Jakarta (Riaunews.com) – Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menyita perhatian publik dengan upaya mempromosikan Ivermectin sebagai penyembuh Covid-19.
Manuver Moeldoko terkait Ivermectin dimulai awal bulan ini. Moeldoko menggunakan atribusi sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) saat bicara Ivermectin.
Ia mengaku mengirim sejumlah dosis Ivermectin ke Kudus, Jawa Tengah yang sedang mengalami lonjakan kasus Covid-19. Bupati Kudus HM Hartopo mengaku menerima 2.500 dosis Ivermectin untuk disebar ke sejumlah rumah sakit dan puskesmas.
Moeldoko sempat mendapat teguran dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Mereka mewanti-wanti bahaya penggunaan Ivermectin secara bebas. Namun Moeldoko tak berhenti menyokong Ivermectin. Ia juga memberi beberapa pernyataan guna meyakinkan publik terhadap khasiat obat tersebut.
“Menurut FLCCC Alliance sudah ada 33 negara yang menggunakan Ivermectin dalam mengatasi Covid-19, antara lain Brazil, Zimbabwe, Jepang, dan India,” ungkap Moeldoko dalam sebuah webinar, Senin (28/6/2021).
Front Line COVID-19 Critical Care (FLCCC) Alliance adalah kelompok petugas medis di Amerika Serikat yang menangani covid-19. FLCCC memang kerap mengampanyekan penggunaan ivermactin untuk penyembuhan covid-19.
Gencarnya Moeldoko menganjurkan penggunaan Ivermactin dipertanyakan karena dinilai di luar kewenangannya sebagai KSP.
Analis Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai KSP tidak dalam ranah mendukung produk medis dalam penanganan pandemi.
Trubus memahami Moeldoko bicara dengan posisi sebagai Ketua Umum HKTI. Namun, ia mengingatkan jabatan Moeldoko sebagai KSP akan selalu melekat.
“Pak Moeldoko ini telah offside, menginformasikan sesuatu yang bukan bidangnya dan belum ada legalitasnya,” kata Trubus saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (29/6).
Dia berpendapat Moeldoko sibuk melakukan manuver politik pribadi. Ia kembali mengungkit soal KLB Demokrat yang digelar Moeldoko meski ia orang luar partai. Trubus mengatakan Moeldoko sebagai KPS seharusnya fokus menyuplai rumusan kebijakan kepada presiden.
“Selama ini kan langkah-langkahnya membuat malu Presiden karena sempat kaitan dengan Demokrat itu. Tak lepas dari ambisi pribadi untuk 2024, cari panggung. Istilahnya sesuatu yang bukan bidangnya pun juga diambil,” ujarnya.
Peneliti poltiik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Jati juga mengkritik langkah Moeldoko. Dia menyayangkan orang dalam posisi strategis bicara di luar ranah dan tanpa dukungan saintifik.
“Ada semacam etika politik yang dilanggar karena sebagai seorang pejabat tinggi negara sudah tahu mana ranah pemerintahan dan politis. Yang sekarang ini terjadi kan proses yang tercampur aduk,” ujar Wasisto saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (29/6).
Wasisto berkata KSP didirikan sebagai lembaga think tank di balik presiden. Dia menilai seharusnya Moeldoko memimpin perumusan opsi-opsi kebijakan untuk dipasok ke Jokowi. Dia pun menyebut kajian kebijakan yang dihasilkan KSP cukup disampaikan ke presiden. Jika kajian itu dilempar ke publik, justru akan menyalahi tujuan awal pendirian KSP.***