Polemik Kartu Prakerja, dari pelaksanaan hingga ‘sayonara’

Jakarta (Riaunews.com) – Pendaftaran program Kartu Prakerja gelombang 10 memang belum dibuka, meskipun sempat dijadwalkan pada hari ini, Kamis (24/9). Namun, gelombang 10 akan menjadi gelombang terakhir bagi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) atau masyarakat yang masih menganggur untuk mencicipi bansos ini di tengah pandemi virus corona.

Program Kartu Prakerja dibuka pertama kalinya pada 11 April 2020 lalu. Pemerintah menargetkan jumlah peserta yang mengikuti program tersebut 5,6 juta orang.

Baca: KPK minta pemerintah hentikan sementara Program Kartu Prakerja

Sejauh ini, jumlah peserta sudah mencapai 4,6 juta orang. Artinya, kuota Program Kartu Prakerja hanya tersisa 1 juta orang.

Dalam perjalanannya, program Kartu Prakerja banyak menuai kontra dari banyak pihak. Bahkan, kritik sudah datang sejak program ini belum diimplementasikan.

Bagaimana tidak? Semula, program ini bertujuan untuk menambah keterampilan calon pekerja dan korban PHK. Dengan keterampilan itu, mereka diharapkan bisa segera mendapatkan pekerjaan.

Pemerintah awalnya berencana memberikan pelatihan secara langsung (offline). Peserta akan mendapatkan fasilitas pelatihan gratis dan ongkos selama pelatihan.

Namun, pandemi corona mengubah segalanya. Pemerintah malah memanfaatkan program ini menjadi salah satu bantuan sosial bagi masyarakat, khususnya korban PHK yang terdampak pandemi.

Skema dan jumlah anggaran otomatis berubah. Sebagian anggaran biaya pelatihan yang ditetapkan Rp3 juta-Rp7 juta dialihkan untuk insentif kepada peserta.

Jumlah insentif peserta pun naik dari yang semula hanya Rp500 ribu menjadi Rp2,55 juta. Total dana yang didapat peserta mencapai Rp3,55 juta.

Dana itu terdiri dari biaya pelatihan sebesar Rp1 juta, insentif pasca pelatihan Rp600 ribu per bulan selama empat bulan, dan insentif survei sebesar Rp50 ribu untuk tiga kali.

Dengan demikian, anggaran program Kartu Prakerja meningkat tajam. Alokasi untuk program tersebut melonjak dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun.

Rinciannya, biaya untuk pelatihan sebesar Rp5,6 triliun, dana insentif sebesar Rp13,45 triliun, dana survei Rp840 miliar, dan dana project management office (PMO) Rp100 juta.

Baca: KPK tegaskan tak dilibatkan sejak awal Program Kartu Prakerja

Mekanisme pelatihan diubah total menjadi serba daring (online). Pemerintah bekerja sama dengan mitra kerja, seperti Skill Academy oleh Ruangguru, MauBelajarApa, Pintaria, Sekolah.mu, dan Pijar Mahir.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan skema program Kartu Prakerja sudah salah sejak awal. Seharusnya, pemerintah tak memaksakan program itu tetap berjalan di tengah pandemi covid-19.

Masalahnya, masyarakat tak membutuhkan pelatihan di tengah pandemi. Yang dibutuhkan adalah dana tunai untuk membeli ‘bumbu dapur’ agar tetap bertahan hidup.

“Program ini justru pemborosan. Ada dana birokrasi tambahan, padahal dana bisa dialihkan semua menjadi bantuan tunai,” imbuh Bhima kepada CNNIndonesia.com, Kamis (23/9) malam.

Terbukti, belum ada dampak yang positif dari pelaksanaan program Kartu Prakerja hingga saat ini. Bhima menilai pengaruhnya terhadap ekonomi nasional nihil.

“Hasilnya mana, tidak bisa dipertanggungjawabkan karena memang program ini dipaksakan untuk dijalankan sampai mau 10 gelombang. Ini kesalahan terbesar pemerintah,” ujar Bhima.

Seharusnya, jika memang ada dampak positif, peserta bisa mengimplementasikan ilmu yang didapat dari pelatihan. Misalnya, dengan menjadi wirausaha.

Bila wirausaha banyak tercipta, minimal jumlah pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) bertambah. Setelah itu, pemerintah bisa mendeteksi berapa omzet yang didapatkan dan perkembangan usaha dari peserta Kartu Prakerja.

Baca: KPK simpulkan Program Kartu Prakerja sarat konflik kepentingan

“Harusnya dampak ke ekonomi terasa 1 bulan setelah ikut pelatihan, ya minimal kuartal II 2020 atau kuartal III 2020 terasa. Tapi sejauh ini pemerintah juga tidak melaporkan,” terang Bhima.

Head Of Communication Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Louisa Tuhatu sebelumnya sempat mengungkapkan mayoritas peserta program Kartu Prakerja menjadi wirausaha atau membuka usaha sendiri.

Keputusan berwirausaha dibuat setelah ikut pelatihan Kartu Prakerja. Usaha itu antara lain, warung kopi, pembuatan kue, dan desain grafis. Hal tersebut sejalan dengan tingginya minat peserta terhadap pelatihan kategori penjualan dan pemasaran, F&B, dan lifestyle.

Namun, Bhima ada benarnya. Pemerintah belum bisa memaparkan bagaimana perkembangan dari usaha yang dibangun oleh peserta program Kartu Prakerja. Begitu juga dengan dampaknya, apakah memang sudah terasa terhadap ekonomi nasional atau belum.

“Pemerintah hanya melaporkan jumlah peserta Kartu Prakerja. Masyarakat bukan butuh itu, publik butuh output atau hasil dari program Kartu Prakerja,” jelas Bhima.

Bukan hanya itu, Bhima menilai program Kartu Prakerja rentan konflik kepentingan. Hal ini khususnya terhadap pemilihan mitra program pelatihan online Kartu Prakerja.

Baca: KPK dalami persoalan Program Kartu Prakerja

“Kasus mitra kerja pemerintah sampai mundurnya Staf Khusus Presiden yang juga CEO Ruangguru,” kata Bhima mengingatkan.

Diketahui, banyak pihak yang mengkritik Ruangguru menjadi salah satu mitra program pelatihan online Kartu Prakerja. Masalahnya, CEO Ruangguru Adamas Belva Syah Devara adalah Staf Khusus Presiden saat itu.

Beberapa pihak menduga pemerintah sengaja memilih Ruangguru karena Belva memiliki jabatan di Istana Kepresidenan. Kasus ini membuat Belva akhirnya mundur menjadi Staf Khusus Presiden.

Ia juga menyatakan bahwa dirinya tak ikut dalam pengambilan keputusan apapun dalam program Kartu Prakerja, termasuk besaran anggaran maupun mekanisme teknis pelaksanaan. Menurut Belva, itu semua menjadi keputusan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan PMO.

Hal itu terjadi pada April 2020 lalu. Selang beberapa bulan, tepatnya September 2020, Ruangguru memutuskan mundur dari kerja sama sebagai platform digital program Kartu Prakerja.

Head of Corporate Communications Ruangguru Anggini Setiawan menyatakan keputusan tersebut diambil semenjak dibukanya pendaftaran peserta Kartu Prakerja gelombang IV. Ia bilang Ruangguru ingin konsentrasi menjadi lembaga pelatihan.

Baca: Pemerintah ajak pembuat situs tandingan Kartu Prakerja gratis berkolaborasi

Dengan keputusan itu, Ruangguru tak lagi menjadi mitra kerja platform digital program Kartu Prakerja, melainkan hanya menjadi lembaga pelatihan yang materi online-nya tetap dapat diakses oleh peserta.

Sementara, Ekonom Core Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan masalah lain dari pelaksanaan program Kartu Prakerja adalah insentif yang sempat gagal cair. Hal itu terungkap lewat keluhan sejumlah peserta di kolom komentar akun Instagram resmi program Kartu Prakerja, yakni @prakerja.go.id.

“Gagal cair insentif ini tidak boleh terjadi lagi,” ucap Yusuf.

Berdasarkan catatan CNNIndonesia.com, salah satu keluhan datang dari pemilik akun Instagram @andinimarisaandini. Ia melaporkan jika insentifnya gagal cair.

Serupa, Erwin Hadi Wijaya pemilik akun @genkpazt juga mengaku telah menyelesaikan seluruh proses yang menjadi prasyarat menerima insentif. Namun, insentif sempat tak bisa dicairkan.

Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari pun buka suara. Ia mengatakan kegagalan pencairan insentif disebabkan permasalahan teknis, seperti perbedaan NIK peserta dengan akun rekening bank maupun e-wallet, sehingga membuat pencairan insentif terkendala.

Selanjutnya, Yusuf juga menyoroti status peserta program Kartu Prakerja. Menurutnya, pemerintah seharusnya benar-benar fokus pada korban PHK.

Baca: KPPU cium persaingan tak sehat di Kartu Prakerja Jokowi

Apalagi, jumlah korban PHK akibat pandemi bertambah signifikan. Jika program ini dimaksudkan untuk membantu korban PHK, seharusnya pemerintah memberikan kuota khusus bagi masyarakat yang terkena PHK.

“Setahu saya Kartu Prakerja dibuka luas, semua bisa daftar kemudian diseleksi. Ini seharusnya bisa jadi perhatian terkait siapa yang menjadi prioritas atau kelompok yang seharusnya mendapatkan fasilitas Kartu Prakerja ini,” terang Yusuf.

Yusuf menyatakan pemerintah masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki kesalahan tersebut. Ia menyarankan agar pemerintah memberikan banyak kuota untuk korban PHK di gelombang 10.

Hal itu juga akan memberikan kesan yang tak terlalu buruk terhadap program Kartu Prakerja di akhir gelombang pendaftaran. Minimal, sebagian besar dari anggaran jumbo Kartu Prakerja sebesar Rp20 triliun bisa mengalir untuk masyarakat yang menjadi korban PHK.

“Gelombang 10 prioritas PHK saja. Jadi program ini bisa jadi bantalan untuk daya beli masyarakat yang kehilangan pekerjaan selama pandemi,” pungkas Yusuf.***

 

Sumber: CNN Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *