
Oleh Helfizon Assyafei
Saya senang melihat foto orang lagi hepi-hepi saat liburan. Senang melihat orang lain senang. Dan ini baru membuat saya agak suprise ketika Tuan Guru bilang senanglah melihat diri sendiri senang.
Kadang, lanjutnya, ada banyak ‘sampah’ yang menumpuk di batin kita. Membuat kita susah senang. Susah melihat orang senang. Senang melihat orang susah. Itu ciri banyak ‘sampah’ di batin kita.
‘Sampah’ itu bisa kemarahan yang terpendam, kebencian, ketidakpuasan, Iri, dengki dan yang sejenis dengannya.
Masih kata tuan guru, orang yang sedikit ‘sampah’ di batinnya akan senantiasa hepi dimanapun berada. Tidak masalah meski itu hanya stay at home.
Sebaliknya orang yang banyak ‘sampah’ di batinnya di tempat rekreasi pun ketidakbahagiaan pun tetap bersamanya. Tempat rekreasi hanya sarana. Sedangkan hati yang hepi adalah substansinya. Tempat rekreasi bisa jadi pelarian sejenak tapi tidak selamanya.
Tak perlu kita bandingkan hidup kita nasib kita dengan orang lain. Bersyukurlah dengan nikmat yang lebih mahal dari uang yang kerap tidak kita sadari; kesehatan!
Bercukuphatilah dengan apa yang ada pada kita. Meski mungkin itu belum ideal. Belum seperti orang-orang sukses. Tak apa. Bersyukur adalah langkah sukses pertama. Buang ‘sampah’ di batin kita dengan tersenyum pada dunia. Dunia kan balas tersenyum pada mu.
Kata Ajhn Bhram kalau anda ingin murung, jangan dilawan. Murunglah secukupnya. Nikmati kemurungan anda dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Sebab semua memang berpasangan. Ada malam ada siang. Ada sedih ada gembira. Ada suka ada duka.
Yang penting jangan kecanduan sedih, murung. Kalau ngga sedih ngga eksis. Klu ngga sedih nggak lengkap. Sedih kok jadi kebutuhan. Cukup kenali saja pergantian siklus ini. Dalam satu hari kita bisa mengalami begitu banyak suasana batin. Bisa saja gembira, sedih, syukur, suka cita, bosan, muak dan sebagainya.
Kita tak bisa mengendalikan hal-hal harus selalu sesuai keinginan kita. Artinya kita tidak bisa mengendalikan segala hal. Hal-hal yang tak kita suka kadang muncul begitu saja. Ada masa saat anda lelah. Ada masa saat anda murung. Jadi alami saja siklus alam itu dengan biasa saja. Tidak berlebihan. Slow aja lagi.
Tiada yang abadi kecuali perubahan. Jadilah seperti peselancar di atas gelombang laut yang selalu berubah. Tak mudah dijatuhkan gelombang. Malah mengendarai gelombang dengan gembira. Itulah seni menikmati hari.
Mengenali segala hal berubah membuat kita siap untuk mengalami hal berbeda-beda. Ya sedih ya gembira ya senang ya susah. Cuma kata kawan ada tips kalau mau menghindari murung. Caranya jangan baca postingan politik atau kondisi ‘ruwetnesia’. Ha ha bisa aja dia. ***
Penulis seorang jurnalis senior Riau
Artikel ini sudah dipublikasikan di laman facebook.com/helfizon.assyafei.9