Oleh: Helfizon Assyafei
Melakukan kesalahan itu biasa. Mengakui kesalahan dengan kesadaran tanpa paksaan dan meminta maaf itu luar biasa. Dedy Corbuzier melakukan keduanya.
“Kemaren saya goblok aja udah. Mengomentari santri yang tutup kuping. Tidak bisa melihat situasi yang terjadi pada saat itu. Saya pikir santri itu dilarang dengar musik oleh gurunya..” ujarnya.
Sedang gurunya sendiri, lanjutnya, mendengarkan musik dan merekam video santrinya yang tutup kuping. Intinya Dedy mengakui ia salah menyangka terhadap sesuatu yang terlihat di depan matanya.
“Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang. (QS Al Hujarat:12).
“Saya ngga punya pengetahuan mereka sedang menghapal Qur’an, penghapal Qur’an. Yang saya tahu mereka lagi ngantri vaksin. Tololnya saya tak tahu mereka lagi menghapal alquran. Intinya saya harus belajar lebih banyak lagi.
Saya juga ngga sempurna jadi orang dan bakal buat salah lagi. Maaf untuk semua saudara saya yang tersinggung dan juga para santrinya. Masih banyak yang harus saya pelajari tentang agama dan manusia.saya minta maaf atas kegaduhan yang terjadi,” ujar Dedy.
Dedy hanya berkomentar atas postingan negatif Diaz Hendropriyono. “Kasihan dari kecil sudah diberi pendidikan yang salah,” tulis Diaz dan dikoment Dedy. Tapi yang membuat postingan semula tidak terdengar minta maaf. Apa perbedaan keduanya?
Yang satu salah menyangka (ketidaktahuan) sedang yang satu lagi tidak suka (phobia). Tidak suka bersifat subjektif. Bahkan meski orang yang tidak kita suka melakukan kebaikan sekalipun tetap kita tidak senang padanya. Selalu salah di matanya.
Seperti itu pula framing yang terjadi. Tindakan yang sama bisa dilabeli berbeda. Satu disebut teroris karena ada atribut Islam. Sedang satunya lagi disebut kelompok kriminal bersenjata (KKB) karena tak ada atribut Islamnya. Untuk menguji apakah anda terpengaruh dengan istilah-istilah framing ini coba tes diri anda.
Apa yang anda rasakan ketika mendengar kata Taliban?
Bila melintas pikiran negatif tentang mereka itulah tanda media telah membentuk opini anda meski hal sebenarnya berbeda dengan kenyataan. Kadang informasi bisa berperan mengaburkan kenyataan yang sebenarnya.
Itu sebabnya jangan menelan informasi begitu saja. Sebab kadang yang kita lihat dan kita dengar adalah sebuah agenda setting. Bukan kenyataan yang sebenarnya. Jadi teringat lirik lagu yang berjudul “Karena Ku Cinta Kau”.
//Jika ada yang bilang ‘ku tak baik jangan kau dengar.// Jika ada yang bilang ‘ku tak setia, jangan kau dengar.// Kulakukan yang terbaik yang bisa kulakukan.// Tuhan yang tahu kucinta kau…//
Pekanbaru, 20 September 2021
Artikel ini sudah dipublikasikan pertama kali di laman facebook Helfizon Assyafei