Jakarta (Riaunews.com) – Kehadiran Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman dalam keterangan pers oleh Polda Metro Jaya terkait meninggalnya enam anggota FPI simpatisan Habib Rizieq Shihab (HRS), Senin (7/12/2020), dipertanyakan oleh para netizen.
Dudung kembali menjadi sorotan, setelah sebelumnya mengerahkan prajurit TNI untuk menurunkan baliho-baliho Habib Rizieq Shihab di Jakarta beberapa waktu lalu.
Pada konferensi pers yang dilakukan Polda Metro Jaya, Dudung, terlihat memegang barang yang diduga sebagai barang-bukti benda tajam yang dibawa Laskar FPI yang mengawal Habib Rizieq.
“Biasanya pelaku kejahatan itu diborgol saat konpers knp pak Dudung malah pegang Samurai?” tanya @RestyCayaah.
“Sekali2 ikut FPI turun ke daerah2 bantu rakyat yg alami bencana pak dudung.. Biar hati jadi lembut n bersyukur atas nafas yg diberikan sang pencipta..,” cuit @KoalaBelantara.
Sebelumnya, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyayangkan keterlibatan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman dalam keterangan pers oleh Polda Metro Jaya terkait meninggalnya enam anggota FPI simpatisan Habib Rizieq Shihab (HRS), Senin (7/12). Muhammadiyah menilai TNI keluar fungsi dan tugas utamanya.
“Menyayangkan keterlibatan Pangdam Jaya dalam proses penjelasan peristiwa kematian enam anggota FPI oleh pihak Kepolisian,” kata Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo dalam jumpa pers yang didampingi Ketua Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah Busyro Muqoddas, Selasa (8/12).
Muhammadiyah menilai, hal ini menguatkan dugaan TNI turut diperankan dalam penanganan penyidikan tindak kejahatan, yang berarti TNI telah keluar dari fungsi dan tugas utama TNI. Dalam keterangan persnya, Muhammadiyah berharap masyarakat mendapatkan seluruh informasi sebagai perwujudan hak keterbukaan informasi terhadap segala proses yang dilakukan pihak kepolisian dalam menangani perkara ini dan tim yang telah bekerja dari Komnas HAM.
“Kami berharap masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh upaya apapun guna menjaga ketertiban dan keamanan bersama sambil menanti langkah-langkah yang pasti dari semua yang berkepentingan dengan penegakan hukum,” ujarnya.
Sama seperti usulan sebelumnya, Muhammadiyah menyebut peristiwa ini sebagai pengulangan terhadap berbagai peristiwa meninggalnya warga negara akibat kekerasan dengan senjata api oleh petugas negara di luar proses hukum yang seharusnya. Busyro Muqoddas bahkan menyoroti peristiwa kematian akibat senjata api misalnya terhadap Pendeta Yeremias Zanambani di Papua, kematian Qidam di Poso, dan lainnya.
Muhammadiyah menekankan, pengungkapan kematian warga negara tersebut tanpa melalui proses hukum yang lengkap dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Bahkan, tim independen yang sebaiknya dibentuk khusus oleh Presiden untuk mengungkap secara jelas duduk perkara kejadian sebenarnya.
“Pembentukan tim independen seyogyanya diberikan mandat untuk menguak semua peristiwa di Indonesia dengan melakukan investigasi dan pengungkapan seluruh penggunaan kekerasan dengan senjata api oleh aparat penegak hukum, polisi dan atau Tentara Nasional Indonesia di luar tugas selain perang,” kata Busyro menegaskan.***