Jember (Riaunews.com) – DPRD Kabupaten Jember sepakat mengusulkan pemberhentian Bupati Jember, Farida, dalam rapat paripurna hak menyatakan pendapat, Rabu (22/7/2020). Anggota DPRD sebelumnya telah menggunakan hak interpelasi dan hak angket terhadap Faida.
“Keberadaan bupati sudah tidak diinginkan oleh DPRD Jember selaku wakil rakyat,” kata Ketua DPRD Jember, Itqon Syauqi usai rapat paripurna hak menyatakan pendapat di DPRD Jember, dikutip dari Antara.
Syauqi menyatakan hak menyatakan pendapat merupakan tindak lanjut dari dua hak yang sudah dilakukan oleh DPRD Jember. Menurutnya rekomendasi dewan saat melayangkan hak interpelasi dan angket diabaikan Faida.
“Kami menganggap bupati telah melanggar sumpah jabatan, melanggar peraturan perundang-undangan, sehingga DPRD bersikap melalui hak menyatakan pendapat kompak bahwa bupati dimakzulkan,” ujarnya.
Politikus PKB Jember itu menyadari DPRD secara administratif tidak bisa memberhentikan bupati. Menurutnya yang bisa memecat adalah Menteri Dalam Negeri melalui fatwa Mahkamah Agung.
“Kami akan meminta fatwa kepada Mahkamah Agung, sehingga kami akan meminta fatwa MA terkait keputusan paripurna itu,” katanya.
Sementara itu, Faida tidak hadir dalam rapat paripurna hak menyatakan pendapat. Namun, ia mengirimkan jawaban secara tertulis pendapatnya perihal usul hak menyatakan pendapat DPRD Jember sebanyak 21 halaman.
Jawaban Faida
Dalam surat jawaban itu, ada tiga poin yang disampaikan Faida yakni perihal konsekuensi hasil rapat koordinasi dan asistensi penyelesaian permasalahan pemerintahan di Jember yang melibatkan kepala daerah dan DPRD.
Kemudian pemenuhan aspek prosedural/aspek formil usul hak menyatakan pendapat oleh DPRD Jember, dan pendapat bupati Jember perihal materi yang menjadi alasan pengajuan hak menyatakan pendapat DPRD Jember.
“Hak menyatakan pendapat bukanlah hak yang sifatnya bebas, melainkan hak yang dalam pelaksanaannya terikat kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur penggunaan hak tersebut,” kata Faida.
Faida menyebut hak menyatakan pendapat diatur dalam Pasal 78 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
Bleid tersebut tertulis pengusulan hak menyatakan pendapat disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit, materi dan alasan pengajuan usulan pendapat serta materi hasil pelaksanaan hak interpelasi dan atau hak angket.
“Surat DPRD Jember yang kami terima tak memiliki lampiran dokumen materi dan alasan pengajuan usulan pendapat seperti yang diatur dalam aturan tersebut,” ujarnya.
Dalam surat jawaban tersebut, Faida mengaku telah melakukan semua rekomendasi Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dengan mencabut belasan keputusan bupati dan mengembalikan para pejabat yang diangkat dalam jabatan pada 3 Januari 2018.
Faida sempat berencana menghadiri rapat paripurna hak menyatakan pendapat melalui video conference. Namun, 45 anggota DPRD Jember yang hadir dalam rapat menolak usulan video conference tersebut dan memintanya hadir secara fisik.
Diiringi Demo
Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Jember (AMJ) mendukung DPRD Jember menggunakan hak menyatakan pendapat dengan menggelar demonstrasi di bundaran DPRD Jember.
Aksi massa yang dipimpin K.H. Syaiful Rijal (Gus Syef) berkumpul di lapangan Talangsari. Mereka berjalan menuju bundaran DPRD Kabupaten Jember dengan membawa sejumlah poster yang berisi kecaman terhadap Faida.
“Kami sangat mendukung sepenuhnya DPRD Kabupaten Jember menjalankan hak menyatakan pendapat untuk memakzulkan Bupati Jember Faida,” kata koordinator aksi, Kustiono Musri.
Menurut Kustiono, penggunaan dua hak konstitusi DPRD Kabupaten Jember, yakni hak interpelasi dan hak angket, tidak membuat Faida berbenah untuk memperbaiki hubungan dengan lembaga legislatif sebagai mitranya dalam menjalankan pemerintahan.
“Faktanya Pemkab Jember di bawah kendali Bupati Faida justru makin berjalan sendiri dan mengabaikan eksistensi lembaga legislatif tersebut,” ujarnya.
Kustiono menjelaskan persyaratan untuk membahas APBD 2020 agar bupati mematuhi dan menjalankan terlebih dahulu perubahan KSOTK sesuai dengan Surat Mendagri dan Gubernur Jawa Timur tak juga dijalankan sehingga Perda APBD 2020 makin mustahil disepakati bersama.
“Makin parah dengan adanya pandemi Covid-19 karena perencanaan anggaran penggunaan APBD yang hanya berdasarkan peraturan bupati praktis tanpa peran DPRD sama sekali, bahkan dewan tidak diberi tembusan terkait dengan anggaran dana COVID-19,” katanya.
Kustiono menyebut banyak fakta keburukan, kegagalan, pelanggaran, dan segala karut-marut sejak kepemimpinan Faida. Apalagi, BPK memberikan disclaimer atau tidak menyatakan pendapat terhadap pengelolaan keuangan APBD 2019.
“Dengan demikian, kami menilai kepemimpinan Bupati Faida dinilai telah gagal menjalankan amanat rakyat untuk mengelola triliunan rupiah uang negara semata-mata demi kesejahteraan rakyat Jember,” ujarnya.
Polisi melakukan pengamanan secara ketat terhadap aksi unjuk rasa dengan memberi kawat berduri sepanjang Gedung DPRD Jember agar massa tidak masuk ke dalam gedung dewan. Sekitar 1.000 personel gabungan Polri dan TNI mengamankan pelaksanaan sidang paripurna hak menyatakan pendapat sekaligus demonstrasi masyarakat di DPRD Jember.***