Mojokerto (Riaunews.com) – Kasus dugaan pemerkosaan siswi TK oleh tiga bocah berusia 8 tahun di Dlanggu, Mojokerto sempat dimediasi oleh pemerintah desa setempat.
Pengacara korban, Krisdiyansari menyebutkan kasus yang melibatkan korban dan pelaku anak-anak sudah sempat dimediasi oleh pemerintah desa. Bahkan, mediasi itu sudah sempat dilakukan selama dua kali.
“Ini sudah dua kali dimediasi oleh pemerintah desa setempat. Tanggal 9 dan 16 Januari lalu. Tetapi mediasi tidak mencapai titik temu. Sehingga proses hukum terus berjalan,” kata Krisdiyansari, Kamis (19/1/2023).
Krisdiyansari menyebutkan bahwa anak perempuan berusia 6 tahun siswi salah satu TK di Kecamatan Dlanggu itu mengaku sudah lima kali diperkosa salah seorang pelaku. Ketiga pelaku itu adalah bocah tetangga korban yang juga tinggal di kawasan Dlanggu.
Sontak ibu korban yang geram melabrak orang tua bocah terduga pelaku. Selanjutnya, ibu korban melaporkan apa yang dialami putrinya ke P2TP2A Mojokerto pada Selasa (10/1). Tak cukup itu orang tua korban juga melaporkan hal itu ke Polres Mojokerto.
“Hasil visum terhadap korban di RSUD Prof dr Soekandar memang menyatakan ada luka akibat memaksakan benda masuk ke dalam alat kelamin korban,” ungkap Krisdiyansari.
Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Gondam Prienggondhani membenarkan pihaknya telah menerima laporan dari orang tua korban.
Kasus dugaan persetubuhan dengan korban dan pelaku anak-anak ini masih diselidiki Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA).
“Iya benar, masih dalam proses penyelidikan,” tandasnya.
Korban sempat menceritakan kepada psikolog yang melakukan pemeriksaan terhadap dirinya bahwa pemerkosaan itu sudah lima kali dia alami, dan dilakukan salah satu bocah terduga pelaku. Sedangkan dua terduga pelaku lain hanya terlibat pada tanggal 7 Januari 2023.
“Yang empat kali sepanjang 2022 di rumah salah seorang pelaku persis di sebelah rumah korban. Ketika kedua orang tua pelaku bekerja jualan sayur sehingga tidak ada orang di rumah,” ujar Krisdiyansari.
Krisdiyansari menjelaskan bahwa saat ini korban masih enggan sekolah karena malu. Anak perempuan berusia 6 tahun itu sangat membutuhkan trauma healing.
“Sekarang korban tidak sekolah lagi karena teman-temannya sudah pada tahu. Psikolog cuma pemeriksaan, kalau sampai terapi belum ada,” cetusnya.***