Yalimo (Riaunews.com) – Kapolda Papua Irjen Pol Mathius D Fakhiri mengakui adanya pembakaran yang dilakukan massa pendukung dari pasangan calon nomor urut 1, yakni Erdi Dabi-Jhon Wilil karena tidak menerima hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilkada Kabupaten Yalimo.
“Memang benar sekelompok massa pendukung yang diduga dari pasangan calon 1 yakni Erdi Dabi-Jhon Wilil, Selasa sore, sekitar pukul 16.00 WIT, melakukan aksi pembakaran berbagai gedung pemerintahan dan umum,” kata Mathius D Fakhiri di Jayapura, Selasa (29/6/2021) malam seperti dikutip dari Antara.
Aksi pembakaran fasilitas umum hingga pemerintah, kata dia, diduga dilakukan massa usai putusan MK atas sengketa pilkada di Yalimo.
Dia menjelaskan, pembakaran itu dilakukan para pendukung paslon 1, setelah menyaksikan jalannya sidang putusan sengketa pilkada di MK yang disiarkan daring.
Berdasarkan laporan yang diterima, terungkap fasilitas pemerintah yang dibakar beberapa di antaranya adalah Kantor DPRD Yalimo, kantor Bawaslu, kantor KPU, Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, dan Kantor BPD Papua.
Tidak ada korban jiwa dalam dalam aksi tersebut. Namun, sambungnya, massa juga melakukan pemalangan terhadap akses jalan masuk ke Yalimo Ia mengaku masih menunggu laporan perkembangan situasi di wilayah itu.
Belum ada penjelasan dari pihak paslon yang diduga massa pendukungnya melakukan aksi pembakaran di Yalimo pascaputusan MK itu.
Sebagai informasi, MK sebelumnya memutuskan mendiskualifikasi paslon Pilbup Yalimo Erdi Dabi-John Wilil. Putusan majelis hakim konstitusi tersebut dibacakan Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan yang disiarkan daring, Selasa (29/6/2021).
Dalam putusan tersebut, selain mendiskualifikasi paslon Erdi Dabi-John Wilil dalam pelaksanaan Pilkada Yalimo, MK pun memerintahkan pelaksanana pemungutan suara ulang dengan diikuti Pasangan Calon Nomor Urut 2 (Lakius Peyon-Nahum Mabel) sepanjang tetap memenuhi syarat pencalonan, dan membuka kesempatan bagi pasangan calon baru termasuk memberikan kesempatan bagi John Wilil sepanjang memenuhi persyaratan.
“Memerintahkan pemungutan suara ulang dimaksud harus sudah dilakukan dalam tenggang waktu 120 (seratus dua puluh) hari kerja sejak putusan ini diucapkan, dan menetapkan serta mengumumkan hasil pemungutan suara ulang, dan melaporkan hasilnya kepada Mahkamah Konstitusi dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah penetapan hasil rekapitulasi hasil pemungutan suara ulang,” demikian salah satu kutipan poin dari putusan MK.***