Rabu, 1 Mei 2024

Mantan Sekdaprov Riau Yan Prana Jaya Bebas

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Mantan Sekdaprov Riau, Yan Prana Jaya, bebas dari tahanan pada Rabu (24/8/2022).

Pekanbaru (Riaunews.com) – Mantan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau Yan Prana Jaya Indra Rasyid bebas dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru, Rabu (24/8/2022). Yan Prana mendapatkan pembebasan bersyarat.

Yan Praja terlibat korupsi anggaran rutin di Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Siak tahun anggaran 2013-2017. Ketika itu Yan Praja menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak.

“Benar. Bebas hari ini,” ujar Humas Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Riau, Koko Syawaluddin Sitorus ketika dikonfirmasi, Rabu malam, sebagaimana dilansir Cakaplah.com.

Hal yang sama juga dibenarkan Kepala Rutan Kelas I Pekanbaru, M Lukman. Ia mengatakan Yan Prana sudah kembali ke rumah. “Iya, betul. Yan Prana sudah bebas hari ini dan sudah bisa kembali ke rumah,” cakapnya.

Kebebasan Yan Prana juga dibenarkan oleh penasehat hukumnya, Alhendri Tanjung dan Denny Azani B Latif. “Alhamdulillah, Pak Yan Prana sudah bebas. Sudah di rumah,” kata Alhendri.

Baca: Divonis Oktober 2021, Mantan Sekdaprov Riau Yan Prana Baru Diberhentikan Tidak Hormat Juni 2022

Yan Prana sudah menjalani masa hukuman sekurang-kurangnya dua pertiga dari masa pidananya. Sesuai ketentuan undang-undang, dia berhak mendapatkan bebas bersyarat. “Bebas bersyarat, masa hukuman berakhir Desember,” tutur Alhendri.

Alhendri menjelaskan, Yan Prana bebas setelah permohonan Pembebasan Bersyarat (PB) yang diajukan dikabulkan. Semua persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan PB juga sudah dipenuhi oleh Yan Prana sesuai persyaratan yang ditentukan Kemenkumham.

Menurut Alhendri, pembebasan tersebut sudah diurus sejak dua bulan lalu. Uang pengganti yang dibebankan oleh pengadilan kepada Yan Prana juga sudah dibayarkan, begitu juga syarat-syarat lainnya.

“Semua prosedur sudah dilakukan. Bebas setelah melengkapi semua syarat. Alhamdulillah,” ucap Alhendri.

Untuk diketahui di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis (29/7/2021), majelis hakim yang diketuai Dahlan menghukum Yan Prana dengan pidana penjara 3 tahun, denda Rp50 juta atau subsider 3 bulan kurungan badan.

Hakim menyatakan Yan Prana Jaya bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Majelis hakim dalam amar putusannya menyebutkan, Yan Prana tidak terbukti melakukan korupsi dana perjalanan dinas. Yan Prana Jaya tersebut hanya terbukti melakukan penyimpangan anggaran Alat Tulis Kantor (ATK), dan makan minum.

Hukuman itu lebih ringan satu tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang meminta Yan Prana dihukum 7 tahun 6 bulan, denda Rp300 juta subsidair 6 bulan kurungan. JPU juga menghukum Yan Prana membayar uang pengganti kerugian negara Rp2.896.349.844 atau subsider kurungan badan selama 3 tahun.

JPU menjerat Yan Prana dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Tidak terima JPU mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Riau. Namun, permohonan JPU ditolak, hukuman Yan Praja dikurangi 1 tahun. Hakim tinggi memvonis Yan Prana 2 tahun penjara, denda Rp50 juta subisdair 3 bulan kurungan.

Kemudian JPU mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Lagi-lagi, permohonan tersebut ditolak. Hukuman terhadap Yan Prana menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Riau.

JPU dalam dakwaannya menyebut, Yan Prana Jaya bersama-sama Donna Fitria (perkaranya diajukan dalam berkas perkara terpisah) dan Ade Kusendang, serta Erita, sekitar Januari 2013 hingga Desember 2017 melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain sebesar Rp2.896.349.844,37.

Berawal pada Januari 2013, saat terjadi pergantian bendahara pengeluaran dari Rio Arta kepada Donna, terdakwa Yan Prana yang ketika itu menjabat Kepala Bappeda Siak mengarahkan untuk melakukan pemotongan biaya sebesar 10 persen dari setiap pelaksanaan kegiatan perjalanan dinas.

Donna Fitria sebagai bendahara pengeluaran, lantas melakukan pemotongan anggaran perjalanan dinas Bappeda Kabupaten Siak tahun anggaran 2013 sampai dengan Maret 2015 pada saat pencairan anggaran SPPD setiap pelaksanaan kegiatan.

Besaran pemotongan berdasarkan total penerimaan yang terdapat dalam Surat Pertanggungjawaban (SPj) perjalanan dinas sebesar 10 persen. Uang yang diterima masing-masing pelaksana kegiatan, tidak sesuai dengan tanda terima biaya perjalanan dinas.

Pemotongan anggaran perjalanan dinas sebesar 10 persen tersebut dilakukan setiap pencairan. Uang dikumpulkan dan disimpan Donna selaku bendahara pengeluaran di brangkas bendahara, Kantor Bappeda Kabupaten Siak

Donna Fitria, mencatat dan menyerahkan kepada terdakwa Yan Prana secara bertahap sesuai dengan permintaannya. Akibat perbuatan terdakwa Yan Prana negara dirugikan Rp2.895.349.844,37.

Tidak hanya perjalanan dinas, dalam kasus ini juga terjadi penyimpangan dalam mengelola anggaran atas kegiatan pegadaan alat tulis kantor (ATK) pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2015 sampai dengan TA 2017 dan melakukan pengelolaan anggaran makan minum pada Bappeda Kabupaten Siak TA 2013 – 2017.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *