Oleh: Rhomadani, S.Pd
Penentuan awal dan akhir Ramadan selalu terdapat perbedaan di tengah kehidupan kaum muslimin di seluruh dunia. Apa yang menyebabkan perbedaan itu? Bagaimana menyikapi perbedaan itu? Pendapat mana yang kuat yang harus di ikuti apakah rukyat lokal, rukyat global atau posisi astronomi dengan metode hisab? Dan apakah ada pengaruh terhadap persatuan umat Islam dunia?
Pembahasan tentang perbedaan penentuan awal Ramadan dan akhir Ramadan menjadi dua bagian, antara berdasarkan masalah fiqih ataukah berdasarkan ilmu hisab.
Menurut Kajian Ilmu Fiqih
Yang pertama masalah fiqih, memang ada perbedaan (khilafiyah) pendapat ulama mazhab tentang mathla’ yaitu perbedaan wilayah dan waktu ketika terbitnya hilal (anak bulan).
Ulama Syafi’iyah berpendapat ketika di suatu daerah telah terlihat hilal maka wajib bersegera berpuasa dan tidak wajib mengikuti Rukyatul hilal penduduk lain. Dalam radius kurang lebih 120 km atau 24 fasakh.
Adanya perbedaan mathla’ ini dikarenakan pada masa lalu susahnya alat komunikasi. Tetapi sekarang pendapat ini banyak ditinggalkan.
Jika mengikuti pendapat mazhab Syafi’iy Misalnya, Riau, Batam (Kepri), Singapura, Malaysia itu sama-sama dalam satu waktu seharusnya bisa sama-sama berpuasa dan berbuka. Namun kita lihat kondisi saat ini walaupun satu daerah dan satu waktu, wilayah tersebut tetap berbeda.
Sedangkan pendapat jumhur ulama semisal Hanafi, Maliki dan Hambali, jika suatu tempat telah melihat hilal maka seluruh dunia wajib berpuasa.
Dalil yang menjadi pegangan dalam masalah fikih, pendapat yang diambil jumhur ulama adalah
إذَا رَأيْتُمُ الْهِلَا لَ فَصُوْمُوا وَإذَا رَأيْتُمُوْهُ فَأفْطرُوْا فإنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُوْمُوا ثَلا ثِيْنَ يَوْمًا
Artinya: “Apabila kalian melihat hilal (anak bulan ramadan) maka puasalah dan apabila kalian melihat hilal (bulan Syawal) maka berbukalah (lebaran), dan apabila tertutup awan (mendung) maka berpuasalah 30 hari. (H.R Muslim).
Contoh, tanggal 29 Syakban 1443 Hijriyah jatuh pada hari Jum’at tanggal 1 April 2022. Maka pencarian hilal dilakukan di seluruh dunia.
Jika di suatu tempat belum terdapat hilal atau tertutup awan karena mendung maka digenapkan menjadi 30 Sya’ban. Mereka semua memiliki dalil masing-masing dalam mengeluarkan hasil ijtihad nya.
Menurut Kajian Ilmu Hisab
Yang kedua penggunaan metode hisab (astronomi/perhitungan). Secara astronomis, bisa ditentukan letak hilal dihitung dengan rumus-rumus fisika dan sekarang bisa kita dapatkan dengan mudah dengan keberadaan aplikasi misalnya penentuan waktu salat, waktu imsakiyah, dan kalender bulan masehi maupun hijriyah. Dari sinilah awal mula yang menjadi penyebab terjadinya perbedaan penetapan awal dan akhir Ramadan.
Rukyat Hilal Global Terkuat
Yang manakah yang lebih kuat, metode rukyat hilal baik lokal maupun global, atau metode hisab?
Kebolehan mengikuti pendapat imam Syafi’i yakni hilal lokal maupun jumhur ulama yakni hilal global. Itu memang diperbolehkan dalam syariat.
Masalah perbedaan pendapat (khilafiyah) memang sesuatu yang biasa dalam masyarakat Islam. Akan tetapi jika kita mengambil pendapat yang lebih kuat adalah pendapat jumhur ulama yaitu wajib rukyat hilal global karena dalilnya sudah jelas.
Sedangkan penggunaan metode hisab atau astronomi penting untuk mendukung melihat hilal misal tempat, jarak, waktu terbitnya hilal.
Walaupun tingkat keakuratan tinggi tapi yang lebih kuat adalah Rukyatul hilal global.
Sehingga jelas, bahwa Rukyatul hilal lebih kuat jika dibandingkan dengan menghitung dengan hisab karena hisab hanya diketahui oleh sebagian orang yang paham sedangkan syariat berlaku bagi orang yang ummi (tidak tahu baca dan tulis) ataupun yang punya pemahaman.
Menyikapi Perbedaan
Selagi yang diikuti itu adalah syariat hilal lokal maupun global, maka kita harus berlapang dada dengan apa yang terjadi di tengah kaum Muslim yang lain dan tetap memberikan ruang kepada mereka untuk melaksanakan ibadah yang mereka yakini.
Jika yang dipakai adalah metode hisab atau astronomi kitapun tidak boleh memusuhinya walaupun pendapat yang kuat dalam syariat adalah Rukyatul hilal.
Seharusnya ada peran kita, yaitu berdakwah agar umat memiliki pemahaman terhadap apa yang ia adopsi sesuai syariat atau tidak. Tentunya dengan cara yg hikmah dan Ahsan.
Sekularisme Akar Masalah Umat
Demokrasi yang berasas sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan, negara bahkan politik inilah yang menyebabkan hukum dibuat tidak berdasarkan syariat. Padahal timbangan kita di akhirat ketika kembali kepada Allah adalah syari’at.
Adanya perbedaan dalam menetapkan awal dan akhir Ramadan juga dipengaruhi oleh situasi perpecahan politik yaitu dipisahkan oleh Nation state (Nasionalisme). Dimana wilayah wilayah umat Islam itu terpisah dan terpecah belah dengan kepemimpinan yang banyak.
Hal ini mengakibatkan kaum muslimin yang berada diluar institusi negaranya tidak berhak untuk campur tangan ke dalam undang-undang dan aturan yang dibuat di negaranya.
Padahal Rasul telah sampaikan bahwa sesungguhnya seorang muslim di negeri-negeri Muslim manapun, seluruhnya bersama-sama dalam satu malam. Maka ia harus berpuasa jika mendengar pengumuman dari negara kaum muslimin tentang awal puasa dan wajib berbuka jika dia mendengar pengumuman negara kaum muslimin manapun tentang awal berbuka, kecuali pengumuman itu berasal dari negara-negara yang berpegang pada perhitungan astronomi (Al hisab Al falaki) sehingga apa yang diumumkan negara-negara seperti itu terkait puasa dan berbuka tidak boleh diikuti dan dijadikan ketetapan.
Maka agar tidak terjadi masalah-masalah yang bisa membahayakan umat dikarenakan adanya perbedaan pendapat tentang awal dan akhir Ramadan, seperti terpecah belah, mengganggu hubungan sesama muslim, maupun tentang puasa dan berbuka pada hari yang salah. Maka perlu adanya persatuan umat Islam dunia.
Dan hal semacam ini akan mendatangkan bahaya bagi orang awam, karena bisa jadi ia mengawali Ramadan dengan mengikuti yang belakangan, mengakhiri Ramadan dengan ngikut yang di awal, sehingga ia pada akhirnya melakukan ibadah yang salah dan berantakan.
Seharusnya ia mengambil pendapat fikih yang konsisten dan yang terkuat. Pengaruh ini tentu saja akan tersebar di tengah kehidupan kaum muslimin jika ada satu kepemimpinan umat Islam seluruh dunia.
Dengan urusan yang sedemikian merisaukan cara beribadah kaum muslimin, seharusnya umat memang harus bersatu walaupun di dalam terdapat perbedaan pendapat.
Merealisasikan Persatuan Umat Islam
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا
Berpegang teguhlah pada tali agama Allah dan janganlah kalian tercerai berai. (QS.Ali-Imran,3:103)
Agar umat bisa merealisasikan ayat ini, tidak ada solusi yang solutif kecuali mengumpulkan mereka dalam satu wadah.
Contoh nasi yang dikumpulkan dalam sebuah piring disebut sepiring nasi. Nasi yang berserakan tidak akan bisa disatukan tanpa adanya piring atau wadah. Maka keberadaan wadah menjadi kewajiban dan keharusan untuk diadakan agar nasi tidak berserakan.
Begitupula dengan kaum muslimin diberbagai belahan dunia yang berbeda wilayah, suku, bahasa, ras dan warna kulit, harus dikumpulkan dalam satu wadah agar ia disebut umat yang satu (ummatan Wahidah).
Jika kita berharap mengumpulkannya dalam satu kelompok atau organisasi tertentu saja, maka akan ada yang mau tapi banyak yang menolak.
Jikapun wadahnya dalam bentuk nations state juga tidak bisa diharapkan bersatu. Karena telah tampak kerusakannya sebagai alat penjajah memecahbelah kita.
Jika wadahnya satu mazhab, itu tidak bisa karena sunatullahnya masalah furu’iyyah (cabang) dari syari’at Islam terdapat khilafiyah.
Dan tentu yang paling mudah dan tepat adalah bersatu dalam naungan institusi negara yakni khilafah sehingga berlaku kepemimpinan umum bagi umat Islam di seluruh dunia.
Maka sesuai dengan kaidah fikih, “Perintah imam wajib diikuti untuk menyelesaikan perbedaan pendapat”.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa sandaran bagi penetapan awal dan akhir Ramadan adalah Rukyatul hilal global dan dibantu dengan astronomi tapi bukan untuk menjadi sandaran penentuan tetapi sebagai pendukung atau alat bantu dalam proses Rukyatul hilal sehingga seluruh dunia punya satu penetapan awal Ramadan dan akhir Ramadan.
Dan kita bisa menjauhi bahaya-bahaya yang menyebabkan perpecahan di tengah kehidupan umat. Dan yang paling penting, kita merasa nyaman kalau sama berpuasa dan sama berhari raya. Wallahu a’lam bishawab.***
Aktivis Muslimah Selatpanjang – Riau
MasyaAllah penting nya umat bersatu dalam satu wadah dan itu sudah pernah terjadi 14 abad lamanya di bawah naungan daulah Islam