Pekanbaru (Riaunews.com) – Menteri BUMN Erick Thohir diminta segera mencopot Jaffee Arizon Suardin dari kursi Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), buntut dari banyaknya pekerja yang tewas dalam beberapa waktu belakangan.
Desakan tersebut disuarakan Aliansi Mahasiswa Pemuda Provinsi (AMPR), yang mengaku akan segera menyurati Menteri BUMN karena menilai Jaffee Arizon Suardin tak mampu memimpin PT PHR.
Koordinator Umum AMPR, Zulkardi, mengatakan bahwa belakangan ini PHR tengah mendapat sorotan tajam atas insiden tewasnya pekerja pada Rabu (18/1/2023) lalu di Wilayah Kerja, Minas, Kabupaten Siak.
“Kita akan surati Menteri BUMN Erick Thohir dan pihak terkait meminta agar Dirut PT PHR dicopot dari jabatannya,” kata Zulkardi, dilansir dari Cakaplah, Rabu (25/1/2023).
Ia menambahkan, AMPR menemukan banyak kejanggalan para pekerja tewas yang hingga saat ini mencapai 7 orang.
“Dari kontrol sosial, kita menemukan peralatan kerja dari mitra kerja PHR banyak yang tidak memenuhi standar. Sehingga banyak menimbulkan korban jiwa dan banyak para pekerja Subkontraktor di lingkungan PHR yang bekerja tidak sesuai SOP,” cakapnya.
“Beban kerja yang ditetapkan pihak subkontraktor cukup tinggi sehingga memberatkan para pekerja mitra PHR. Dan banyak mitra kerja PHR merugi akibat adanya dugaan Permainan Kenaikan harga solar sejak Agustus 2021 yang mengakibatkan peningkatan cost pekerjaan HSE,” sambungnya.
Tidak hanya itu, AMPR juga menilai, PT PHR kurang empati perihal kematian. Diduga perusahaan hanya melihat sebagai urusan uang kerohiman. Tidak ada upaya pencegahan ataupun evaluasi prosedur kerja secara menyeluruh dimulai sejak terjadinya kecelakaan kerja.
“Sungguh tak ada sedikitpun maksud dan tujuan kami untuk mengeksploitasi orang meninggal, namun jika kita bungkam atas kejadian ini, kami dapat pastikan ke depannya PHR akan terus memakan korban jiwa. Baik itu dikarenakan kecelakaan kerja maupun sebagai impact dari konflik kepentingan,” pungkasnya.
AMPR berharap pihak PHR dapat menetapkan daftar blacklist terhadap perusahaan subkontraktor yang lalai atas Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) agar perusahaan subkontraktor PHR lainnya bisa berbenah dan mengevaluasi pekerja yang dengan sengaja tidak taat aturan HSE.***