Jakarta (Riaunews.com) – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD merespons permintaan keluarga korban tragedi Kanjuruhan soal penerapan pasal hukuman berat terkait pembunuhan dalam peristiwa itu.
Ia mengatakan penerapan pasal pada suatu kasus harus melihat unsur-unsur dalam pemeriksaan. Mahfud menyebut tidak ada tawar menawar dalam penerapan pasal yang sudah diputuskan oleh aparat penegak hukum.
“Bukan yang minta yang menentukan pasal itu. Adalah unsur-unsur di pemeriksaan…Ini soal hukum, ini soal unsur, bukan soal tawar-menawar pasal gitu. Kalau mau, ya kalau saya hukum mati aja tuh, 135 orang kan (korban). Tetapi, kan tidak ada pasal untuk menyatakan itu,” kata Mahfud dalam akun instagram resminya, dikutip Senin (9/1).
Mahfud telah bertemu dengan sejumlah korban dan keluarga korban tragedi Kanjuruhan pada Jumat (6/1) lalu di Kantor Kemenko Polhukam.
Ia menyebut korban maupun keluarga korban menyampaikan ketidakpuasan dalam penanganan kasus tersebut.
“Saya kemarin baru menerima keluarga korban yang mengeluh bahwa mereka tidak puas dengan penanganan, ya tidak ada yang puas. Polisi juga tidak puas, kita juga tidak puas,” katanya.
Mahfud mengaku telah memanggil pejabat Polri, Kejaksaan Agung, Kapolda, Kajati beberapa waktu lalu untuk akselerasi penanganan kasus tersebut. Dia menganggap aparat penegak hukum sudah memenuhi semua rekomendasi tim gabungan independen pencari fakta (TGIPF) kasus Kanjuruhan yang sempat dia pimpin.
“Kita sepakat akan mengakselerasi dan menurut saya hampir semua rekomendasi TGIPF itu sudah berjalan. Apa? Reformasi, transformasi pengurus besok tanggal 16 Februari, kemudian peraturan Polri agar pertandingan sesuai FIFA yang selama ini tidak diindahkan, sudah ada aturannya dibuat Polri berdasarkan rekomendasi TGIPF,” kata Mahfud.
Kuasa hukum keluarga hukum korban, Imam Hidayat sebelumnya mengatakan pihaknya sudah mengajukan laporan polisi model B dalam kasus ini. Laporan itu terkait dengan pasal 338 soal pembunuhan dan pasal 340 terkait pembunuhan berencana.
Namun, Polri tidak memproses laporan tersebut dengan alasan menunggu proses sidang laporan model A selesai.
“Kasatreskrim menyampaikan ke Aremania, dia bilang bahwa itu nanti itu bisa dinaikkan (penyidikan) tatkala laporan model A yang (pasal) 359, kealpaan yang menyebabkan beberapa orang mati, itu selesai sidang, kan lucu,” kata Imam beberapa waktu lalu.
Tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, terjadi pada 1 Oktober 2022. Sebanyak 135 orang tewas dalam tragedi tersebut.
Gas air mata yang dilemparkan aparat kepolisian di dalam stadion diduga jadi pemicu ribuan orang berlarian dan berdesakan menuju pintu keluar hingga terinjak-injak.
Komnas HAM melakukan penyelidikan atas peristiwa itu dan menyimpulkan tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM. Hingga kini pengusutan kasus tersebut masih berjalan lamban dan cenderung mandek di tangan aparat penegak hukum.***