Jakarta (Riaunews.com) – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana menyebut Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto tidak tahu malu karena bersikukuh menyebut aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) tetap berlaku.
Menurut Arif, majelis hakim Mahkamah Konstitusi sudah jelas menyatakan bahwa UU Ciptaker itu inkonstitusional, meskipun dengan embel-embel bersyarat.
“Karena undang-undang ini inkonstitusional, jadi kalau kemudian Menteri Koordinator Perekonomian berkilah bahwa ya kita akan tetap menjalankan ini (turunan UU Ciptakerja) karena masih berlaku ini sebenarnya tidak punya malu,” kata Arif dalam konferensi pers yang digelar di LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (26/11/2021), sebagaimana dilansir CNN Indonesia.
Arif mengatakan pernyataan Airlangga menunjukkan pemerintah tidak jelas mengabdi kepada siapa di negara ini. Padahal, sambungnya, Pasal 1 ayat 3 Undang Undang Dasar 1945 menegaskan Indonesia sebagai negara hukum yang berarti tunduk kepada konstitusi.
Menurut pihaknya jika putusan mahkamah Konstitusi telah memutuskan suatu perkara, seharusnya pemerintah tunduk dan patuh pada putusan tersebut alih-alih membuat tafsir baru.
“Semestinya pemerintah tunduk, patuh, dan justru tidak kemudian membuat tafsir-tafsir baru yang justru akan menimbulkan persoalan-persoalan lain,” kata dia.
Arif yakin persoalan UU Cipta Kerja ini kan terus membesar jika tidak kunjung ada titik temu. Ia menyarankan agar UU Ciptaker tersebut dibatalkan saja, dan kembali pada peraturan sebelumnya agar persoalan selesai.
Diketahui, dalam putusan MK tersebut ditegaskan bahwa UU Ciptaker akan inkonstitusional permanen apabila dua tahun setelahnya tak dilakukan perbaikan oleh pembuat undang-undang.
Dalam forum yang sama Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos menilai putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah memperbaikinya dalam waktu dua tahun itu tidak tegas.
Nining memandang pemerintah seperti tidak ingin kehilangan muka karena telah melahirkan produk hukum yang diprotes banyak masyarakat.
“Ini yang kita sebut adalah memang pemerintah tidak ingin kehilangan muka sebenarnya, kalau saya tegas dengan hal itu. Tidak ingin kehilangan muka sebenarnya ada kekeliruan yang sangat fatal, kekeliruan yang sangat besar dalam melahirkan regulasi,” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) tetap berlaku.
Pasalnya, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), UU Ciptaker masih berlaku secara konstitusional selama dilakukan perbaikan uu sapu jagad tersebut. Dalam hal ini, MK mengamanatkan pemerintah memperbaiki beleid dengan tenggat waktu maksimal 2 tahun dari sejak ditetapkan.
“Dengan demikian, peraturan perundangan yang telah diberlakukan untuk melaksanakan UU Cipta Kerja tetap berlaku,” jelas Airlangga pada konferensi pers, Kamis (25/11).***