masuk itu dicatat dan dilaporkan secara berkala kepada Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Kementerian Agama (Kemenag).
“Kami membantah keras berita tersebut dan menganggapnya sebagai fitnah yang keji kepada lembaga kami,” seperti dikutip dari keterangan tertulis FKAM.
FKAM menyatakan jika fokusnya adalah pada bidang dakwah dan kemanusiaan. Semua dana yang terkumpul pun disebut tercatat dengan baik dan tersalurkan kepada yang berhak menerimanya.
Berbagai aktivitas FKAM bisa disaksikan lewat akun media sosial berbagai platform seperti Facebook, Instagram, dan Twitter.
Dalam keterangannya, FKAM disebut berdiri pada 15 Juli 1998 oleh beberapa anak muda yang tidak berafiliasi kepada organisasi apapun. Organisasi ini semula bersifat lokal di Kota Surakarta.
Namun kemudian, FKAM berkembang ke berbagai daerah hingga sekarang. FKAM bahkan sempat mengemban tugas pertama sebagai Tim Kemanusiaan Ibu Negara Ani Yudhoyono dalam Tsunami Aceh.
Hampir setiap bencana besar di Indonesia SAR FKAM selalu mengirimkan tim, misal: Gempa Yogya, Gempa Padang, Tsunami Pangandaran, Erupsi Merapi, Erupsi Kelud, Banjir Demak, Gempa Lombok, Gempa Palu dan berbagai bencana di berbagai daerah lainnya.
“Semua SAR FKAM di cabang-cabang FKAM tergabung dengan BPBD daerah dalam menjalankan misi kemanusiaan tersebut.”
FKAM pun menyatakan jika sistem keuangan dan laporan lembaga diaudit oleh auditor independen dari tahun 2017,2018 dan 2019 dengan mendapatkan predikat wajar. FKAM juga melampirkan keterangan audit tersebut dalam siaran persnya.
Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono sebelumnya menjelaskan organisasi teroris Jamaah Islamiah (JI) mendapatkan sumber dana dari kotak-kotak amal yang disebar di berbagai tempat.
Mereka menggunakan beberapa nama yayasan agar tidak memancing kecurigaan masyarakat. Kotak-kotak amal yang disebar tidak memiliki ciri spesifik yang mengarah ke organisasi teroris.
Lewat kotak amal, mereka menggunakan nama yayasan resmi yang mencantumkan nama dan kontak yayasan, nomor SK Kemenkumham, Baznas dan Kemenag, serta melampirkan majalah yang menggambarkan program-program yayasan.
“Penempatan kotak amal mayoritas di warung-warung makan konvensional karena tidak perlu izin khusus dan hanya meminta izin dari pemilik warung yang biasanya bekerja di warung tersebut,” katanya.
Untuk mempertahankan legalitas yayasan tersebut, mereka tetap melaporkan jumlah pemasukan dari kotak amal setelah terlebih dahulu dipotong sejumlah tertentu untuk pemasukan organisasi JI.
“Sebelum dilaporkan atau audit sudah dipotong terlebih dahulu untuk alokasi jamaah, sehingga netto/ jumlah bersih yang didapatlah yang dimasukkan ke dalam laporan audit keuangan yang mana laporan keuangan tersebut yang nanti akan dilaporkan kepada BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) per semester agar legalitas kotak amal tetap terjaga,” kata mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya ini.
Dari penyelidikan Polri, metode kotak amal ini dilakukan dengan mencantumkan nama Yayasan Abdurrahman Bin Auf (ABA) dan FKAM. Sementara untuk metode pengumpulan langsung menggunakan nama Yayasan Syam Organizer (SO), One Care (OC), Hashi dan Hilal Ahmar. Dalam mengumpulkan dana, belum pernah ditemukan Jamaah Islamiyah menggunakan nama yayasan palsu.***