Jakarta (Riaunews.com) – Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Gandjar Laksmana Bondan, mengkritik kepolisian yang menjadikan pemuda Madiun, Jawa Timur, Muhammad Agung Hidayatullah (MAH), sebagai tersangka kasus dugaan peretasan oleh hacker anonim Bjorka.
“Pak polisi belajar hukum dan baca buku apa ya? Koq bisa-bisanya MAH ditetapkan sebagai tersangka sebagai pembantu peretas Bjorka?”cuit Gandjar melalui akun Twitter pribadinya, @gandjar_bondan dan sudah diizinkan untuk dikutip, Sabtu (17/9/2022).
Baca Juga: Tak Terbukti, Polisi Pulankan Tukang Es yang Ditangkap karena Diduga Hacker Bjorka
Gandjar menjelaskan, dalam hukum pidana dikenal konsep pembantuan/medeplichtigen sebagaimana diatur di Pasal 56 KUHP. Dalam pasal itu disebut bahwa pembantuan bisa dilakukan sebelum atau pada saat kejahatan terjadi.
Dia berpendapat, bantuan sebelum terjadinya kejahatan diberikan dalam bentuk memberi sarana, keterangan, atau kesempatan. Sedangkan bantuan pada saat terjadinya kejahatan tidak dibatasi bentuknya.
Adapun bantuan itu harus diberikan atau dilakukan dengan sengaja. Dengan kata lain, terang Gandjar, si pembantu harus mengetahui bahwa orang yang dibantunya akan atau sedang melakukan kejahatan.
“Nah, sekarang merujuk ke keterangan dari Polri: MAH adalah pembantu Bjorka. Pertanyaan pertama: tindak pidananya apa? Masak cuma bilang ‘dijerat dengan UU ITE? Kalo berani menetapkan tersangka berarti sudah jelas tindak pidananya. Koq nggak diinfo? Masih cari-cari pasal? Ahhh…,” tutur Gandjar.
“Pertanyaan kedua: MAH membantu Bjorka sebelum atau pada saat kejahatan peretasan?Kalo sebelum, bentuk bantuan yang diberikan yang mana: sarana, keterangan, atau kesempatan? Kalo membantu pada saat Bjorka sedang meretas, perbuatan apa yang dia lakukan? Ahhh…,” lanjutnya.
Gandjar menilai, seharusnya polisi lebih dulu menemukan dan memproses hukum pelaku utama, alih-alih memproses terduga pelaku pembantu kejahatan.
Baca Juga: Bjorka: Teror Hacker atau Perlawanan Rezim?
“Bayangkan kalo nanti MAH diadili sebagai pembantu kejahatan tapi kejahatan dan pelakunya sendiri tidak pernah diadili. Berarti dia membantu kejahatan yang tidak pernah dibuktikan di pengadilan. Begitukah sebuah penegakan hukum? Ahhh…,” imbuhnya.
Gandjar mengatakan, pembantuan/medeplichtigen merupakan materi kuliah mahasiswa hukum semester IIaliasilmu dasar hukum pidana.
“Kalo yang dasar aja salah, terus gimana publik mesti percaya penanganan kejahatan yamg lebih serius seperti korupsi, narkotika, terorisme, dll? Ahhh…,” ucap dia.
“Ayo perbaiki kinerja, Pak! Rakyat rindu Polri yang hebat tapi ukuran hebatnya bukan sebanyak-banyak menangkap orang apalagi serampangan. Peretasan aja udah bikin heboh, jangan sampai kesewenangan malah bikin negeri lebih heboh. Wuahhh…,” pungkasnya.
Sebelumnya, polisi menetapkan Muhammad Agung Hidayatullah (MAH)sebagai tersangka kasus dugaan peretasan olehhackeranonim Bjorka.
Mabes Polri belum menahan MAH lantaran yang bersangkutan dinilai kooperatif menghadapi proses hukum. Kendati demikian, MAH dikenakan wajib lapor oleh kepolisian.
Polisi memastikan MAH bukan sosok di balik hacker anonim Bjorka. MAH diduga hanya membantu Bjorka dalam membuat channel di Telegram.
Polisi mencatat ada tiga unggahan MAH di channel tersebut, yaitu pada 8, 9, dan 10 September 2022. MAH diduga membantu hacker Bjorka demi mendapatkan popularitas dan uang.***