(Catatan Akhir Pekan)
Oleh Helfizon Assyafei
Kalau saya menteri saya akan mengurusi hal-hal yang penting dan prioritas saja. Sebab saya pembantu Presiden. Banyak pekerjaan besar yang harus dibuat untuk negeri. Jadi jangankan sempat main facebook atau twitter, pekerjaan yang ada saja mungkin tak cukup jam yang tersedia setiap hari.
Jadi jika saya sempat mengurus cuitan warganet semisal orang yang dijuluki si ‘sempak merah’ yang diduga menghina Tuhan itu, wajar publik beranggapan saya ini menteri yang kurang kerjaan. Karbitan.
Saya tak melihat urgensinya pak Menteri Agama ikut komentar di media agar orang tidak langsung menghakimi Ferdinan Hutahean terduga penista agama itu yang akan dipanggil Bareskrim. Biarlah hukum yang memprosesnya. Sebab ramai netizen bukan menghakimi tapi sudah ke tingkat marah melihat ulah bodoh dan kelakuannya. Orang yang gemar bicara sebelum berfikir. Yang penting bicara dulu urusan belakangan. Sekarang dia jadi kelabakan.
O bahwa dia mualaf itu urusan lain. Bahkan sempak merah yang membawa-bawa nama Ibu Lily Wahid (adik Gus Dur) sebagai saksi kemualafaannya ternyata juga tak suka melihat kelakukannya.
Lily Wahid, yang menjadi saksi Ferdinand Mualaf, juga angkat bicara soal kasus cuitan kontroversial yang dihadapi Ferdinand sebagaimana dikutip dari detik.com (Jumat, 7/1/2022). Dia meminta Ferdinand menghadapi proses hukum yang sedang berjalan.
“Menurut saya, biar saja (hadapi proses) hukum. Jadi ada pembelajaran buat dia sendiri karena sembarangan ngomong-nya. Kalau mau selevel Gus Dur bicara tentang hubungan Islam, tak ada haknyalah, dia tak mengerti apa-apa,” ujar Lily. Dia juga tak ingin Ferdinand untuk mengaitkan diri dengan Gus Dur.
Lily mengatakan Ferdinand tidak selevel dengan Gus Dur saat bicara soal Islam.
“Kalau saya, Gus Dur itu mengucapkan begitu itu dengan pengertian yang sangat dalam soal agama. Kalau dia (Ferdinand) tak punya hak untuk membicarakan hal itu. Pernyataan Gus Dur dengan dia beda sekali. Dia (Ferdinand) cuma ikut-ikut aja, cuma untuk membangun opini orang terhadap dialah,” ungkapnya.
Jadi sebenarnya mengapa kita selalu gaduh dengan hal-hal tak penting ini karena ada orang seperti ini dan hukum terkesan membiarkannya saja.
Hukum akan cepat bertindak bila seorang itu tidak disukai, kritis ataupun dianggap mengganggu kenyamanan status quo. Ini adalah potret buram realitas hukum kita hari ini.
Ada orang semacam Ade Armando, Deni Siregar dkk sudah dilaporkan tetapi laporan tinggal laporan. Sebaliknya ada orang yang…ah sudahlah.
Sebagai warga saya hanya berharap hukumlah jadi panglima di negeri ini. Sebab jika tidak maka kita akan seperti di rimba raya. Bukan memperkuat yang benar tetapi membenarkan yang kuat apapun kesalahannya.
Semoga hukum kembali jadi panglima di negeri ini.***
Penulis seorang jurnalis senior Riau