Oeh: Asnawi
PEMILU Kabupaten Bengkalis yang sudah dilaksanakan beberapa bulan yang lalu merupakan sebuah perhelatan Akbar dari proses berdemokrasi.
Keberadaan pemilu yang sangat urgent untuk dilaksanakan itu pun sudah pula memberikan peluang bagi warga masyarakat Bengkalis dalam mengekspresikan hak berpolitiknya untuk menentukan siapa yang layak menjadi Pemimpin negeri junjungan Kabupaten Bengkalis ini, yang sebelumnya mengalami malhamah (kiamat), dimana dua pemimpin rakyatnya tersandung kasus korupsi dan dimasukkan ke dalam tansi.
Kasus korupsi memang seakan sudah menjadi darah daging bagi sebahagian pejabat negeri junjungan ini. Bahkan tidak sampai disitu saja, korupsi yang dilakukan pejabat di kabupaten ini acap kali masuk dalam kajian dan pembahasan oleh masysrakat dan mahasiswa, Bengkalis memang kerap dan acap kali tertuduh sebagai daerah yang kaya berpemimpin korup.
Tuduhan itupun tidak isapan jempol saja, jika kita berani melihat histori kasus demi kasus korupsi di negeri yang digelari negeri Junjungan. Semoga saja bukan korupsi yang di junjung.
Sudahpun berselang beberapa waktu dari proses berjalannya demokrasi di Kabupaten Bengkalis, isu yang sekiranya terbaca sumbang pun meruap. Tepat pada tanggal 11 bulan Januari tahun ini, Unit Tindak Pidana Korupsi Polres Bengkalis melakukan pemeriksaan terhadap saudara ketua KPU (Komisi Pemilihan Umum) Kabupaten Bengkalis.
Ada dugaan isu miring terkait penggunaan dana hibah pemilu 2020 sebesar Rp50 miliar. Setelah beberapa bulan dari merebaknya kabar dugaan penggunaan dana hibah pemilu tahun 2020 itu, berita kelanjutan dari proses pemeriksaan saudara ketua KPU FA dan berikut bendaharanya itu seakan menghilang.
Proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Bengkalis terhadap transparansi penggunaan dana hibah pemilu negeri Junjungan ini tentu saja harus diperjelas, sebab jika benar adanya dugaan penyelewengan dana hibah pemilu itu tentu saja hal tersebut sangat merugikan masyarakat Bengkalis serta proses demokrasi di negeri Junjungan.
Masyarakat Bengkalis tentu saja tidak menginginkan terjadinya kasus-kasus korupsi yang mencoreng marwah Melayu di negeri junjungan ini. Pejabat yang terkait menurut hemat penulis tentu saja harus transparan melakukan pemeriksaan terhadap dugaan penggunaan dana hibah oleh saudara Ketua KPU FA dan bendaharanya. Sebab dana alokasi sebesar 40 miliar tersebut bukanlah angka yang kecil, kecacatan dalam proses pengelolaanya harus dapat diperjelas dan diketahui oleh semua masyarakat Bengkalis.
Belajar dari masa lalu tentu saja masyarakat Bengkalis menginginkan proses demokrasi yang bersih dan terlepas dari kasus-kasus yang mencoreng marwah negeri tuah Junjungan ini. Harus dipahami bahwa korupsi dikalangan KPU bukan barang baru di republik ini, jika kita melihat kasus-kasus pejabat KPU tentu saja kita akan menemukan banyak sekali kasus korupsi yang dilakukan pejabat di lembaga urusan pemilihan umum tersebut. Selain dari pada itu, masyarakat tentu saja sangat mengapresiasi proses-proses hukum yang dilakukan pejabat Tindak Pidana Korupsi dalam melakukan penindakan terhadap pejabat KPU yang korup, terlebih disaat penanganan kasus korupsi di negeri ini sedang dipertanyakan dan sedang mengalami apa yang disebut dengan social distrust. Oleh karenanya, penulis menyeru kepada pihak yang terkait dalam penanganan kasus korupsi untuk terus melakukan kerja prosgressif sebagai bentuk amal sholeh terkait penanganan kasus-kasus korupsi di republik, terkhusus di negeri Junjungan Bengkalis yang kerap dianggap menjadi epicentrum kasus korupsi di provinsi Riau.***
Penulis merupakan Ketua Politik dan Hukum Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam Provinsi Riau HIMAPERSIS-RIAU