Selasa, 26 November 2024

Agar Penista Agama Tak Merajalela

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Youtuber Muhammad Kece dinilai telah menghina Islam.

Oleh : Alfiah, S.Si

Ada-ada saja kelakuan si Kece. Di tengah pandemi di mana rakyat masih berjibaku dengan sulitnya ekonomi dan ibadah yang kian dibatasi, ia dengan pongah menghina secara membabi buta Nabi yang mulia, Muhammad SAW dan kesempurnaan ajaran Islam. Ia lupa kalau pernah menjadi seorang muslim. Pernyataan-pernyataannya yang kontroversial di kanal you tube miliknya sungguh sangat melukai hati umat Islam.

Dalam video yang diunggahnya pada 25 Juli 2021 misalnya, Kece mengejek Habib Rizieq Syihab yang dihukum karena melanggar peraturan pemerintah RI. Kece juga menyebut bahwa agama Islam hanyalah agama politik dari Arab. Ia menghina tradisi lempar jumrah yang dilakukan oleh jemaah haji saat beribadah di Mina. Di mata Kece, tradisi tersebut tidak masuk akal. Ia juga menyebut bahwa ajaran Nabi Muhammad hanyalah mitos.

Tidak sampai di situ, ia bahkan menyebut kalau Nabi Muhammad SAW tidak bisa menyelamatkan umat dan juga pengikut jin. Dia juga menyebut bahwa Islam hanya sekadar jalan politik untuk mencari makan. Hanya orang dungu yang tidak berang dengan celotehan-celotehan ngawur penista agama ini. Hanya orang yang sesat pikir yang menganggap wajar argumen rusak Kece. Meski akhirnya Kece ditangkap, namun tetap harus ada hukum yang tegas yang memberi efek jera, agar penistaan agama tak terulang lagi.

Hukuman Bagi Penista Nabi dan Ajaran Islam

Menghina Nabi ﷺ adalah tindakan kekafiran, dapat menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. Baik dilakukan serius maupun dengan bercanda. Allah ﷻ berfirman,

وَلَئِن سَأَلۡتَهُمۡ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلۡعَبُۚ قُلۡ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمۡ تَسۡتَهۡزِءُونَ

Jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (QS. At-Taubah: 65)

Saat orang-orang munafik yang menghina Nabi itu menyanggah, bahwa mereka melakukan itu hanya sekedar bercanda, Allah menjawab,

لَا تَعۡتَذِرُواْ قَدۡ كَفَرۡتُم بَعۡدَ إِيمَٰنِكُمۡۚ

Tidak perlu kalian mencari-cari alasan, karena kalian telah kafir setelah beriman. (QS. At-Taubah : 66)

Para ulama sepakat (ijma’), bahwa orang yang mengina Nabi, layak mendapat hukuman mati. Mari kita simak keterangan Syaikhul Islam al-Harrani dalam kitabnya as-Sharim al-Maslul,

وقد حكى أبو بكر الفارسي من أصحاب الشافعي إجماع المسلمين على أن حد من سب النبي صلى الله عليه و سلم القتل كما أن حد من سب غيره الجلد

Abu bakr al-Farisi, salah satu ulama syafiiyah menyatakan, kaum muslimin sepakat bahwa hukuman bagi orang yang menghina Nabiﷺ adalah bunuh, sebagaimana hukuman bagi orang yang menghina mukmin lainnya berupa cambuk.

Selanjutnnya Syaikhul Islam menukil keterangan ulama lainnya,

قال الخطابي : لا أعلم أحدا من المسلمين اختلف في وجوب قتله؛

Al-Khithabi mengatakan, “Saya tidak mengetahui adanya beda pendapat di kalangan kaum muslimin tentang wajibnya membunuh penghina Nabi ﷺ.”

وقال محمد بن سحنون : أجمع العلماء على أن شاتم النبي صلى الله عليه و سلم و المتنقص له كافر و الوعيد جار عليه بعذاب الله له و حكمه عند الأمة القتل و من شك في كفره و عذابه كفر

Sementara Muhammad bin Syahnun juga mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa orang yang mencela Nabiﷺ dan menghina beliau statusnya kafir. Dan dia layak untuk mendapatkan ancaman berupa adzab Allah. Hukumnya mennurut para ulama adalah bunuh. Siapa yang masih meragukan kekufurannya dan siksaan bagi penghina Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berarti dia kufur.”

Berulangnya penistaan terhadap Nabi Muhammad SAW dan ajaran Islam selama ini membuktikan bahwa hukuman yang selama ini berlaku tidak memberikan efek jera bagi pelakunya. Maraknya berbagai penodaan terhadap agama dam penghinaan terhadap ulama juga mengkonfirmasi gagalnya negara dalam melindungi kehidupan beragama. Sudah saatnya kita kembali kepada sistem yang qdil dan membawa rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam bi ash shawab.***

Penulis sorang pemerhati masalah sosial

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *