Jakarta (Riaunews.com) – Jika Anda berpikir status sebagai Unicorn dijamin bakal membuat sebuah raksasa teknologi memberikan solusi bagi 269 juta penduduk Indonesia, maka segera perbaiki pola berpikir Anda tersebut.
Menurut pakar pendidikan Indra Charismiadji, tidak sedikit startup pendidikan di Indonesia yang beroperasi di Tanah Air dengan kedok pendidikan, tetapi hakikatnya adalah mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.
“Kedok teknologi membodohi bangsa, tapi sebenarnya adalah mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dari Indonesia,” kata Indra kepada Cyberthreat.id, Sabtu (2/5/2020).
Indra mencontohkan unicorn Ruangguru yang kini tengah mendapat sorotan karena terlibat dalam proyek Kartu Prakerja pemerintah. Indra menilai Ruangguru tidak memiliki filosofi pendidikan, tetapi Unicorn yang dimiliki dan terdaftar di Singapura itu masuk lebih dalam ke sektor pendidikan nasional dengan berkedok teknologi.
Padahal, kata dia, jika ditelisik lebih jauh Ruangguru tidak menghadirkan solusi, tetapi memainkan model bisnis yang memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang kini sudah jauh lebih advanced serta bisa diakses dengan mudah dan gratis.
Menurut Indra, Indonesia belum menerapkan kerangka Tiga Sentra Pendidikan yakni pendidikan di rumah, pendidikan di sekolah, dan pendidikan di masyarakat. Kerangka pendidikan ini telah ditetapkan sejak lama oleh Tokoh Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara.
“Nah, bagi siapapun itu yang ingin masuk ke sektor pendidikan Indonesia harus melakukan tiga hal itu. Mereka startup atau unicorn itu enggak punya filosofi pendidikan, tetapi pemilik dibelakangnya mengeruk keuntungan,” ujarnya.
Peneliti Indef, Bima Yudhistira Adhinegara, menilai Ruangguru tidak menghadirkan solusi teknologi bagi Indonesia jika disoroti perannya dalam program Prakerja pemerintah. Ia melihat program itu sebagai kegagalan karena lebih besar aspek keuntungan finansialnya ketimbang membangun sektor pendidikan atau membangun manusianya.
“Intinya saya melihat program (Prakerja) ini sudah gagal dilaksanakan,” kata Bima kepada Cyberthreat.id, Kamis (30/4/2020).
Beberapa hari belakangan sempat viral seorang peserta Program Kartu Prakerja mendapatkan sertifikat pelatihan online bertajuk “Jurnalistik: Menulis Naskah Berita Seperti Jurnalis Andal”. Sertifikat kelas jurnalistik itu ditandatangani CEO Skill Academy Adamas Belva Syah Devara, orang yang tidak pernah berkecimpung di dunia pers, tidak pernah menulis satu judul berita pun sepanjang hidupnya.
Bima melihat sertifikat itu seolah menunjukkan kegagalan program dari sebuah unicorn sekelas Ruangguru yang seharusnya mendatangkan solusi teknologi. Padahal, solusi sertifikat elektronik dan tanda tangan digital sudah sah secara hukum di Indonesia dan dipayungi oleh UU ITE dan PP PSTE.
“Itu sertifikatnya kayak bikin seminar mahasiswa,” kata Bima.***