Oleh: Khadijah Nelly, M.Pd.
Pembangunan ibu kota baru yang sempat vakum dan tertunda kini mulai dibahas dan akan dilanjutkan kembali. Hal ini dipertegas oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani yang telah menerima Surat Presiden tentang Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Surpres tersebut diantar langsung oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Nasional Suharso Monoarfa ke DPR pada Rabu, 29 September 2021. RUU IKN terdiri atas 34 pasal dan 9 bab yang berisi visi ibu kota negara, pengorganisasian, penggunaan lahan, hingga pembiayaan.
Adanya langkah dan wacana pemindahan ibu kota negara ini, dinilai banyak kalangan bermasalah. Mulai dari penyusunan naskah akademik ibu kota baru ini yang tak melibatkan banyak partisipasi masyarakat. Di samping itu, rencana pelaksanaan proyek jumbo ini minim diskusi publik sehingga memunculkan pro dan kontra dari berbagai kalangan, termasuk para pakar. Salah satu yang kontra adalah dari Fraksi PKS yang menolak rancangan undang-undang yang mengatur pemindahan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Penajam Paser, Kalimantan Timur.
Menurut anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Suryadi JP, mengatakan salah satu alasan penolakan itu karena pemerintah tak menjelaskan memindahkan ibu kota secara rinci. Menurutnya, hingga kini belum pernah ada penjelasan atau paparan yang rinci mengenai alasan serta konsekuensi berupa manfaat dan risiko dari pemindahan ibu kota negara (IKN) tersebut (3/10).
Sementara itu menurut Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengingatkan DPR untuk lebih kritis dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN). Terutama pada poin-poin pembiayaan. Menurut Yayat Supriatna, pada poin pembiayaan, DPR perlu memandang kritis dengan lebih mengedepankan kecermatan, kedalaman, dan pemahaman rakyat. Hal itu dilakukan agar rakyat tidak kecolongan akibat pembiayaan untuk pembangunan ibu kota baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Terlebih saat ini kondisi Indonesia masih dalam masa pandemi Covid-19.
Ya, tentu saja dalam rencana pemindahan ibu kota baru ini semua pihak terlebih DPR memang harus lebih mengkritisi wacana tersebut, terlebih pada poin-poin pembiayaan. Apalagi mengingat di tengah krisis pandemi seperti ini di mana kondisi ekonomi negara sedang mengalami krisis maka perlu adanya kecermatan, kedalaman, pemahaman, dan konteks kepentingan apa sehingga pemindahan ibu kota harus segera dirampungkan.
Semua pihak perlu untuk mempertanyakan apa urgensinya ibu kota baru tersebut untuk kebaikan bangsa ini. Sangat perlu untuk disoroti, yakni terkait pasal dalam RUU IKN yang membahas tentang pemanfaatan aset negara sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Seperti apa penggunaan aset milik negara mesti diperjelas. Di sinilah pentingnya peran serta DPR untuk mengkritisi RUU IKN terutama terkait sumber pembiayaan karena tidak mungkin seluruh biayanya dibebankan pada APBN. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar untuk dikritisi, sebab pemindahan ibu kota negara membutuhkan banyak biaya, sementara pendapatan negara sangat minim.
Dari sisi aspek yang lain, pemindahan Ibu Kota Negara baru ini tentunya juga bukan tanpa risiko. Baik itu dilihat dari segi pembiayaan maupun dari sisi pemilihan lokasinya yang belum tentu bebas dari bencana. Maka, sebenarnya begitu rumit dan panjang jika memang serius ingin membahas pemindahan ibu kota baru ini. Tak bisa diputuskan dengan tergesa-gesa tanpa perencanaan yang matang.
Apalagi wacana pemindahan ibu kota baru ini dibahas dan dilanjut di tengah kondisi pandemi Covid-19 seperti yang lagi melanda negeri ini. Di mana semua tahu pada saat pandemi belum usai, perhatian masyarakat lebih banyak terkonsentrasi pada pemulihan ekonomi dan kesehatan. Seharusnya pemerintah lebih berfokus pada penuntasan pandemi dan lebih berempati pada rakyat dalam menangani pandemi ini.
Jangan sampai kurangnya diskusi publik akibat masih berlangsungnya pandemi menyebabkan naskah akademik dan RUU yang dibuat menjadi tidak berkualitas dan terkesan dipaksakan pengesahannya. Pemerintah mesti cermat dan bijaksana dalam mengambil setiap keputusan, jangan memaksakan pemindahan ibu kota baru sementara pembiayaan masih tak jelas diambil dari mana, apakah dari utang lagi? padahal utang negara semakin membengkak dan sudah di luar ambang normal. Ditambah lagi ekonomi negara masih karut-marut dan persoalan Covid-19 belum juga tertangani dan terselesaikan dengan baik.
Jadi, dalam persoalan ibu kota baru ini belum ada urgensinya untuk dilanjutkan. Masih banyak persoalan bangsa yang mesti negara selesaikan dan cari solusinya. Jangan sampai proyek IKN ini dipaksakan pembangunannya, sisi lain malah akan menimbulkan masalah yang baru bagi negeri ini.***
Penulis seorang Akademisi dan Pemerhati Sosial Masyarakat