Jakarta (Riaunews.com) – Wakil Presiden Republik Indonesia ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) tampak gerah dengan ulah para buzzer pendukung setia Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal tersebut menyusul pertanyaannya soal kritik tanpa dipolisikan rupanya disalahartikan buzzer.
JK yang juga merupakan mantan Wakil Presiden Jokowi ini menegaskan bahwa pertanyaannya tentang bagaimana cara mengkritik yang baik itu bukan memprovokasi, namun tulus dari hatinya sendiri demi kebaikan bersama.
Pertanyaan tersebut juga bertujuan untuk memberikan kebaikan bagi pemerintah dan masyarakat.
“Itu pandangan yang sempit dari teman-teman yang mengatakan seperti itu. Saya bertanya dengan tulus untuk mengetahui apa yang boleh dan apa yang tidak boleh (dalam mengkritik)” ujar JK saat berbincang bersama Budiman Tanuredjo dalam Program Satu Meja The Forum KOMPAS TV, Rabu (17/2/2021).
JK mengaku tak mengerti alasan buzzer menuding pertanyaannya itu sebagai hal negatif. Dia hanya menyayangkan ulah ‘buzzer Istana’ itu antikritik terhadap masukan yang disampaikan masyarakat.
“Saya tidak tahu siapa pihak-pihak yang memelihara atau mendanai buzzer itu. Waktu zaman saya tidak ada (buzzer). Sama sekali tidak ada,” katanya.
Menurut JK, aktivitas buzzer seharusnya menyebarkan informasi serta argumentasi yang baik, bukan malah menyudutkan orang dan memfitnah.
“Kalau buzzer itu beragumentasi dengan baik itu bagus. Tapi kan dia tidak beragumentasi, hantam kromo saja ke orang, memfitnah, menghantam pribadi. Kalau beragumentasi dengan baik ya bagus,” jelas Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) itu.
JK juga mengapresiasi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terbuka akan kritik terhadap dirinya dan pemerintahannya.
“Sekarang Presiden meminta kritik. Itu sangat baik sekali, kita mendukung itu. Cuma caranya, harus dijelaskan supaya baik untuk pemerintah dan baik untuk masyarakat,” ucap JK.
JK lantas mengingatkan bahwa dalam menjalankan demokrasi, pemerintah sebaiknya tidak mudah curiga dan baper alias bawa perasaan.
“Jangan terlalu curiga kepada orang, terutama orang-orang sekitar jangan ada curiga. Jangan terlalu baper lah bawa perasaan,” katanya.
“Seperti contoh ini, saya bertanya dikira memprovokasi, ini kan beda sekali. Loh di mana letak provokasinya, saya cuma bertanya bagaimana caranya. Kalau pemerintah yang mengatakan itu kan lebih tegas. Orang-orang juga peduli karena mempunyai efek hukum,” imbuh Jusuf Kalla.***