Sabtu, 27 Juli 2024

Ibu Adalah Ujung Tombak Peradaban

Ikuti Riaunews.com di Google Berita
 
Ina Ariani

Oleh Ina Ariani

Wanita memang bahagian dari masyarakat, tapi seluruh masyarakat, terlahir dari sosok yang bernama wanita. Jadi wanita lah yang akan menentukan wajah dari sebuah peradaban dari suatu negeri. Kalau hari ini kita menilai betapa rusaknya moral anak bangsa, maka para ibu perlu mengefaluasi diri terhadap peran yang dilakukannya selama ini.

Merunut sejarah, wanita sejak zaman pra-Islam hingga sekarang, Wanita sudah sepatutnya bersyukur dengan keadaan yang seperti ini.

Pada jaman jahiliyah, keberadaan wanita sangat tidak diharapkan. Bahkan tertulis dalam Alqur’an (QS. An-Nahl : 58 ) yang artinya “Padahal apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah”.

Begitu rendahnya derajat wanita saat itu. Hingga dikisahkan bahwa jaman dahulu saat istri mereka hendak melahirkan, dibuatlah lubang untuk tempat bersalin. Jika dilihat bayinya laki-laki maka diambillah bayi itu, sementara jika didapatinya bayi perempuan maka dipotonglah tali pusarnya dan dikubur hidup-hidup. Naudzubillah min dzalik..

Kemudian keadaan berubah setelah Nabi Muhammad saw datang dengan membawa ajaran agama Islam. Beliau pernah bersabda dalam sebuah hadistnya, “Barang siapa mempunyai tiga orang anak perempuan yang dijaga dan dibesarkan dengan baik, maka anak-anak tersebut akan menjadi penghalang orang tuanya dari api neraka”.

Sejak keluarnya hadist tersebut, kebiasaan membunuh anak perempuan sudah tidak ada lagi. Justru mereka merasa sangat bahagia saat mendengar kabar istrinya melahirkan anak perempuan. Islam begitu indah dalam mengatur peradaban masyarakat saat itu.

Sistim Kapitalis Sekuler
Berbicara soal wanita saat ini, tentu banyak dramanya, wanita memiliki keistimewaan serta keunikan di dalam dirinya, sangking uniknya Allah pun menyediakan surga dan neraka sebagai imbalannya.

Sayangnya, saat ini potensi tersebut lebih dimanfaatkan dalam dunia komersial. Iklan, majalah, tabloid, sealer, hiburan, dan berbagai media lainnya selalu menjadikan perempuan sebagai sosok persuasif untuk menghipnotis masyarakat.

Dengan mengatasnamakan HAM, perempuan bisa mengantongi berbagai izin untuk melakukan segala hal. Ruang kebebasan berekspresi dan berpendapat terbuka selebar-lebarnya.

Mengubah hal yang tabu seolah menjadi layak diperbincangkan. Mengubah hal yang asing seolah menjadi umum untuk dipertontonkan.

Dari sinilah lubang kerusakan semakin membesar. Kebebasan yang berujung pada kebablasan. Pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan kerap kali terjadi, bahkan tidak sedikit yang terlibat dalam pelaku pornografi-pornoaksi. Berawal dari kesalahan sudut pandang mengenai pemanfaatan peran perempuan justru membawa kepada kelamnya peradaban.

Ibu adalah ujung tombak peradaban

Dalam sebuah hadist Rosulullah saw menyatakan bahwa “Wanita adalah tiang negara, jika baik wanitanya maka baiklah negaranya dan jika rusak wanitanya maka rusak pula negaranya”.

Hadits ini menyadarkan kita wanita bahwa tugas ini ternyata tidak ringan. Negara menjadi taruhannya. Sebab dari para wanita inilah akan lahir para pemimpin dan penerus bangsa di masa yang akan datang. Nasib bangsa ini tidak semata bergantung pada seperti apa pemimpin/penguasa negaranya, tetapi lebih pada bagaimana keadaan kaum wanitanya.

Mengapa Rasulullah SAW, mengumpamakan wanita sebagai sebuah “tiang”? bukan pintu, atap atau jendela?

Sebuah bangunan bisa berdiri kuat karena ada pondasi utamanya yaitu berupa tiang. Jika tiangnya rapuh, maka bangunan tersebut juga akan mudah ambruk.

Nabi memberikan perumpamaan wanita sebagai tiang, karena wanita lah yang akan menjadi penopang kehidupan. Jangan dianggap kegiatan wanita hanya sebatas mengurusi rumah tangga saja. S

adarilah, keberlangsungan negara ini pun berawal dari sebuah “Rumah Tangga”.

Seharusnya kita wanita mengapresiasi mereka (kaum lelaki) yang dapat memahami betul hakikat seorang wanita. Mereka tak akan menganggap apa yang dilakukan seorang istri (wanita) di dalam rumah hanya sebatas “aktivitas” yang tak menghasilkan uang. Namun pengabdian seorang istri tak bisa digantikan dengan uang! Berapa pun besar nilai uang tersebut.

Berawal dari kehidupan sebuah keluarga, wanita berperan sebagai sandaran bagi keluarganya. Maka itu wanita harus mempunyai hati yang kuat yang tidak mudah rapuh diterjang problematika rumah tangga.

Layaknya sebuah bangunan, terkadang tiangnya tak terlalu tampak dari luar namun ia tetap ada untuk menopang bangunan tersebut. Begitu juga seorang wanita, tak perlu ia memperlihatkan kekuatannya pada orang lain. Ia berada di belakang sebagai sumber kekuatan.

Sebagai sebuah tiang, yang paling penting adalah kekuatannya. Wanita tidak harus menyibukkan dirinya dengan memoles tampilan luarnya, tetapi harusnya ia lebih memperhatikan ke dalam hatinya. Sudah seberapa kuatkah ia untuk menopang?

Maka dari itu, wanita dituntut untuk pintar dan cerdas. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist, “Menuntut ilmu itu wajib bagi kaum muslimin dan muslimah”.

Untuk itu wanita juga harus terus belajar dan memperbaiki kualitas dirinya sehingga ia bisa mendidik putra putrinya sesuai dengan syariat Islam.

Mencari ilmu agar kita mengerti bagaimana harusnya kita berjalan di atas bumi Allah sebagai hamba-Nya. Sehingga nantinya akan lahir dari dalam rahim kita putra putri yang mampu membangun bangsanya tanpa melupakan hakikatnya sebagai seorang hamba.

Islam memiliki pengaturan yang detail dan memberikan predikat yang istimewa terhadap perempuan sehingga. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:

Seluruh dunia adalah perhiasan dan perhiasan terbaik di dunia ini adalah wanita yang sholehah.” (HR. an-Nasa’I dan Ahmad)

Perempuan sholihah memiliki kedudukan mulia dihadapan Allah sekaligus kehormatan di dunia juga teraih. Transaksi jual beli amalnya hanya dengan Allah. Saat keluar rumah ia menutup perhiasannya dengan kerudung dan jilbab karena Allah yang memerintahkan [QS. Al-Ahzab:59 & QS. An-Nur:31]. Kemudian Ia harus menundukkan pandangan agar syaitan tidak menyertai pandangannya.

Menjaga lisannya dan tutur katanya yang lemah lembut layaknya Aisyah ra. Ketangguhannya demi membela Islam layaknya Khadijah ra. Lelahnya hidup adalah kebahagiaan selama ridho Allah selalu mengiringinya.

Kemarahannya muncul ketika melihat kemaksiatan merajalela. Air matanya ia habiskan untuk memohon ampun kepada Allah. Kecantikannya hanya ia peruntukkan kepada seseorang yang halal untuk menikmatinya.

Hanya surga yang mampu membayar kemulyaannya. Menjadikan dunia dan seisinya tidak mampu menandingi kenikmatan surga.

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d As-Sa’idi bahwasanya Rasulullah Shalallau ‘Alaihi Wassallam bersabda: “Satu tempat di surga yang sebesar cambuk lebih baik dari dunia dan seisinya.”

Lebih dari semua itu, perempuan adalah ibu generasi. Kecerdasannya ia optimalkan untuk mendidik anak yang terlahir dari rahimnya.

Diriwayatkan bahwa “hukum asal seorang wanita dalam Islam adalah ibu bagi anak-anak dan pengelola rumah suaminya. Kemudian Ia adalah kehormatan yang wajib dijaga.”

Sampai penggambaran akan penjagaan kehormatan wanita adalah sesuatu yang wajib untuk dibela serta rela berkorban harta maupun jiwa.

Begitulah cara Islam memuliakan perempuan, tidak lain untuk menjaga kemurnian perhiasan yang ia miliki agar pantas Allah membelinya dengan surga. Tidak akan menggadaikan potensi yang sudah Allah berikan hanya untuk kenikmatan dunia sesaat.

Apalah arti pujian orang, jika sehelai rambut saja yang sengaja ia pertontonkan dapat mengundang siksa Allah. Apalah arti waktu yang ia habiskan demi memperoleh lembaran uang, jika anak mengeluh kurangnya perhatian dan kasih sayang dari seorang ibu.

Sudah sepatutnya kehormatan dan kemulyaan perempuan menjadi ujung tombak bagi kemajuan sebuah peradaban. Sehingga pemahaman Islam seperti ini tidak cukup hanya dipahami skala individu saja.

Butuh adanya institusi negara yang juga menjamin kehormatan dan kemulyaan wanita terjaga. Sebuah negara yang menjadikan al-Quran dan as-Sunnah sebagai sumber hukum karena fitrah Islam adalah sebagai agama rahmatan lil ‘alamin yang dulu pernah menjadi sistem kehidupan umat manusia di dua per tiga belahan dunia selama 13 abad. Yaitu Daulah Khilafah Islamiyah yang dipimpin oleh seorang Khalifah.

Wallahu A’lam Bishshawab***

 

Penulis pegiat literasi Islam 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *