Oleh : Alfiah, S.Si
Alkisah…di negeri yang dijuluki zamrud khatulistiwa budaya malu sudah mulai langka di kalangan anak mudanya. Negeri ini sebenarnya penduduknya mayoritas religius. Norma agama dan adat masih dijunjung tinggi. Bahkan para pemangku negeri ini banyak yang sudah haji dan bahkan ada yang bergelar kiyai.
Tapi ternyata karunia yang harusnya disyukuri menjadi ambyar karena media disabotase para buzzer, pengagum syahwat, dan arogansi tirani.
Di negeri ini orang yang pamer aurat punya pengagum sejati. Aneh memang. Saya ingin bertanya kepada para lelaki yang candu melihat hal ini. Bagaimana jika lelaki lain melihat aurat ibumu? Bagaimana jika laki-laki lain melihat aurat istrimu? Bagaimana jika laki-laki lain melihat aurat anak perempuanmu?
Di negeri ini aparat polisi yang harusnya memberikan perlindungan pada rakyat, ternyata hanyalah bangsat yang rela menodai kehormatan wanita yang harusnya ia nikahi dan lindungi.
Pengaduan sang wanita yang harusnya direspon cepat, justru dianggap lalat yang lewat. Jadilah wanita tersebut meregang nyawa di pusara ayahnya. Nyatalah pacaran hanya sebagai pemuas syahwat. Perlu diketahui, tak ada aturan di negeri ini yang melarang pacaran. Padahal kasus kekerasan bahkan pembunuhan banyak bermula dari pacaran.
Tidakkah negeri ini kembali pada aturan Illahi yang melarang hamba-Nya mendekati zina? Padahal Allah SWT telah mengingatkan :
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلً
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32).
Pacaran dianggap lumrah. Padahal banyak petaka yang diakibatkannya. Jangankan pemuda yang kurang iman, ustaz yang harusnya jadi panutan bisa berubah bangsat. Pesantren yang harusnya mencetak generasi qur’ani justru berubah jadi rumah bordil yang melahirkan bayi-bayi.
Sudah sedemikian parahkah negeri yang berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa? Urusan syahwat yang harusnya hanya di wilayah privat dan hanya kepada yang halal, kini jadi konsumsi publik dan diobral murah. Tak perlu akad, tak perlu mahar. Astaghfirullah.
Sehingga wajarlah bencana demi bencana menyambangi negeri ini tanpa jeda. Wabah corona, banjir bandang, kebakaran hutan dan gunung meletus datang susul menyusul. Musibah ini sebagai teguran dari Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur. Belum tibakah saatnya penduduk negeri ini terutama pemangku negeri bertaubat? Kembali pada aturan Illahi dan memuliakan ilmu dan para ulama.
Mudah bagi Allah meluluhlantakkan negeri, menghancurkan infrastruktur yang dibanggakan hanya dengan sekali lumat. Cukuplah teguran Allah dalam kalamnya yang mulia:
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (dampak) perbuatan mereka. Semoga mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Surat Ar-Rum ayat 41).***
Penulis seorang pegiat literasi