Senin, 25 November 2024

Kala Tragedi Tewasnya 135 Orang di Stadion Kanjuruhan ‘Lenyap’ Tertiup Angin

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Polisi menembakkan gas air mata saat kerusuhan suporter terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang. (Foto: BBC Indonesia)

Surabaya (Riaunews.com) – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis bebas terhadap dua anggota polisi karena menilai tidak terbukti melakukan tindak pidana terkait kasus Tragedi Kanjuruhan yang telah menewaskan 135 orang.

Dua polisi dimaksud ialah mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.

Dilansir CNN Indonesia, Wahyu dan Bambang menerima vonis pengadilan tingkat pertama tersebut. Keduanya sempat berpelukan setelah mendengar pembacaan putusan.

Sementara itu, jaksa penuntut umum menyatakan bakal memanfaatkan waktu tujuh hari untuk pikir-pikir banding.

Vonis bebas ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa yang ingin Wahyu dan Bambang divonis dengan pidana tiga tahun penjara.

Dalam pertimbangannya, ketua majelis hakim Abu Achmad Sidqi Amsya menyatakan gas air mata yang ditembakkan para personel Samapta Polres Malang hanya mengarah ke tengah lapangan.

“Menimbang memperhatikan fakta penembakan gas air mata yang dilakukan anggota Samapta dalam komando terdakwa Bambang saat itu asap yang dihasilkan tembakan gas air mata pasukan terdorong angin ke arah selatan menuju ke tengah lapangan,” kata hakim.

Setelahnya, asap tersebut mengarah ke pinggir lapangan. Namun, sebelum sampai ke tribun, asap itu tertiup angin menuju atas.

“Dan ketika asap sampai di pinggir lapangan sudah tertiup angin ke atas dan tidak pernah sampai ke tribun selatan,”ucap hakim.

Sementara itu dalam perkara Wahyu, majelis hakim berkesimpulan tidak ada hubungan sebab akibat atau kausalitas dengan timbulnya korban atas apa yang didakwakan jaksa. Hakim menilai Wahyu tidak pernah memerintahkan penembakan gas air mata.

Terdapat tiga terdakwa lain yang juga sudah divonis majelis hakim PN Surabaya dalam kasus ini.

Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan divonis dengan pidana 1,5 tahun penjara; Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris divonis dengan pidana 1,5 tahun penjara; dan Suko Sutrisno selaku Security Officer saat pertandingan Arema FC vs Persebaya divonis satu tahun penjara.

Sementara Direktur Utama PT LIB Akhmad Hadian Lukita belum diseret ke pengadilan hingga saat ini. Kepolisian masih melengkapi berkas perkara untuk selanjutnya dikirim lagi ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Kritik Keras Sejumlah Kalangan

Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengkritik keras vonis ringan hingga bebas para terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan yang mengakibatkan ratusan orang meninggal.

Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari LBH Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Lokataru, IM 57+ Institute dan KontraS mengecam keras vonis lima terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan.

Mereka menuntut agar majelis hakim yang mengadili perkara tersebut diperiksa.

“Kami mendesak Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung memeriksa majelis hakim yang mengadili perkara Tragedi Kanjuruhan atas dugaan pelanggaran kode etik,” ucap Andi Muhammad Rezaldy dari KontraS.

Sementara itu, Direktur Imparsial Gufron Mabruri memandang putusan majelis hakim terhadap para terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan mencederai rasa keadilan masyarakat terutama korban dan keluarganya. Sebab, kasus ini mengakibatkan135 orang meninggal, 26 orang luka berat dan 596 orang luka ringan.

“Hal ini menunjukkan bahwa proses hukum di Indonesia masih belum mampu memberikan keadilan bagi korban dan keluarga korban,” kata Gufron.

Peneliti Imparsial Husein Ahmad menyinggung intimidasi dan ancaman terhadap kelompok suporter di Malang yang menuntut keadilan atas peristiwa sadis tersebut selama proses hukum berjalan.

Dia turut mendesak Kejaksaan Agung untuk melakukan evaluasi terhadap jaksa penuntut umum yang memegang perkara tersebut.

“Kejaksaan Agung RI harus melakukan evaluasi terhadap kinerja kejaksaan yang gagal menghadirkan fakta-fakta Tragedi Kanjuruhan di dalam persidangan dan melakukan upaya hukum perlawanan terhadap putusan hakim tersebut demi terpenuhinya rasa keadilan korban dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan,” pungkas Husein.***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *