Jakarta (Riaunews.com) – Dua nama anggota Komisi III DPR RI turut disebut Habib Rizieq Shihab (HRS) dalam surat duplik yang dibacakan di ruang sidang kasus hasil swab test Covid-19 Rumah Sakit (RS) Ummi Bogor di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis siang (17/6/2021).
Dalam sidang kali ini, Habib Rizieq menjawab atas replik atau nota jawaban tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait beberapa hal.
Salah satu yang ditanggapi Habib Rizieq adalah terkait dengan sikap JPU yang tetap berprinsip bahwa asas equality before the law dalam keadaan apapun tidak bisa diterapkan secara rigid atau kaku.
Sehingga menurut Habib Rizieq, JPU tetap membenarkan sikap diskriminasi dalam penegakan hukum dengan dalih adanya kaidah dan norma hukum yang baku berupa alasan pembenar dan alasan pemaaf serta alasan restorative justice melalui proses dialog dan mediasi.
“Saya nyatakan di sini, pantas saja JPU tidak pernah merasa bersalah, bahkan selalu merasa benar dan paling benar saat melakukan diskriminasi hukum dengan kriminalisasi pasien dan dokter dalam kasus pelanggaran prokes RS Ummi. Sementara ribuan kasus pelanggaran prokes yang lain cukup didialogkan dan dimediasikan serta dimaafkan dengan alasan-alasan tersebut,” ujarnya di ruang sidang, Kamis siang (17/6/2021).
Habib Rizieq turut mempertanyakan alasan pembenar dan alasan pemaaf terhadap presiden, menteri, serta gubernur yang berulang kali melakukan pelanggaran prokes, sehingga tidak diproses hukum pidana.
“Begitu juga alasan pembenar dan alasan pemaaf yang bagaimanakah bagi para artis yang juga sudah berulang kali melakukan pelanggaran prokes, sehingga tidak diproses hukum pidana?” tanya Habib Rizieq.
Habib Rizieq juga menyinggung soal pelanggaran protokol kesehatan (prokes) yang terjadi di salah satu gerai makanan cepat saji yang belakangan ini ramai dikarenakan sedang adanya promo.
Intinya, semuanya cukup dengan dialog dan mediasi serta dimaafkan untuk menyelesaikan masalah.
Sementara untuk kasus RS Ummi yang telah berjasa membantu ribuan pasien Covid-19, hanya karena dianggap melanggar prokes langsung diproses hukum dan dipidanakan serta diseret ke pengadilan.
Habib Rizieq lantas mengingatkan JPU terkait hasil rapat kerja antara Komisi III DPR RI dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Senin kemarin (14/6).
“Anggota Komisi III DPR RI Achmad Dimyati dari Fraksi PKS menilai positif adanya peraturan Kejaksaan Agung RI nomor 15/2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative, seharusnya penegakan keadilan restorative sebagaimana dalam Perja tersebut bisa diterapkan dalam kasus Habib Rizieq dan bahwasanya penanganan kasus-kasus seperti Habib Rizieq ini tidak berlebihan juga,” ujar Habib Rizieq menirukan pernyataan Achmad Dimyathi.
Tak hanya itu, Habib Rizieq juga mengingatkan JPU atas pernyataan yang juga disampaikan oleh anggota Komisi III lainnya, yakni Arsul Sani dari Fraksi PPP.
“Arsul Sani dari Fraksi PPP menyoroti adanya perbedaan penanganan hukum antara orang yang pro pemerintah dengan kalangan yang berseberangan dengan penguasa, sehingga terjadi disparitas dalam tuntutan pidana,” kata Habib Rizieq.
Bahkan kata Habib Rizieq, Arsul Sani juga memberikan contoh terhadap penanganan perkaranya dan Syahganda Nainggolan yang merupakan aktivis.
“Yang keduanya dianggap punya sikap berseberangan dengan pemerintah, sehingga dituntut penjara 6 tahun, sedangkan dalam kasus yang sama, tapi terdakwa bukan dari kelompok yang berseberangan dengan pemerintah, maka tuntutan hukum tidak seperti itu,” terang Habib Rizieq menirukan pernyataan Arsul Sani.
“Karena itu, Arsul Sani mengatakan muncul kesan bahwa Kejaksaan tidak murni lagi menjadi penegak hukum, tapi menjadi alat kekuasaan dalam penegakan hukum,” sambung Habib Rizieq.
Tak sampai di situ, Jaksa Agung ST Burhanuddin juga menurutnya mengakui adanya perbedaan tuntutan hukum dalam penanganan perkara dan menyadari hal itu sebagai suatu kelemahan.
“Dan Jaksa Agung RI juga mengakui belum bisa mengawasi disparitas ini. Karena itu Jaksa Agung RI menugaskan Jampidum Fadil Zumhana untuk menangani disparitas ini,” terang Habib Rizieq.
Habib Rizieq pun kemudian memberikan nasihat kepada JPU atas perbedaan penanganan perkara.
“Sekadar nasihat untuk JPU yang adil dan beradab, ketahuilah bahwa prinsip pengabdian keadilan dan prinsip pembenaran diskriminasi dengan alasan apapun adalah kezaliman luar biasa yang merusak prinsip dan norma serta nilai kemanusiaan yang adil dan beradab!” tegas Habib Rizieq.***