Senin, 25 November 2024

Palestina Tercabik, Dimana Militer Negeri Muslim?

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 

Oleh  Alfiah, S.Si

Sudah satu bulan lebih pasca dimulainya Operasi Badai Al Aqsa oleh HAMAS.tampaknya belum ada tanda-tanda gencatan senjata. Korban dari pihak Palestina sendiri sudah tembus lebih dari 11000 orang. Israel menolak keras gencatan senjata dan bersumpah untuk terus melakukan agresinya sampai menang.

Sementara pemimpin negeri-negeri kaum muslimin hanya menjadi penonton dan komentator yang handal. Tak ada satu pemimpin negeri muslim-pun yang mengirimkan tentaranya membebaskan Gaza. Padahal negara-negara Barat bersatu membantu Israel dari sisi logistik militer, ekonomi dan politik

Para pemimpin Arab dan negeri kaum muslim lain hanya bisa beretorika menunjukkan kemarahannya terhadap Israel. Mereka hanya bisa meminta dan memohon kepada Israel dan Amerika agar diakhiri perang. Padahal seruan-seruan mereka tidak digubris sama sekali oleh Israel.

PBB sendiri tersandera oleh hak veto Amerika Serikat yang menolak gencatan senjata. Karena itu apalagi yang bisa diharapkan oleh rakyat pada kemandulan para pemimpin muslim dan organisasi dunia?

Padahal jumlah militer negeri-negeri kaum muslim saat ini sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar. Hal ini tentu memungkinkan militer muslim melawan ancaman militer dari negara-negara penjajah.

Ironisnya sampai detik ini yang membantu para pejuang HAMAS di Palestina hanya para milisi yang dimiliki oleh kelompok-kelompok Islam yang berbatasan dengan Palestina.

Agresi Israel yang semakin membabi buta ke Jalur Gaza mematik reaksi milisi pendukung Palestina di Timur Tengah untuk ikut melancarkan tindakan balasan. Jihad Islam dan Brigade Al Quds di Gaza turut andil dalam melawan Israel. Milisi Hizbullah di selatan Lebanon juga dilaporkan menembakkan puluhan roket ke Kota Kiryat Shmona Israel pada Kamis (2/10). Begitu juga kelompok Houthi di Yaman juga meluncurkan dronenya untuk menyerbu Israel pada Selasa (31/10). (CNNIndonesia, 03/11/2023)

Meski HAMAS hanya dibantu oleh kelompok milisi namun cukup merepotkan Israel yang sudah ‘ngos-ngosan’ menghadapi HAMAS. Kalaulah dengan kelompok milisi Israel sudah kalang kabut, apalagi kalau ada pengerahan tentara dari negeri-negeri kaum muslim.

Tentu Israel akan dengan mudah dikalahkan dan tak berani melakukan kebiadabannya terhadap Palestina. Namun sekali lagi para pemimpin Arab dan negeri kaum muslim lain sepakat untuk diam dan tak berani mengirimkan militernya. Bahkan hanya sekedar embargo minyak ke Israel para pemimpin Arab juga tak melakukannya.

Peran militer dunia Islam dimandulkan oleh penguasanya sendiri. Seharusnya keberadaan militer di dunia Islam dapat melindungi nasib umat Islam dari berbagai bahaya yang mengancam mereka. Sayang, kondisinya saat ini justru bertolak belakang. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal berikut:

Pertama, militer gagal berperan membela negeri-negeri Islam yang tertindas seperti di Palestina, Rohingya, Suriah, dan sebagainya.Kejahatan yang dilakukan Israel terhadap Gaza misalnya terjadi di hadapan para penguasa negeri Islam yang berbatasan dengan Palestina. Negeri-negeri seperti Suriah, Mesir, Yordania, Libanon atau Arab Saudi memiliki militer dan persenjataan yang kuat, namun tidak digunakan untuk membela umat Islam di Palestina. Bahkan ironisnya Presiden Palestina Mahmoud Abbas hanya bisa diam Israel membantai rakyatnya sendiri.

Kedua, militer gagal menjaga kesatuan negeri-negeri Islam seperti kasus disintegrasi Sudan dan Timor Timur. Sebagaimana diketahui, Sudan Selatan akhirnya terpisah dari Sudan lewat referendum pada Januari 2011 lalu. Ini merupakan keberhasilan negara Barat merealisasikan rencananya untuk memecah-belah Sudan. Bahkan untuk kasus Palestina saat ini ada upaya untuk memisahkan Palestina menjadi 2 negara.

Peristiwa disintegrasi terlebih dahulu menimpa Indonesia yang menyebabkan Timor Timur terlepas. Militer tidak mampu menghalangi disintegrasi karena penjajah Barat telah memborgol para penguasa melalui berbagai perjanjian yang berujung pada referendum. Padahal jelas sekali bahwa disintegrasi tersebut akan memperlemah dan memecah belah negeri-negeri Islam.

Saat ini juga Indonesia sedang menghadapi masalah Papua yang terancam kasus disintegrasi. Sayangnya, rezim Jokowi terkesan membiarkan berbagai organisasi atau kelompok yang sering menyuarakan isi Papua. Bahkan hanya untuk menyelamatkan satu sandera sampai hari ini juga tidak mampu. Padahal sudah banyak TNI dan rakyat sipil yang menjadi korban kelompok disintegrasi Papua.

Ketiga, militer menjadi penjaga rezim yang zalim terhadap rakyatnya. Misalnya sikap represif penguasa Mesir ketika menggerakkan militernya untuk melakukan kekerasan terhadap rakyatnya pada saat terjadi revolusi di Tahrir Square. Demikian juga yang terjadi di Yaman. Rezim Ali Abdullah Saleh telah menggerakkan militer elitnya untuk menyerang rakyatnya sendiri ketika terjadi demonstrasi pada peristiwa Arab Spring.

Keempat, militer di negeri Islam banyak yang tunduk pada negara asing penjajah. Bukannya memerangi, penguasa di negeri Islam tersebut justru menjadikan militernya sebagai pelindung kepentingan penjajah. Misalnya penguasa Qatar telah memberikan dua tempat strategisnya, yaitu Al Udaid dan as-Sailiya, sebagai pangkalan militer Amerika Serikat. Selain Qatar, pangkalan militer Amerika Serikat ternyata juga ada di Arab Saudi, Irak, Amman, Uni Arab Emirat, Yordania, Yaman, Djibouti dan Turki

Melalui pangkalan militer itulah negara penjajah yang dikomandani AS melakukan penyerangan terhadap negeri-negeri Islam. Keberadaan pangkalan militer AS di negeri-negeri muslim tersebut mengkonfirmasi pengkhianatan mereka terhadap umat Islam.

Militer di negeri-negeri Islam saat ini sebenarnya memiliki potensi yang sangat besar sehingga sangat memungkinkan untuk melawan ancaman militer negara-negara penjajah.

Berdasarkan situs Global Firepower Potensi jumlah personil militer gabungan negeri-negeri Islam sangat berpotensi untuk menjadi suatu negara adidaya. Gabungan lima negeri Islam yang terkuat militernya saja yakni Pakistan, Iran, Turki dan Indonesia sudah memiliki militer aktif 2.51 juta personil. Hal ini sudah melebihi jumlah militer negara terkuat di dunia, seperti Cina yang memiliki jumlah militer aktif sebanyak 2.33 juta, Amerika Serikat 1.49 juta dan Rusia 0.85 juta. Bahkan Israel yang saat ini masih menjajah Palestina hanya memiliki militer aktif sekitar 0.18 juta personil.

Kedua, potensi kekuatan persenjataan. Tidak hanya personil militer yang besar, bahkan beberapa negeri Islam memiliki kemampuan mengembangkan senjata nuklir, misalnya Pakistan dan Iran.

Alhasil, kemandulan militer di dunia Islam saat ini sebenarnya lebih diakibatkan oleh kebijakan para penguasa di dunia Islam, bukan karena potensinya yang lemah. Insya Allah jika tegak sistem Islam maka berbagai potensi yang ada, baik potensi militer, ekonomi, demografi dan ideologi akan dimaksimalkan seoptimal mungkin demi kemaslahatan kaum muslim. Wallahu a’lam.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *