Jakarta (Riaunews.com) – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara soal pejabat Kementerian Keuangan yang rangkap jabatan, seperti menjadi komisaris di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurut dia, penunjukkan pejabat Kemenkeu sebagai komisaris BUMN biasanya didasarkan bahwa pemerintah sebagai pemegang saham utama BUMN.
Namun, Sri Mulyani mengaku mempertanyakan alasan tersebut. Dia termasuk orang yang tidak percaya dan tidak menyetujui bahwa karena Kemnekeu ultimate shareholder BUMN, lalu punya jatah komisaris.
Apalagi kalau alasan rangkap jabatan itu adalah untuk menambah penghasilan jajarannya. “Kalau kayak gitu, enggak benar juga,” ujar Sri Mulyani dalam wawancara khusus dengan Tempo di kantornya, Jakarta Pusat, pada Jumat (3/3/2023) siang.
Meski begitu, dia setuju menugaskan jajarannya menjadi komisaris di BUMN jika diperlukan untuk mengawasi dan memberikan masukan kepada perseroan.
Bendahara negara itu pun mengaku akan menagih laporan dari jajarannya yang menjadi komisaris, terutama apabila perusahaan yang diawasi merugi, kolaps, bahkan terjadi penyelewengan.
“Sejujurnya saya sudah bilang sama Pak Erick (Menteri BUMN Erick Thohir) bahwa saya tidak bisa naruh orang, kalau kemudian dia tidak melakukan pengawasan,” tutur Sri Mulyani.
Dia pun menyadari bahwa banyak hal di negara ini yang menimbulkan pro dan kontra. Namun, Sri Mulyani berujar, fokusnya saat ini adalah memperbaiki kementeriannya. “Kalau ada hal yang dirasa tidak adil, atau membuat suatu risiko jadi meningkat, ya kami coba untuk koreksi saja,” ucap dia.
Sebelumnya, Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) mencatat 39 pejabat di Kemenkeu merangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN. Temuan ini dilansir setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut kekayaan pegawainya bukan dari hasil korupsi.
Tim Advokasi dan Kampanye Seknas Fitra, Gulfino Guevarrato mengatakan, rangkap jabatan itu dilakukan oleh pejabat eselon I hingga II atau mulai dari Wakil Menteri hingga kepala biro di institusi pengelola keuangan negara tersebut.
“Pantauan Seknas Fitra, setidaknya 39 pegawai Kementerian Keuangan dari eselon I dan II yang merangkap jabatan, mayoritas menjadi Komisaris di BUMN dan anak perusahaan BUMN,” kata Fino, kemarin.
Fino mengatakan, dari hasil temuannya itu, penghasilan sebagai komisaris BUMN sangat fantastis hingga melebihi gaji sebagai pejabat di Kementerian Keuangan.
“Jika dilihat dari besaran remunerasi yang didapatkan oleh ASN yang rangkap jabatan dan dibandingkan dengan gaji dan tunjangan kinerja maka bukan perbandingan yang seimbang,” kata Fino.
Fino mencontohkan, salah satu temuannya adalah Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara yang saat ini menjabat sebagai Komisaris PLN.
“Jabatan Wakil Menteri mendapatkan gaji sebesar Rp 121 juta. Sedangkan dengan jabatan komisaris di PLN bisa mendapatkan Rp 2,1 miliar setiap bulannya,” kata Fino.
Fino mengatakan, meskipun rangkap jabatan tidak dapat dijadikan temuan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Namun, dengan adanya rangkap jabatan itu dikhawatirkan seorang pejabat kementerian tidak fokus melaksanakan tugasnya.
“Fungsi sebagai wakil Menteri berpotensi tidak dijalankan secara optimal karena lebih fokus mengurusi kepentingan di BUMN,” kata Fino.***
Sumber: TEMPO