Jakarta (Riaunews.com) – Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) tidak setuju pembelajaran jarak jauh (PJJ) bagi pelajar di seluruh Indonesia yang saat ini masih berlangsung seiring dengan pandemi Covid-19. Apalagi rencananya pembelajaran model ini akan dijadikan permanen.
Ketua Umum Pengurus Besar PGSI Mohamad Fatah Yasin, Senin (7/7) mengatakan, rencana itu sedang disiapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan menyiapkan kurikulum pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan modul pembelajaran.
Baca: Ide Nadiem menggandeng Netflix dikecam KPI, dihadang Kominfo dan Menkeu
Saat mendengar kabar tersebut, Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) menyatakan tidak setuju. Karena untuk kondisi normal (tanpa Covid-19), PGSI tidak setuju. Kecuali pada masa saat sudah disiapkan semuanya.
PJJ yang sedang berlangsung saat ini, sebenarnya masih banyak kekurangan. Seperti ketersediaan internet, alat telekomunikasi atau telepon pintar dan listrik. Kemendikbud juga mengakui hal itu.
“Kalau PJJ mau dipaksakan (dilaksanakan permanen), maka harus menerapkan secara random. Itu pun harus disiapkan betul fasilitas dan perangkatnya. Termasuk kesiapan guru melalui diklat,” kata Mohamad Fatah.
PGSI meminta, tambahnya, Kemendikbud tidak gegabah mempermanenkan PJJ. Secara umum, pendidikan di Indonesia belum siap melaksanakannya. Itu dapat dibuktikan di sejumlah sekolah yang berada di pedesaan atau pedalamaan. Mereka cenderung kalang kabut ketika pemerintah memberlakukan belajar daring atau online.
“Kalau melihat pengalaman di masa pandemi ini, banyak sekolah yang belum siap. Terutama yang di desa-desa,” tambahnya.
Jika PJJ tetap diberlakukan permanen, lanjut Fatah Yasin, maka kualitas output pelajar di Indonesia tidak maksimal.
Baca: Menurut Nadiem, di zona hijau sekolah dibuka namun hanya diisi 18 siswa
Dicontohkan, sekolah terbuka dengan sistem belajar jarak jauh. Mereka hanya menerima ijazah tetapi tidak spesifik mendapatkan materi pelajaran.
Makanya, rencana PJJ permanen ini harus dibahas secara matang. Siswa jangan sampai menjadi korban, karena akan berakibat pada nasib anak bangsa ke depannya.***