Senin, 25 November 2024

Penundaan Pemilu, Apakah untuk Kepentingan Rakyat?

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Khadijah Nelly, M.Pd.

Oleh: Khadijah Nelly, M.Pd.

Pesta lima tahunan pemilihan pemimpin negara masih dua tahun lagi akan diselenggarakan. Namun gemanya, kehebohan dan beritanya sudah marak di awal tahun 2022 ini. Hingga perang baliho bakal calon yang diusung untuk mengikuti kompetisi pun bertebaran di mana-mana. Parahnya di tengah persiapan menghadapi pemilu lima tahunan tersebut, kini muncul wacana penundaan pemilu tersebut.

Seperti kabar terbaru, sejumlah politikus maupun petinggi dari Partai koalisi pemerintah mulai bersuara sebut saja parta Golkar, PAN dan PKB yang menyatakan dan mengusulkan pemilu yang seyogianya dilaksanakan tahun 2024 agar ditunda. Menurut mereka dengan adanya penundaan pemilu agar menjadi momentum perbaikan ekonomi dan tidak terjadi stagnasi.

Mereka juga menyampaikan bahwa wacana penundaan pemilu tersebut adalah dari aspirasi rakyat. Mengingat perekonomian negara yang belum stabil akibat Covid-19. Maka pemerintah harus lebih konsentrasi untuk memulihkan kondisi perekonomian negara, bukan malah mengurus pemilu.

Terang saja wacana penundaan pemilu yang digemakan para politikus partai tersebut banyak mendapat tanggapan dan kritikan. Salah satunya datang dari mantan wakil presiden, Jusuf Kalla. Ia mengatakan penundaan pemilu dari waktu yang ditentukan akan melanggar konstitusi dan sangat rawan memicu konflik (4/22).

Hal senada juga disampaikan ketua umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), beliau menegaskan bahwa usulan itu tidak logis karena bertantangan dengan konstitusi. Lebih lanjut AHY menilai ada segelintir orang yang ingin melanggengkan atau takut kehilangan kekuasaannya (27/22).

Sementara itu pakar hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan dari pernyataan petinggi partai yang menyampaikan upaya-upaya perpanjangan masa jabatan ini adalah pelanggaran konstitusi yang bisa mengarah sistem monarki. Kata Feri Amsari dalam diskusi bertajuk tolak penundaan pemilu 2024 secara daring pada Sabtu 26 Februari 2022.

Ya, dengan adanya wacana penundaan pemilu ini memang perlu untuk dikritisi dan dipertanyakan. Ada apa dan untuk kepentingan siapa? benarkah untuk pemulihan ekonomi, adakah penundaan pemilu ini untuk kepentingan rakyat?

Sebab terlihat sangat jelas menurut para pengamat, adanya wacana penundaan pemilu ini syarat dengan berbagai kepentingan elit politik. Bisa jadi juga ini merupakan cara yang digulirkan elit partai bukan untuk kepentingan rakyat tetapi demi memperpanjang masa jabatan yang bisa jadi hanya akan menguntungkan mereka. Dan sekaligus menambah waktu menyiapkan diri berkontestasi untuk kursi kekuasaan berikutnya. Sementara itu pihak oposisi menolak wacana tersebut karena tidak ingin kehilangan kesempatan meraih kursi kekuasaan di pemilu 2024 mendatang.

Inilah ironi dan wajah buruk dari sistem demokrasi. Yang hanya akan melahirkan dan mencetak para elit politik minim empati para derita rakyat, tapi lebih mementingkan bagi diri dan kelompoknya. Malah kemaslahatan umat tidak lagi menjadi prioritas untuk diperjuangkan oleh para pemilik kekuasaan.

Pemilu yang ditopang oleh sistem demokrasi hanya akan melahirkan pemimpin yang tidak amanah. Dapat dipastikan pejabat yang lahir dari sistem pemilu demokrasi ini tidak akan pernah terpikir untuk melayani umat, kecuali hanya sedikit yang itupun hanya untuk politik pencitraan.

Disinilah perlu kiranya pembenahan dan evaluasi menyeluruh terhadap sistem perpolitikan di negeri ini. Harus ada paradigma baru yang mesti dirubah demi kemaslahatan rakyat dan bangsa ini ke depannya. Jika mencontoh dan mentauladani bagaimana Rasulullah dan para khulafaur rhasiddin memimpin negara, maka akan didapati sederhananya pemilu dalam Islam sehingga tidak memerlukan biaya fantastis.

Dalam pemilu sistem Islam, tidak perlu ada dana kampanye, pasang baliho dan relawan ataupun pencitraan dengan seribu janji yang minim realisasi. Kepala negara yang terpilih dan diangkat memimpin negara tentu yang amanah, bertanggunghawab dan benar-benar fokus mengurusi urusan rakyat. Sebab takwa pilar utama, dan pemimpin sadar bahwa kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT kelak di akhirat.

Inilah gambaran kepemimpinan dalam Islam. Pemilu hanyalah cara untuk memilih pemimpin dengan biaya murah, mudah, cepat, dan minim kecurangan seperti kolusi, korupsi dan nepotisme. Pemimpin dalam Islam yang terpilih adalah yang berkualitas, memiliki kafabilitas dan jelas soleh. Dengan ketakwaannya pemimpin tersebut hanya takut pada Allah dan tentu hanya akan menerapkan hukum dan aturan Allah SWT yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam.***

Akademisi dan Pemerhati Sosial Masyarakat

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *